Rumah Ini Rumah Cinta...

Beragam kejutan itu…

YANG tak pernah kuduga tentang rumah adalah bahwa rumah ternyata bisa menjadi pangkal ketidak sepakatan sekaligus menjadi bahan gurauan yang tak habis- habis…

Setelah berhasil ‘meet halfway’ dalam gaya rumah ( rumah kami cenderung bergaya simpel dengan satu- dua sentuhan etnis dan panel kayu di sana- sini ), ternyata masih ada urusan lain.

Pasal warna dinding.

Kami sepakati sebagian besar warna dinding untuk rumah kami.

Kecuali satu bidang tertentu. Satu sisi ruang keluarga dan ruang makan.

Bukan warnanya, karena kami sudah pula sepakat bahwa dinding tersebut akan dicat hijau.

Hal yang belum diketemukan titik temunya oleh aku dan suamiku adalah, hijau seperti apa yang akan digunakan untuk dinding tersebut.

homesweethome



Aku menginginkan hijau yang agak muda. Suamiku menghendaki hijau gelap.

Lebih dari dua minggu tak juga diketemukan kata sepakat, adik- adikku mulai membuat urusan warna dinding tersebut menjadi bahan gurauan dalam keluarga besar kami.

“ Dulu waktu mau menikah lupa yaaaaa, “ ujar salah seorang adikku sambil tertawa- tawa, “ Belum membicarakan tentang warna dinding seperti apa yang akan digunakan kalau bikin rumah… “

Lalu mereka membuat rumusan untuk jangan lupa mengingatkan pasangan yang akan menikah agar menyepakati lebih dulu kelak warna dinding seperti apa yang akan digunakan jika pasangan tersebut memiliki rumah, agar terhindar dari 'kerumitan' seperti yang aku dan suamiku alami.

Ha ha ha...

Dasar!




***



Akhirnya, pada suatu hari, aku dan suamiku pergi ke toko cat dan membeli warna cat dengan warna hijau muda sesuai yang kuinginkan. Lalu keesokan harinya…

Wow.

Kutatap dinding di hadapanku.

Warna hijaunya sungguh indah. Sungguh. Kukatakan pada suamiku hal tersebut dan dia sepakat, warna hijau di dinding itu bagus.

“ Nah, jadi… ternyata benar kan, hijau yang tepat itu hijau seperti yang aku pilih? “ komentarku.

Suamiku menggeleng.

Tidak, katanya.

Eh, tidak?

Tidak.

Dan suamiku bercerita bahwa sesaat sebelum dinding itu dicat, dia pergi ke toko bahan bangunan, membeli cat warna hijau gelap yang selama ini diinginkannya, lalu…

Cat yang telah dibeli lebih dahulu yang berwarna hijau muda pilihanku, dicampurnya dengan cat berwarna hijau gelap yang dibelinya kemudian dengan perbandingan 1:1.

Warna hijau hasil campuran itulah yang kemudian dioleskan pada dinding. Hijau yang kemudian kami sepakati bersama sebagai warna hijau yang bagus dan membuat suasana ruang keluarga dan ruang makan rumah kami menjadi sejuk sekaligus hangat dan menyenangkan…

***



Hal lain yang juga menjadi bahan gurauan diantara para adikku yang jahil tentang kami adalah bahwa menurut mereka, kami ternyata salah merumuskan rumah seperti apa yang kami butuhkan.

Ha ha ha…

Karena arsitek rumah kami adalah salah seorang adikku, maka adik- adikku yang lain dengan sendirinya juga tahu secara detail mengenai rancangan rumah kami dan beragam keinginan di baliknya

Mereka tahu bahwa salah satu alasan kami pindah ke rumah yang baru ini adalah agar kami memiliki cukup banyak ruang tidur agar masing- masing anak dapat memperoleh satu kamar untuk dirinya sendiri.

Yang terjadi?

Ha ha ha.

Salah satu adikku berkata pada adikku yang lain, sang arsitek perancang rumah kami, “ Dulu itu yaaa… “ kata adikku ditengah tawanya, “ Waktu merancang rumah mbak dan mas ini, mestinya dibikinin aja rumah tanpa sekat, los aja gitu. Dan nggak perlu besar- besar. Lihat aja, senengannya pada nempel dan tumpuk- tumpukan gini koq… “

Hahahaha.

‘Tuduhan’-nya berdasar. Sebab, ha ha ha… kami suami istri dan anak- anak, ternyata memiliki kebiasaan dan kesenangan untuk berkumpul di suatu tempat yang sama. Jika salah satu ada di ruang keluarga, yang lain akan turut berada di sana, saling berdesakan agar semua memperoleh tempat. Begitu pula jika salah satu ada di sebuah kamar tidur, yang lain akan pula menyusul ke sana. Dan ruang itu akan menjadi ramai dan berdesakan pula.

Itu sebabnya ada adikku yang mengatakan bahwa sebetulnya rumah yang cocok bagi kami adalah rumah los tanpa sekat dan tak perlu pula terlalu luas sebab kami toh selalu ingin berada di tempat yang sama dengan anggota keluarga lain…

Ada- ada saja!

***



'Kekeliruan' duga yang lain adalah… pasal buku.

Saat pindah ke rumah kami yang lebih luas ini, dengan gembira kudapati bahwa buku- buku yang sebelumnya diletakkan di gudang di bawah atap dapat diletakkan di tempat yang seharusnya di rak- rak buku rumah kami.

Ah, pikirku, tak akan ada lagi masalah mengenai kurangnya tempat untuk buku.

Keliru. Pendapat yang keliru.

Sebab buku kami terus bertambah.

Dan entah apa yang ada di pikiran adikku yang arsitek itu. Susah- susah dirancangnya rumah kami agar nyaman dan tertata baik, ternyata kami mempergunakannya dengan semena- mena.

Ruang keluarga sering kami alih fungsikan menjadi tempat camping.

Hujan sering sekali turun di kota kami. Karenanya, tak selalu keinginan anak- anak untuk mendirikan tenda di halaman dapat tercapai.

Jadi, bukan sekali dua kali tenda kami dirikan saja di ruang keluarga yang berlantai kayu itu. Dan kami semua lalu berhimpitan tidur di dalam tenda tersebut. Kami 'camping’ sekeluarga, di dalam rumah. Ha ha ha.

Lalu soal buku itu…

Buku, sekarang memenuhi semua bagian rumah kami.

Di ruang keluarga. Di ruang makan. Di ruang tidur. Bahkan di lorong- lorong di depan kamar mandi, ada rak- rak sarat dengan buku.

Rumah kami secara keseluruhan adalah sebuah perpustakaan.

Hahahahaha…

Tapi tak apa… tak apa…

Sebab, semua itulah yang memberi jiwa rumah ini.

Tanpa buku yang berserakan di seluruh rumah, tanpa kertas- kertas berisi gambar yang dibuat dengan crayon hasil karya jemari mungil anak- anak kami yang mereka tempel di sembarang tempat di dinding rumah kami, tanpa sepeda yang entah kenapa senang sekali mereka kendarai di dalam rumah, tanpa kelereng yang dengan sembarangan mereka masukkan ke dalam wadah keramik hiasan milikku, tanpa kertas warna- warni milik si kecil yang tak tahu bagaimana bisa muncul di kamar mandi yang sebelumnya telah kutata rapi, rumah ini tak kan berjiwa.

Tak kan terasa hangat dan membahagiakannya.

Karena, cahaya dan kehangatan sebuah rumah sebenarnya berasal dari manusia yang menghuninya. Bukan semata dari rumah itu sendiri.

Home sweet home, hanya akan dapat tercapai jika seluruh anggota keluarga memancarkan rasa cinta dan memiliki kedekatan hati satu sama lain…

Jika kita bicara tentang sebuah rumah, sebenarnya kita sedang bicara tentang cinta.

It’s all about love. Nothing else.

p.s. i ♥ u


* bagian ke-3 dari serangkaian tulisan - bersambung *


picture taken from: www.shellyrasche.com

2 comments:

sandalilang said...

love this posting... love it very much...
"indah... indah... indah...."

ahay! komentar yang murah hati, seperti biasa...
thanks ya :-)

btw, HP kenapa, error? d.~

ias said...

ooo..so sweeettt.... *terharu biru hingga feeling blue* hiks! :')

Post a Comment