Aku kemudian membalas SMS-nya dan bilang," Bagian yang paling disuka pembaca di cersil justru adegan cintanya. Terutama yang ada perpisahannya..."
Dee, sebagaimana pengakuannya, tak pernah membaca cersil. Satu-satunya cersil yang sementara dibaca adalah Nagabhumi, yang lekat dengan nuansa sastra (karena bukunya lebih tebal dari kitab suci manapun, dipastikan Dee belum menamatkan kisahnya). Karena belum pernah baca cersil, Dee tidak mengetahui sejumlah kisah menggetarkan yang mampu membuat pembaca cersil geregetan.
Di cersil, ada beberapa kisah cinta yang sampai sekarang masih membekas di benak para pembaca. Misalnya kisah cinta berliku-liku Suma Han dan kedua istrinya, Nirahai dan Lulu dalam Pendekar Super Sakti karya sang maestro Kho Ping Ho (KPH). Atau bagaimana gemasnya membaca kisah cinta Gak Bung Beng dan Milana serta Shanti Dewi dan Wan Tek Hoat, yang baru berjodoh setelah berpisah puluhan tahun, yang dipaparkan dengan sangat bagus oleh KPH dalam Kisah Sepasang Rajawali dan Jodoh Rajawali.
Juga ada kisah cinta mengharukan antara Oey Yong, gadis cerdik dan cerdas putri Si Sesat Timur, yang mencintai Kwee Ceng, pemuda bodoh dan ber-IQ jongkok, yang diungkapkan dengan sangat menarik oleh Chin Yung dalam kisah Sia Tiauw Enghiong (Pendekar Pemanah Rajawali). Atau kisah cinta antara Yo Ko dengan Siauw Lionglie, gurunya yang jauh lebih tua namun awet muda.
Ketika kisah Yo Ko-Siauw Lionglie yakni Sin Tiauw Hiap Lu (Kembalinya Pendekar Rajawali) diangkat menjadi film seri dengan judul Return of the Condor Heroes, ada satu adegan yang disebut-sebut sebagai adegan paling mengharukan sepanjang masa. Yakni ketika Yo Ko (diperankan Andy Lau) mencoba mengejar matahari yang tenggelam di ufuk barat. Yo Ko mengejar matahari karena tak rela siang berganti malam. Karena siang itu seharusnya menjadi hari pertemuan mereka setelah berpisah 16 tahun. Yo Ko tak rela siang menjadi malam karena sang kekasih, Siauw Lionglie yang berjanji untuk datang tak jua muncul....
***
Menulis cersil, seperti yang sudah pernah diuraikan di posting-posting sebelumnya, kini menjadi aktivitas yang paling menyenangkan bagi kami. Karena menjadi selingan di sela-sela berbagai aktivitas rutin. Menulis 'Darah di Wilwatikta' menyenangkan karena kami dituntut untuk menggabungkan imajinasi dan realita sejarah. Menyenangkan, karena kami bisa menulis tentang Majapahit dari sudut pandang kami, berdasarkan versi kami.
Membuat episode demi episode juga menjadi semacam misteri bagi kami. Karena mengerjakan bergantian, kami bahkan tidak tahu apa yang akan ditulis pada bab lanjutannya. Misalnya ketika membuat episode 23, aku tidak tahu apa yang akan ditulis Dee di episode 24. Begitu sebaliknya. Dee belum tahu apa yang akan aku tulis untuk episode 25.
Dalam banyak hal, beberapa momen penting justru muncul tanpa direncanakan. Misalnya perpisahan Kiran dan Dhanapati yang idenya muncul begitu saja...
***
Yang juga menyenangkan dalam membuat cersil 'Darah di Wilwatikta' adalah kami bisa memasukkan 'cameo', karakter beberapa tokoh berdasarkan nama atau identitas rekan sesama blogger. Tampilnya beberapa karakter ini turut memberi andil dalam memberikan ide, juga alur dan plot kisah.
Di masa mendatang, akan semakin banyak karakter yang terinspirasi oleh nama rekan blogger (terutama bloggerdetik) yang akan muncul. Jika dimungkinkan bisa saja ada bintang tamu spesial untuk menghangatkan suasana. Misalnya pendekar keturunan Pulau Es, atau bisa saja Yoko atau Siauw Lionglie hadir sebagai pendekar tamu!!!
***
Sebagai cerita yang murni fiksi, kami berusaha menampilkan kisah yang realistis dan semanusiawi mungkin. Karena itu, falsafah 'pendekar juga manusia' akan tetap kami pegang. Artinya, kami berusaha menghindarkan kesan bahwa tokoh utama dalam cerita ini bagaikan malaikat yang tanpa cacat dan cela.
Tokoh-tokoh dalam 'Darah di Wilwatikta' adalah cerminan manusia biasa, yang juga punya beragam perasaan: benci, cinta, senang, suka, gemas, jengkel, dendam dan sebagainya.
Perasaan para karakter dalam cersil di padepokan pada hakekatnya menggambarkan apa yang dirasakan semua manusia secara universal. Bahwa ada yang membedakan antara manusia dan binatang. Yakni emosi dan empati.
Sama halnya dengan karakter yang kami buat, maka kami, penghuni rumahkayu juga hanya manusia biasa. Yang tidak sempurna, dan juga punya rasa. Dan emosi. Yang bisa senang, gembira, penuh cinta (ehm) dan bisa juga jengkel, kesal, bahkan... muak!!!
p.s
Nama tokoh cersil di atas ditulis berdasarkan ejaan aslinya di cersil yang menggunakan dialek Hokkian. Nama-nama itu mungkin dikenal dalama versi lain, misalnya Huang Rong (Oey Yong), Guo Jing (Kwee Ceng), Yang Guo (Yo Ko), Xiao Longnu (Siauw Lionglie) dan Jin Yong (Chin Yung).
**Gambar diambil dari ebukkita**