Bagaimana Cara Menyusui Bayi Kembar?

Hijaunya hutan cemara, birunya gunung…

JIKA ada satu hal yang sangat disyukuri Dee tentang rumah kayu tempat tinggalnya, maka hal tersebut adalah jendela- jendela yang terbuka lebar di semua ruangan.

Hal ini sekarang, sekali lagi, juga membantu Dee melenakan sejenak dirinya sambil memberi ASI pada si kembar.

Duduk di tepi jendela dengan dua bayi kembar di pangkuan, selang sejenak Dee dapat melempar pandang keluar dan seperti yang telah selalu terjadi, pemandangan semacam itu menyegarkan fisik dan jiwanya.

breastfeed-twin



Dee telah menemukan referensi mengenai teknik menyusui si kembar secara bersamaan, dan sudah menguasai caranya sekarang. Hal tersebut membantu mereka semua, baik para bayi maupun Dee dari ketidak sabaran dan ketergesaan.

Di hari- hari awal ketika si kembar disusui secara bergantian, salah satu dari mereka yang harus menunggu biasanya menangis sebab tak sabar menanti giliran sementara dia sudah lapar. Pada saat yang sama, padahal, Dee dan bayi yang satu lagi sedang pula ‘berjuang’ saling menyesuaikan diri agar pemberian ASI dapat berlangsung lancar.

Di masa- masa itu rasanya hampir 24 jam dilewatkan Dee untuk memberikan ASI pada si kembar. Tak ada waktu untuk melakukan hal lain. Kuti membantunya dengan sebisanya turun tangan membantu pekerjaan domestik serta sepenuhnya mengambil alih urusan pengasuhan Pradipta. Baik memeriksa PR maupun menemaninya bermain, dilakukan oleh Kuti.

Kini dengan si kembar telah dapat diberi ASI secara bersamaan, kehebohan yang terjadi pemberian ASI berkurang secara signifikan. Begitu pula waktu yang diperlukan.

Tentang apakah ASI akan cukup atau tidak untuk memenuhi kebutuhan bayi kembarnya, tak pernah menjadi kekhawatiran Dee. Dia sudah selalu bertekad untuk memberikan ASI pada bayinya. Dengan demikian, apapun kesulitan yang muncul dihadapinya dengan sabar dan gigih walau kadangkala kesabaran dan kegigihan tersebut harus pula berteman air mata...

Dee juga tahu bahwa jumlah ASI yang diproduksi tubuh akan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Semakin banyak jumlah ASI yang dikonsumsi oleh bayinya, semakin banyak pula jumlah yang diproduksi tubuh. Sang Pemberi Hidup memang telah merancang sedemikian rupa agar kebutuhan para bayi mungil tersebut dapat dipenuhi oleh seorang ibu. Tak ada keraguan sama sekali mengenai hal tersebut.

Mungkin juga karena secara mental Dee siap dan selalu berpikir bahwa produksi ASI-nya akan lancar dan mencukupi kebutuhan si kembar, maka begitu pulalah yang terjadi.

Si kembar tumbuh sehat.

Pipi mereka segar dengan semburat warna merah.

Sungguh menggemaskan.

Pradipta, di saat- saat yang memungkinkan dengan sengaja dilibatkan Dee dan Kuti dalam kegiatan yang menyangkut adik kembarnya. ' Kak Dipta, ' demikian dia menyebut namanya sendiri sekarang, dengan senang hati akan mengambilkan handuk untuk pada adiknya, menaburkan bedak di tubuh mungil kedua bayi, dan bahkan seringkali juga mengajak kedua adiknya berbincang dan bercerita.

Dee dan Kuti juga membiarkan Pradipta membuka bungkus hadiah- hadiah yang diberikan para saudara dan kerabat untuk si kembar. Kadangkala, jika isinya mungkin masih cocok untuk dipergunakan Pradipta, Dee dan Kuti menawarkan pada anak sulung mereka apakah dia menginginkan benda itu untuk dirinya. Kadangkala Pradipta mengangguk, seringkali pula tidak.

Pradipta tumbuh menjadi anak yang penuh pengertian. Jika tak dibutuhkannya benda yang ditawarkan, atau dia masih memiliki benda yang sama yang masih dapat dipergunakan, dia akan menggelengkan kepala dan berkata, “ Aku masih punya. Itu untuk adik saja. “

Mengharukan.

Perlahan situasi menjadi normal kembali…

Hanya saja…

Dee mengulum senyum dalam hati.

Hanya saja, memang sangat sulit menemukan waktu untuk dapat bermesraan dengan suaminya tanpa terganggu oleh rengek bayi, yang seringkali muncul tak terduga. Kuti di tengah kegemasannya pernah berkata sambil bergurau, “ Wah Dee, tampaknya cita- cita kita untuk pacaran dan bermesraan terus setelah si kembar ini lahir harus ditunda dulu, sampai mereka selesai mendapatkan ASI dua tahun lagi, ya? “

Dee tertawa geli mendengar gurauan suaminya. Ha ha. Dua tahun? Kuti mengada- ada, pikir Dee. Ha ha ha…

Dee tahu, waktu yang dibutuhkan tentu tak akan selama itu. Perlahan, mereka akan dapat menemukan waktu kembali untuk berdua, merajut kebersamaan mereka.

Saat ini..

Terdengar suara rengek bayi.

Nareswara yang tadi mulai mengantuk tampak menggeliat dan membuka matanya. Oh, dia mengompol rupanya. Tak lama, saudara kembarnya, Nareswari turut pula bangun.

Dee tersenyum.

Ada saat- saat dimana para bayi memang memiliki hak veto dan kekuasaan untuk ‘mengatur’ para orang dewasa di rumah, pikir Dee. Dan mungkin itulah sebabnya mengapa bayi- bayi selalu tampak lucu dan menggemaskan. Bisa jadi hal tersebut memang dirancang oleh Tuhan agar mereka dapat merebut hati para orang tua dan orang- orang dewasa lain yang harus menunda banyak rencana dan keinginan sesuai dengan jadwal dan keinginan para bayi.

Hmm, pikir Dee, barangkali benar juga kutipan dari Milwaukee Journal yang sekali waktu pernah dibacanya ya? A perfect example of minority rule is a baby in the house.  Ha ha ha...

p.s. i love you

picture taken from: www.multiplebirthsfamilies.com

1 comments:

Srex said...

Pastilaaaah...kehadiran bayi akan menyita perhatian seisi rumah, apalagi bayi kembar. soal "kemesraan" yg acap kali tertunda merupakan hal yg "wajar"...hehe. Tapi bisa dihadapi dg senyum, daripada terganggu oleh dering bel ato ketukan pintu rumah...wah...!!

Post a Comment