Kenapa Harus Sekolah?

Anak- anak dan sekolah…

SUATU hari di rumah, dengan asyik aku menatap layar komputer. Yang sedang kulihat saat itu adalah video dari youtube.

Dan seperti di banyak hari lain ketika aku membuka komputer di rumah, karena aku biasa melakukannya di ruang keluarga dimana anggota keluarga lain juga biasanya berkumpul, saat aku menelungkup asyik dengan komputerku begitu, anak- anakku juga berada di dekatku, dengan beragam aktivitasnya sendiri- sendiri. Ada yang membaca, menggambar, ada pula yang tak melakukan apa- apa, tidur- tiduran dan mengalih fungsikan aku sebagai bantal dengan berbaring meletakkan kepala di punggungku ( si bungsu bahkan seringkali bukan hanya berbaring tapi tanpa ba atau bu duduk begitu saja di punggungku! )

Begitu pula hari itu. Sekilas mereka perhatikan apa yang tampil di layar komputerku. Begitu mengenali bahwa yang sedang kulihat adalah video dari youtube si bungsu bertanya ingin tahu.

“ Ibu sedang nonton film apa? “ , tanya anak bungsuku.

“ Bukan nonton film, " jawabku, " Ibu sedang belajar. “

Si kecil mengamati lagi layar di depanku.

“ Belajar apa? Memangnya bisa belajar di youtube? “ tanya anakku lagi.

“ Bisa. Ini kuliah di sekolah di luar negeri, direkam dan disebarkan supaya semua orang bisa ikut belajar, “ ujarku, berusaha menjawab dengan bahasa sederhana.

mit



Yang sedang kulihat saat itu adalah materi kuliah di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Sejak beberapa tahun yang lalu MIT memiliki program yang disebut MIT OpenCourseWare. Tagline yang tertulis untuk program ini adalah " Unlocking Knowledge, Empowering Minds ".

Dengan Open Course, siapapun bisa mengakses ribuan materi kuliah, ujian maupun video- video dari beragam topik. Setahuku, MIT-lah yang pertama kali memiliki program semacam ini sebelum kemudian diikuti oleh banyak universitas lain di dunia.

Yang pagi itu sedang kuikuti adalah rekaman kuliah filsafat dari seorang profesor di MIT.

Tak lama setelah mendengar penjelasanku, si bungsu yang ketika itu baru saja masuk TK menatapku dengan serius.

“ Ibu, “ tanyanya dengan tatap lurus ke mataku, “ Ibu ini senang sekolah, ya? Ibu memang ingin sekolah lagi ya? “

Keluargaku, termasuk anak- anak, memang tahu persis bahwa aku menyimpan sebuah 'cita- cita yang terhutang' untuk melanjutkan studiku ke jenjang yang lebih tinggi. Karena dengan berbagai alasan sampai hari ini kembali belajar secara formal itu belum bisa kulakukan, seringkali kupuaskan sendiri hasrat belajarku melalui program- program semacam Open Course ini.

“ Iya dong, “ jawabku tersenyum. “ Sekolah itu asyik, kan “

Anakku yang berusia balita itu tak turut tersenyum. Dia mengomentari jawabanku dengan serius, “ Aku heran deh ibu senang sekolah. Aku aja nggak senang sekolah, bu. Koq ibu malah senang, sih? “

Ahay !

“ Lho, ya ibu senanglah, “ aku berkata ringan, “ Sekolah itu kan bikin pintar. Ya kan? “

Bungsuku berpikir sejenak dan menggeleng, “ Nggak. Aku sih nggak senang sekolah. Sekolah itu nggak asyik, bu…” lalu sambil menoleh pada kakaknya, dia melanjutkan kalimatnya, “ Ya kan, mas? “

Sang kakak yang dipanggil ‘mas’ olehnya menjawab pasti. “ Iya, betul sekali ! “

Aku terbahak.

Cerdik, pikirku. Bungsuku cerdik. Anak tengahku, kakaknya yang dipanggilnya mas memang selalu beranggapan sekolah itu ‘nggak ada asyik- asyiknya’. Sang adik rupanya tahu hal tersebut dan sekarang mencari dukungannya.

Kujawab dengan ringan sanggahan bungsuku yang melibatkan kakaknya itu, “ Wah… masa sih? Coba dong, tanyanya sama mbak, nanti kan pasti mbak jawab bahwa mbak senang sekolah…, “ kataku.

Mbak yang kumaksud adalah anak sulungku. Rajin, disiplin dan memiliki kegigihan luar biasa, sulungku ini tak pernah memiliki masalah dengan sekolah. Sejak dia kecil, aku tak pernah mencatat sejarah dimana dia mogok sekolah seharipun. Nilai- nilai raport dan ujiannyapun selalu cemerlang.

Si bungsu menoleh pada kakak sulungnya “ Betul, ya mbak? Memang mbak senang sekolah ya? “

Kunanti dengan tenang, merasa pasti sulungku akan mengatakan ‘ya’.

Dan ternyata…

Jawaban yang dikeluarkan si sulung membuatku tercengang.

“ Yaaaa… “ jawabnya, “ Kadang- kadang senang. Seringnya sih… enggak.. “

Hah???!!!!!

Kedua adiknya dengan gembira menyambut jawabab si sulung dengan, “ Tuuuu kan buuu… kata siapa mbak senang sekolah? Enggak jugaaaa… “

Tak percaya kutatap anak gadisku itu.

Dia balas menatapku sambil tertawa, “ Ya memang begitu, kan? Sekolah itu kadang- kadang menyenangkan, tapi lebih banyak menyebalkannya… Aku juga heran liat ibu malah ingin sekolah lagi. “

Ya ampun!

Gawat.

Ha ha ha.

Si sulung kemudian mengamati layar komputer yang masih terus menunjukkan situasi di dalam ruang kuliah dimana sang profesor filsafat yang tadi sedang kuikuti pelajarannya melalui video itu sedang berdiskusi dengan para mahasiswanya.

“ Bu, “ dia bertanya, “ Jadi... orang itu bisa belajar sendiri ya? “

Aku mengangguk. “ Iya, bisa. Kalau dulu, belajar sendiri itu caranya baca buku. Sekarang, karena sudah banyak alat canggih bisa belajar sambil nonton video seperti ini. “

“ Kalau belajar sendiri, bisa jadi pintar? “ tanyanya sulungku lagi.

Dengan pasti aku mengangguk, “ Ya bisalah. Namanya juga belajar, tentu bisa jadi pintar dong…”

Lalu sedetik kemudian, keluarlah pertanyaan itu…

Putri sulungku menatapku dengan serius, “ Jadi bu, " katanya, " Kalau orang bisa belajar sendiri lalu tetap bisa jadi pintar, nggak perlu lagi sekolah, kan? Sebetulnya kenapa sih bu, aku harus sekolah? Boleh nggak, aku nggak usah sekolah aja ? “

Hmm… hmm…

Waduh!

Ha ha ha...

( Teman- teman, ada yang pernah memiliki pengalaman yang sama denganku, menerima pertanyaan semacam ini? Bagaimana jawaban yang kemudian yang diberikan? )

p.s: i love you…

picture taken from info of MIT@wikipedia

18 comments:

purnomosidhi said...

Sekolah bisa punya banyak teman :-)

zamronicenter said...

Masalahnya kita seringkali tidak mampu mengatur diri sendiri untuk melakukan sesuatu secara kontinyu (reguler), sehingga perlu dipaksa oleh sistem atau orang lain. Nah, sekolah merupakan salah satu sistem 'pemaksa' itu. jangankan anak-anak, orang dewasa saja tidak mampu melakukan sesuatu secara berkelanjutan meskipun merupakan kewajiban (contohnya beribadah sholat, atau bekerja secara teratue). Itulah mengapa di kantor sampai harus ada mesin absensi.
Nah, mungkin ga orang bisa belajar sendiri secara kontinyu? mungkin bisa, tapi kemungkinannya sangat kecil kan? dijamin anak2 lebih seneng main, he he...
Salam

rice2gold said...

institusi belajar memang menyebalkan bila yang menjadi acuan keberhasilannya adalah "angka" belaka

husin said...

anak2 sekarang seringkali bersikap sangat kritis akan hal yg dihadapinya, kita mempersiapkan diri untuk memberikan jawaban2 yg bisa menyentuh hati mereka...

igasbujang said...

nah, ayah ajah pengen skul lagi, kalau ayah mau skul terus kenapa coba alasannya.? (jwaban singkatnya mungkin gt)

sukangeblog said...

haha, aku jg suka liat youtube, tapi umumnya untuk meliat yg 'asik-asik' aja... menonton kuliah filsafat di youtube? itu gak termasuk dalam agenda, hehehe ;)

ttg sekolah, jadi ingat masa lalu.... aku juga suka bersorak girang jika libur, ato jika guru gak datang... :)

Nama Bayi said...

salam kenal .
nice post .

suarahati said...

Hehehe...si kecilku juga baru-baru ini pernah komen gini..."Bunda, enakan di TK, main terus, di SD aku gak suka, karena banyakan belajarnya".....wkt denger ini aku agak khawatir dg prestasi belajarnya nanti, tapi begitu melihat hasil rapotnya kemaren, yah lumayan bangetlah buat anak yang tidak begitu suka belajar...hehehehe

mechta said...

mungkin ini PR buat semua yg terlibat didunia pendidikan, untuk bisa mewujudkan institusi sekolah dg kurikulum yg membuat anak senang belajar... *tapi rasa senang itu relatif juga kan? hehe...*

mechta said...

Oya...agak kaget dg tampilan baru Rumah Kayu... Terlalu 'penuh' dimataku... sorry...pandangan org awam nih.. :P

tia said...

Pertanyaan yang sama persis yang dilontarkan anakku.Dari banyaknya response terhadap blog ini, mungkin para pembaca mempunyai pertanyaan sama saat masih kecil, hanya norma masa lalu membuat tabu untuk bertanya seperti itu.Jawabanku sementara pada anakku, sementara selama belenggu ijazah masih diperlukan untuk berbagai keperluan kita tetap harus sekolah, namun bila suatu saat dengan kehebatan perkembangan dunia maya mungkin sekolah formal sudah tidak diperlukan lagi, tapi bila kamu tidak sekolah mau ngapain juga di rumah , main terus or game online terus lama-lama juga bosan, betapa menyenangkan setiap hari bertemu teman, berbagi informasi, berbagi permainan , dll.

w-rady said...

uhhhh...anak anak sama saja,
selalu ingin tauuu...dan pasti beda beda rasa ingin taunya...

sama juga dengan putri putriku..



loveUall

matanaga said...

anak2 memang slalu simpel
mereka mengekspresikan sesuai waktu dan kadang berubah-ubah.. ;p
"kamu harus belajar dan sekolah, nak? titik! apa kamu mau jadi tukang batu.. jika sudah dewasa nanti..?? ngga janji de!"
**ngangkat batu kali segede ember ;p

koming said...

anak2 klo pas waktu libur seneng bgt, pas waktu mulai sekolah beban bgt, bisa gak itu dibalik? biar sekolah menyenangkan serasa liburan?

erryandriyati said...

ehm...
belum samppai kesono sih mba...pertanyaan Kayla mah..
Tapi harus mulai siap siap deh...hihihi...

Pojok Pradna said...

wah rame..

Sekolah bikin pinter? Ah...Sekolah itu cuman bikin pinter 3 orang saja setiap kelasnya.

Tapi yang jelas, sekolah itu bikin pengalaman kita lebih banyak...kita jadi ngerasain bagaimana serunya disetrap, deg-degannya membolos, action manjat pagar pas telat...dan bagaimana asyiknya mengalahkan nilai anak yang tidak kita sukai (ini untuk bahasa anak2)

Dan yang jelas, sekolah itu membuka pola pikir kita (ini untuk bahasa bapak2).

jadi...sekolah itu menyenangkan! ^_^v

sandalilang said...

"Kenapa harus sekolah? Ketahuilah nak, ada banyak cara dan tempat untuk belajar.. Ada ilmu yang hanya bisa dipelajari di sekolah, dan ada juga ilmu yang hanya bisa dipelajari diluar sekolah... seperti di alam, dalam pergaulan dengan orang-orang dewasa, di tempat ibadah, dan banyak lagi tempat belajar lainnya.. Sebetulnya, kita semua bisa belajar dimana saja asal kita mau membuka mata, hati dan pikiran kita.. Walaupun terkadang menyebalkan, paling tidak sampai usiamu mendekati dewasa nanti, ilmu di sekolah itulah yang paling kamu butuhkan karena itu akan mempersiapkan kamu untuk masa dewasa nanti.. Bila nanti kamu sudah dewasa, ilmu diluar sekolahlah yang justru harus kamu kejar... Jadi yang sabar ya.. nikmati saja masa sekolah kamu sekarang dan coba raih semua ilmu yang ada... Bila kamu tidak suka sekolahnya, paling tidak pergilah ke sekolah untuk teman-teman kamu disana...Pecaya deh sama ibu, nanti kalau kamu sudah tidak sekolah, pasti kamu akan kangen dengan suasana sekolah.. :)"

Tunjung said...

Di sekolah selain belajar ilmu pengetahuan, anak-anak juga belajar berani mengekspresikan diri di depan banyak org, bersosialisasi, menyelesaikan masalah sendiri dgn teman, dan tentunya bermain dgn teman akrab. Itu antara lain yg gak didapat pada program home schooling. Hidup lebih berwarna dgn sekolah.

Post a Comment