Ketika Kemesraan itu Hadir Kembali...

Hari- hari seperti berlari.

BERPUTAR tanpa terasa, hitungan hari berubah menjadi minggu. Para bayi mungilnya sudah berusia enam minggu, dan Dee merasa situasi kini mulai terkendali.

Di hari- hari pertama setelah si kembar lahir, keletihan seringkali mendera. Dan diluar dugaan Dee, diantara rasa bahagia yang disebabkan oleh kehadiran si kembar yang mungil di tengah- tengah mereka, emosinya seringkali naik turun. Antara gembira, depresi, atau perubahan di antara keduanya.

Kadangkala pula, entah datang darimana, dia merasa seperti seseorang yang tak dapat melakukan apa- apa, merasa kecil dan tak berdaya. Di waktu yang lain, dengan tiba- tiba, kepercayaan dirinya meningkat tinggi.

Perasaan- perasaan yang membingungkan itu, untunglah, tak berlangsung terlalu lama. Suasana rumah yang menyenangkan, obrolan- obrolan seru dan tawa saat para kerabat dan kawan-kawan datang bertandang, dukungan keluarga besar dan terutama Kuti yang ringan hati membantu apapun yang dia bantu sangat berperan dalam membantu kestabilan situasi dan perasaan Dee.

love



Dee tahu bahwa apa yang dirasakannya normal. Ini adalah paradoks dari depresi pasca melahirkan. Ketika rasa sedih muncul justru di hari yang paling membahagiakan baginya saat bayi- bayi mungil dikaruniakan dalam rumah tangga mereka.

Hormon- hormon tentu berperan dalam hal tersebut. Dari apa yang pernah dibacanya, Dee tahu bahwa kadar estrogen dan progesteron turun mendadak setelah kelahiran, dan hal ini dapat menyebabkan timbulnya depresi. Mirip dengan apa yang terjadi secara rutin di saat- saat menjelang haid setiap bulan.

Selain hormon, Dee menduga bahwa perasaan tersebut juga timbul karena dia harus menyesuaikan diri dengan situasi yang baru. Terutama bahwa dia sekarang tak lagi dapat sepenuhnya mengendalikan hidup sesuai rencananya sendiri.

Ada banyak hal yang sangat tergantung pada para bayi, yang seringkali tak dapat diduga jadwalnya. Juga tanggung jawabnya jelas bertambah. Dari satu anak yang sudah mulai besar dan dapat mengurus dirinya sendiri, kini dirinya menjadi ibu tiga anak dan yang kelangsungan hidup dua diantaranya sangat tergantung pada dia.

Hari- hari memberikan ASI berteman dengan jeritan bayi dan cucuran airmata – airmatanya, bukan airmata si kembar – juga sudah berlalu.

Di hari- hari pertama, hampir setiap kali menyusui Dee harus bercucuran air mata. Ini pengalaman pertamanya menyusui bayi, jadi baik dia dan kedua bayi kembarnya sama- sama tak berpengalaman dalam hal ini. Dan betapapun besar tekad Dee untuk memberikan ASI pada bayinya, rupanya menyusui membutuhkan teknik tersendiri yang harus dikuasai baik oleh para ibu maupun bayinya.

Seringkali diperlukan waktu yang panjang hanya untuk membuat bayi- bayi mungil itu menemukan posisi yang baik dan tepat sehingga pemberian ASI dapat dilakukan dengan baik. Bayi- bayi tersebut, karena lapar, seringkali menjerit frustrasi pada kondisi seperti itu. Dee yang lelah dan bingung, tak jarang turut mencucurkan air mata karenanya.

Kuti sendiri, walau berusaha membantu menenangkan bayi- bayinya serta mendampingi Dee, tak dapat membantu lebih jauh dari itu. Ada banyak hal yang memang sepenuhnya bergantung pada saling pengertian dan kerjasama antara Dee dan para bayinya agar semua dapat berjalan lancar.

Dee tahu bahwa bayi- bayi amat sensitif. Jika ibunya sedih atau gelisah, hal tersebut akan dirasakan pula oleh sang bayi, dan biasanya bayi turut menjadi rewel. Kerumitan ganda muncul pada saat- saat seperti itu. Ketika dia sendiri merasa emosinya meluncur turun, bayinya rewel pula. Sungguh, hari- hari awal pasca melahirkan itu sama sekali bukan waktu yang mudah.

Ada banyak hari ketika Dee begitu ingin segera mandi atau mencuci rambut, sekedar merasakan aliran air hangat dan mencium wangi sabun yang akan membantunya merasa segar. Tapi bahkan kapan dia bisa mandipun jadwalnya ditentukan sepenuhnya oleh bayi- bayi kecil itu.

Dee tak pernah mengeluh. Dia tahu bahwa itu adalah bagian dari tanggung jawabnya sebagai ibu. Tapi semua rasa senang-sedih-gembira-panik-riang-depresi itu membuatnya seakan menaiki roller coaster terus menerus tanpa kepastian kapan roller coaster itu akan berhenti.

Kini, setelah beberapa minggu, semuanya mulai tertata kembali.

Si kecil tentu saja masih bangun di malam hari, tapi waktunya sudah agak teratur. Begitu pula pada siang hari. Ada jeda dimana para bayi terlelap yang cukup bagi Dee untuk sekedar menarik nafas. Melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri, mendengarkan cerita- cerita lucu Pradipta, atau kadangkala hanya duduk tak mengerjakan apapun di samping Kuti.

Hal yang selalu dinikmatinya sejak dulu.

Waktu yang sangat menyenangkan, ketika apapun yang terjadi di dunia ini seakan- akan tak relevan bagi dirinya saat dia bisa duduk tanpa mengerjakan apapun disamping suaminya.

Seringkali Kuti sedang membaca koran atau buku ketika Dee duduk diam seperti itu di sampingnya. Dan Kuti akan memegang koran atau bukunya dengan sebelah tangan sementara sebelah tangan lain memeluk istrinya. Gesture sederhana yang cukup untuk membuat Dee merasa sangat dicintai.

Dan kini… setelah sekian minggu berlalu…

Si kecil sedang tidur. Dee mempergunakan saat itu untuk melipat baju- baju mungil milik kedua bayinya.

Ketika itulah Kuti datang menghampiri. Melihat kedatangannya, Dee bergeser sedikit untuk memberi tempat pada sang suami.

Kuti mendekat, merapat di samping Dee, dan…

Diluar dugaan Dee, alih- alih membantu membereskan baju- baju bayi seperti yang disangkanya akan dilakukan Kuti, suaminya itu mulai membelai dan mencium Dee dengan lembut.

Oh.

Mmm…

Dee tak segera memberikan respons.

Di antara beragam hal baru dan berbagai kesibukan mengurus si kembar selama itu, dia sama sekali tak sempat memikirkan hal- hal yang berhubungan dengan kemesraan semacam ini.

Kuti membelainya hangat.

Dee selalu menikmati belaian suaminya. Selalu. Begitu pula sekarang.

Tapi, beragam keraguan menyeruak dalam hatinya.

Dia tak tahu, sungguh tak tahu apakah hal itu akan menyenangkan untuk dilakukan saat ini. Sama menyenangkannya seperti sebelum saat- saat kehamilan dan melahirkan, atau tidakkah? Akankah ada rasa nyeri? Dan, ah… Dee agak bingung. Jangan- jangan ASI-nya merembes pula nanti. Tentu tak nyaman rasanya.

Dee ingin membalas kemesraan yang diberikan suaminya dengan kemesraan yang setara, tapi dia sungguh merasa bimbang dan tak pasti…

p.s. i love you

picture taken from: http://www.flickr.com/photos/fluffyboo2/galleries/

3 comments:

srex said...

Semua akan mengalir apa adanya...kemesraan itu akan muncul kembali, menyesuaikan dengan waktu si baby...tapi untuk kembar...? ahh...mungin agak sulit yaa...hehe...

gimana yang kembar 3 atau 4 ya? :mgreen: d.~

Siti Rohana said...

Tidak usah takut bu, semua akan berjalan sebagaimana dulu

dengan berjalannya waktu... semua akan tertata kembali, gitu ya? terimakasih komennya yaaa... d.~

meiy said...

Mestinya lbh bergelora hehe, kan udah 'pause' ckp lama. kalo body n mind udah pulih pasti normal lg. Tp anak pertama n kembar pl, kebayang d capenya. Namun, konon, cape fisik tak mempengaruhi hasrat seksual selagi cinta msh membara ;)

ehm. jadi kata kuncinya 'cinta' ? :-) d.~

Post a Comment