Iklan, Internet dan Etika...

Suatu saat ketika lembayung menyelimuti senja...

KUTI menghirup susu coklat hangat di gelasnya perlahan. Pradipta duduk di sampingnya, juga memegang gelas yang menghamburkan wangi coklat. Berdua, mereka sedang mengobrol.

Dee ada di dekat mereka, tapi tak terlalu dapat terlibat dalam pembicaraan keduanya, sebab hal- hal yang dibicarakan ‘sangat laki- laki’, beberapa hal detail dan teknis tentang mobil, bus, kereta api yang bagi Dee sendiri sungguh 'tak ada bedanya' ( apa sih pentingnya memperhatikan bagaimana bentuk lampu sebuah mobil, atau kemana arah gerak wiper di bus, apakah bergerak ke arah yang sama, atau ke arah berlawanan, misalnya? Dee juga tak tahu secara detail tentang beragam komponen yang menggerakkan roda kereta api, hal yang sekarang sedang dibahas oleh Pradipta dan Kuti ).

Walau tak dapat turut mengobrol, tak berarti Dee tidak menikmati pemandangan dimana suami dan anaknya saling berdiskusi dan bertukar cerita semacam itu. Melihat hal tersebut terjadi selalu menyenangkan hati Dee. Dia tak keberatan untuk berada di sana, diantara suami dan anaknya yang sedang mengobrol sementara dia sendiri melakukan sesuatu yang lain.

Seperti saat itu.

Nareswara dan Nareswari baru saja terlelap. Dee mencuri waktu senggang itu untuk mandi sore ( setelah kehadiran bayi kembarnya, dia terlatih untuk mandi dengan cepat ), dan ketika ditemukannya kedua bayi tersebut ternyata masih pulas seusai dia mandi, Dee segera meraih komputernya lalu membuka sebuah folder dan dengan cepat menyisir file- file yang ada di situ.

Ketika diketemukannya apa yang dia cari, tanpa sadar Dee berkata, “Ah… ini dia!”

Mendengar celetukan Dee, Kuti menoleh. Dilihatnya Dee membuka sebuah file. Melihat logo di bagian atas file yang dibuka istrinya, dengan segera Kuti mengenali file apa yang sedang dibaca Dee.

Jurnal ilmiah.

Kuti menahan senyumnya. Tak perlu membaca judulnya untuk tahu topik apa yang sedang dibaca Dee. Pasti tentang etika marketing dan advertising, pikir Kuti.

Dee memang sempat mengatakan pada suaminya bahwa dia akan membuat sebuah posting untuk blog mereka terkait dengan pembicaraan pada hari sebelumnya tentang iklan yang mereka saksikan di televisi. Dee mengatakan pada Kuti bahwa dia pernah membaca artikel yang berisi kode etik periklanan serta sebuah jurnal yang berisi ulasan terkait topik yang sama.

Kini telah mengenal istrinya dengan baik, Kuti tak mempertanyakan untuk apa Dee yang bukan praktisi periklanan pernah membaca jurnal dan kode etik tentang iklan itu. Dia tahu bahwa Dee seringkali ingin tahu tentang bermacam hal. Dan Kuti tahu bahwa Dee sering memuaskan rasa ingin tahunya itu dengan membaca berbagai jurnal ilmiah...

Kuti menelan senyumnya lagi.

Dia teringat dulu sebelum mereka menikah, ketika pertama kali melihat Dee membaca jurnal- jurnal semacam itu, digodanya Dee dengan mengatakan bahwa cara Dee membaca jurnal itu memberikan kesan bahwa jurnal- jurnal itu seindah puisi di mata Dee.

Dee tertawa saat itu. Dia tahu bahwa Kuti sedang menggodanya ( dan mungkin menganggapnya 'aneh', he he he ) tapi dia tak perduli. Dee memang senang membaca artikel- artikel ilmiah. Katanya pada Kuti, apa yang dikatakan Kuti bahwa membaca jurnal ilmiah itu seasyik membaca puisi memang benar.

Haaa? Benar???

Kuti terbahak mendengar jawaban Dee.

Dan Dee dengan bersungguh- sungguh mengangguk. Jurnal ilmiah dan puisi seringkali memberikan output yang sama, yaitu jawaban atas pertanyaan- pertanyaan yang berputar- putar di kepala dan hatinya, begitu kata Dee.

Jurnal atau puisi yang bagus, menurut Dee, bisa membuat pikirannya terbuka, menjadi terang dan memahami banyak hal dalam hidup.

Dan begitulah… Kecintaan Dee pada jurnal- jurnal ilmiah tak pernah hilang sampai saat ini, sama seperti kecintaannya pada puisi. Jadi Kuti sama sekali tak heran ketika setelah menonton iklan di TV yang kemudian disambung dengan percakapan ringan apakah hal tersebut melanggar etika atau tidak kemarin itu, Dee berkata bahwa dia pernah membaca artikel dan dokumen yang  terkait dengan topik tersebut.

Kuti juga tak heran bahwa ketika Dee berkata dia ingin menulis sesuatu di blog mereka terkait hal tersebut lalu sang istri memulainya dengan mencari dan membaca kembali artikel- artikel yang dulu pernah dibacanya itu.

Kuti tahu, bagi Dee, melakukan telaah literatur semacam itu merupakan sebuah ‘prosedur operasi’ untuk memastikan bahwa apa yang dituliskannya kelak akan dapat dia pertanggung jawabkan.

Seakan dapat membaca apa yang sedang dipikirkan Kuti tentang dirinya, tiba- tiba terdengar Dee berkata " Aku tadi blogwalking, ‘yang," begitu katanya, " Dan aku menemukan sebuah posting yang mengatakan bahwa Internet tak Pernah Lupa. "

" Aku sepakat dengan isi posting tersebut, " kata Dee lagi tanpa menunggu komentar Kuti, " Dan yaaa… walau barangkali tak bisa menjadi sempurna dengan meraih angka 10, tapi aku juga ingin menjadi pengguna internet yang sehat dan bertanggung jawab seperti yang dibahas dalam posting tersebut, “ ujarnya sambil terus membaca artikel di layar komputernya.

Kuti mengangguk. Dia kebetulan juga sudah membaca posting yang diceritakan Dee itu.

Dee tak mengatakan apa- apa lagi setelah itu sebab dia makin terserap pada apa yang sedang dibacanya. Kuti sendiri lalu mengobrol kembali dengan Pradipta, membahas tentang beragam bentuk serta ukuran setir yang digunakan pada bus serta mobil balap…

p.s. i love you

picture taken from: http://www.spiread.com/