Haruskah suami mendampingi istri melahirkan?

Mengenang detik-detik jelang persalinan...

KUTI menatap bubur yang dikirimkan Hes dengan penuh minat. Walau biasanya tak suka, namun melihat bubur berbentuk hati yang dikirimkan tak urung membuat Kuti penasaran. Apakah rasanya seindah bentuknya?

Tapi Hes jelas-jelas mengatakan bubur ini untuk syukuran. Jadi dia harus menahan diri, pikir Kuti. Toh jika saatnya tiba, dia akan mendapat kesempatan mencicipi. Dua bintang masih terlalu kecil untuk mencicipi bubur yang dibuat 'tante Hes'.

Bubur kiriman Hes merupakan rangkaian kejutan demi kejutan yang terjadi menjelang dan selama persalinan. Sekaligus menjadi bagian yang sangat membahagiakan.

the-twin



Kuti ingat bagaimana paniknya dia ketika melihat baju hamil dee bernoda darah. Kuti tak tahu persis bagaimana proses persalinan seorang perempuan, namun firasatnya mengatakan bercak darah itu bukan pertanda baik.

Kuti langsung membawa dee yang terus menggeliat ke klinik. Untunglah, klinik itu sangat profesional. Tak ada tetek bengek pendaftaran dan biaya administrasi bertele-tele. Melihat kondisi Dee, para suster langsung membawanya memasuki sebuah ruangan. Dan dokter kemudian muncul. Seorang dokter cantik berusia 40-an, yang selama ini memeriksa kandungan Dee.

"Bapak mau ikut melihat?" Dokter itu bertanya sambil tersenyum.

Kuti tergagap, tak menyangka akan ditanya seperti itu.

"Ah gak, gak usah aja..."

Dokter itu mengangguk. Dan langsung menutup pintu.

Dan tinggal Kuti yang berdiri dekat pintu. Menanti. Dengan hati berdebar.

Kuti melihat Pradipta yang sedang mengamati gambar-gambar yang ditempel di klinik. Peluh Kuti mengalir deras kendati ruangannya ber-AC. Dada Kuti  berdebar. Bertalu-talu.

"Oh Tuhan, tolonglah agar persalinan bisa lancar. Berikan kekuatan untuk istriku..." Itu bagian dari doa yang terucap. Baik yang diucap sambil berbisik maupun terungkap dalam hati.

Tiba-tiba pintu terbuka. Dua suster berlarian memasuki sebuah ruangan. Dan kembali juga dengan berlari. Mereka nampaknya sengaja tak mau menoleh kepada Kuti.

Perasaan Kuti menjadi tidak enak. Apa yang terjadi?

Ah, kini Kuti menyesal telah menolak ajakan dokter tadi. Apakah sebaiknya dia di dalam sana, menemani istrinya yang melahirkan?

Haruskah suami mendampingi istri yang melahirkan?

p.s

I love you...

picture taken from: www.clipartguide.com

3 comments:

hes said...

.. biasany suami memang dharapkan khadirannya di ruang bersalin.bukan hanya untuk mnenangkan sang istri tetapi jg untuk kondisi yang mharuskan dokter mngambil tindakan sesegera mgkn,kputusan sang suami sangat dperlukan saat itu jg. seperti waktu aku melahirkan anakku yang pertama.bayinya tersangkut dijalan lahir sementara detak jantungnya mulai melemah,saat itu dokter mmutuskan untuk menggunakan alat untuk menarik bayi (vakum).suamiku yg bersamaku dminta menandatangani surat persetujuan tindakan,jadi susternya tdk harus keluar dulu mcarinya hehe walau mungkin kalau suami tidak ikut masuk surat persetujuan tindakan harus dtandatangani sebelumnya.buat aku sih kehadiran suamiku memang sangat sangat sangat mbantuku melalui setiap rasa sakit kontraksi.istilahnya kalau suami melihat perjuangan istrinya melahirkan akan semakin cinta,begitu juga aku padanya. ahaay ;)

dheminto said...

memang penyesalan datang kemudian. semuanya telah terjadi ya sudah lupakan, smua pasti ada hikmahnya. tapi memang pada umumnya wanita lebih suka ditunggu suami ketika melahirkan, karena bisa jadi motivator yg luar biasa. so masih ada kesempatan lagi kan?
met kenal lagi ya..

sandalilang said...

Sebaiknya suami memang mendampingi istri saat melahirkan untuk mensupport istri yang sedang berjuang dan biar sedikit banyak ikut merasakan perjuangan istri... itu juga yang aku lakukan saat proses kelahiran anakku kemarin..

Post a Comment