Kue Pancong, Awug dan Persalinan...

Pagi yang ramah.


Matahari bersinar hangat, dan dari ruang tamu di rumah kayu terdengar percakapan riang diselingi senda gurau.


Dee dan Kuti sedang mengobrol dengan beberapa kawan lama Dee. Kawan- kawannya dari masa sekolah dulu. Kebanyakan dari mereka sudah pernah bertemu dan diperkenalkan Dee pada Kuti. Hanya ada seorang yang baru pertama kali ini bertemu dengan Kuti.


Mudah diduga, percakapan diisi beragam topik. Dari soal bayi ke pekerjaan di kantor, sampai anak yang mogok sekolah. Dari masalah jalan yang rusak hingga mantan pacar jaman dahulu.


Dan..


‘Reuni kecil’ itu juga dimeriahkan dengan hadirnya oleh- oleh yang dibawa oleh kawan- kawan Dee berupa penganan tradisional yang dulu sering mereka beli di saat istirahat sekolah.


bandros


Dee senang sekali. Kawan- kawannya membawakan kue pancong dan awug. “ Tukang kue pancongnya masih yang dulu Dee, Bapak- bapak yang sama dengan jaman kita sekolah dulu, “ kata salah seorang kawan Dee.



Hmm, Dee mengambil sepotong kue pancong dari piring. Dia percaya apa yang dikatakan kawannya itu sebab rasa kue pancong tersebut persis seperti apa yang selalu ada dalam ingatannya.


Kue Pancong, atau dikenal juga dengan nama bandros, adalah kue yang terbuat dari tepung yang dicetak dengan bentuk yang khas. Biasanya penjual kue ini memiliki dua varian rasa, yaitu asin dan manis. Adonan bandros yang asin dicampuri parutan kelapa. Warnanya putih. Sementara itu yang manis biasanya berwarna kekuningan.


Dee tidak begitu yakin tapi dia menduga bahwa jenis tepung yang digunakan untuk bandros asin berbeda dengan yang manis. Yang asin dan dicampur dengan parutan kelapa itu mungkin tepung beras, sementara yang manis dibuat dari tepung terigu, telur, gula, yang lalu diberi soda kue agar mengembang.


Kue pancong manis yang dikenal Dee di masa sekolah dulu adalah jenis yang polos. Tapi belakangan beberapa penjual kue ini memodifikasinya dengan menambahkan taburan coklat atau keju di atasnya.


“ Awug ini juga dibeli di tempat kita biasa beli dulu? “ tanya Dee.


awug-3


“ Tidak, Dee, “ jawab kawannya. “ Penjual awug langganan kita dulu sudah meninggal. Yang ini aku beli di tempat lain. Tapi sama enaknya kan? “


Dee mengangguk. Awug yang dibawa kawannya itu memang enak.


Awug, menurut pendapat Dee, sebenarnya mirip kue putu. Bahan dasarnya adalah tepung beras dan juga gula merah. Hanya saja kue putu biasanya dicetak dalam buku- buku bambu, sementara awug dibuat dalam cetakan berbentuk kerucut serupa cetakan yang biasa digunakan untuk membuat tumpeng. Saat hendak disantap awug dikerat- kerat dan seperti juga putu, dihidangkan dengan parutan kelapa.


awug_1


Dari bandros dan awug, pembicaraan beralih ke beberapa jenis makanan nostalgia lain. Salah satunya adalah bubur ayam kondang yang letaknya tak jauh dari sekolah. Jenis makanan yang membuat banyak kawan Dee tergila- gila tapi tak pernah menarik hati Dee. Bubur selalu membuatnya teringat saat sakit di masa kecil ketika dokter melarangnya makan nasi dan hanya mengijinkan makan bubur.


Dalam keadaan sakit atau sehat, Dee tak pernah menyukai bubur, kecuali jenis bubur yang manis atau gurih seperti yang dibuatkan Hes untuk selamatan si kembar. Jenis itu dia sukai.Bubur yang semata berupa nasi cair, walau telah dikemas menjadi bubur ayam yang menurut banyak kawannya enak sekali, hampir tak pernah disentuh Dee.


Lalu pembicaraan meloncat lagi pada pada beberapa orang guru di sekolah. Kemudian bergeser pada ketua kelas mereka yang ganteng dan sangat populer di kalangan gadis- gadis, kemudian beralih lagi pada topik lain...


Salah seorang dari kawan Dee berbicara pada Kuti, “ Kemarin ikut masuk ke dalam ruangan bersalin, kan? “ tanyanya dengan nada yang sebetulnya hanya menegaskan, bukan bertanya.


Kuti agak tergagap. Dia belum menjawab pertanyaan tersebut ketika kawan Dee yang lain bercerita bahwa saat dia melahirkan suaminya ada bersamanya di dalam ruang bersalin. “ Tangan suamiku sampai luka karena aku mencengkeram keras saat aku kesakitan waktu melahirkan dulu, “ kata teman Dee itu.


“ Suamiku juga masuk ke ruangan bersalin waktu aku melahirkan dulu, “ kata kawan Dee yang duduk tepat di hadapan Kuti. “ Aku memang sejak awal kehamilan sudah mengatakan pada suamiku bahwa aku ingin dia masuk ke dalam waktu aku melahirkan. “


Kuti melirik Dee.


Istrinya tak menampakkan perubahan air muka. Dia tidak mengeluarkan tatapan tajam untuk mengekspresikan kekesalan sebab Kuti tak mendampinginya di dalam ruangan, tidak pula menunjukkan pandangan jahil menggoda penuh tawa. Raut muka Dee biasa saja.


“ Kuti kemarin luka- luka kena kuku juga nggak Dee, tangannya, waktu kamu melahirkan ? “, kawan Dee yang bercerita bahwa dia melukai tangan suaminya saat dia mencengkeramnya keras- keras saat proses melahirkan bertanya pada Dee.


Terdengar suara tawa kecil.


Dee yang sudah hendak menjawab mengurungkan niatnya dan menoleh ke arah suara tawa tersebut. “ Dee teriak keras sekali nggak waktu melahirkan kemarin? “ tanya kawan Dee yang barusan tertawa pada Kuti, “ Atau dia manis dan tidak berteriak- teriak saat melahirkan? “


Ugh. Mmm.. Kuti berpikir- pikir bagaimana cara menjawab pertanyaan- pertanyaan yang dia sungguh tak tahu jawabannya itu sebab dia tidak turut masuk ke dalam ruangan bersalin ketika Dee melahirkan kemarin.


Kuti menanti di depan pintu di luar ruang bersalin saat itu.


Diliriknya kembali Dee yang juga tampak tertawa riang, larut pada obrolan dengan kawan- kawannya. Tak ada sinyal apapun yang dikirimkan Dee pada Kuti mengenai bagaimana seharusnya pertanyaan itu dijawab.


Dan... tepat ketika itulah terdengar suara tangis bayi dari arah kamar. Tangis pertama itu lalu disusul oleh tangisan kedua. Sang bintang kembar terbangun bersamaan rupanya.


Refleks, Dee dan Kuti serentak berdiri bersamaan seraya meminta maaf pada para tamu seraya mengatakan bahwa mereka hendak melihat kedua bayi mereka dulu di kamar.


Teman- temannya mengangguk mengerti. Obrolan seru mereka, termasuk tentang kehadiran atau ketidak hadiran suami di dalam ruang bersalin sementara terkalahkan oleh kepentingan para bayi dan baru akan dilanjutkan lagi nanti saat kedua bintang kembar tersebut terlelap kembali...


p.s. i love you

2 comments:

Pojok Pradna said...

yang bikin menyesal baca postingan ini adalah, foto2 kue Carangpedopo yang sengaja aku request ke ibunda waktu aku pulkam, yang rencananya buat "Obrolan Sore Behind The Scene"....ilang entah kemana :((

Marshall said...

Yo! Is it okay if I go a bit off topic? I'm trying to view your post on my Mac but it doesn't display properly, do you have any suggestions? Thanks in advance! Marshall

Post a Comment