Cobek, Ulegan, Kopi, dan...

Sinar mentari melimpah menghangati rumah kayu…

Dee dan Kuti duduk di ruang tamu rumah mereka, masing- masing memangku seorang bayi. Pradipta, si sulung, berlarian keluar masuk rumah. Menyapa kucing abu- abu kesayangannya, mengelus- elusnya sebentar lalu berlari ke halaman bermain sepeda. Kemudian dengan peluh membasahi muka dan badan masuk lagi ke rumah, meneguk segelas air, menghampiri Dee dan Kuti serta memeluk dan mengecup pipi kedua orang tuanya sejenak lalu secepat kilat berlari kembali ke halaman rumah.

Obrolan ngalor ngidul dengan para tamu dimulai lagi. Urusan kue pancong dan awug kembali muncul, ditambah dengan percakapan mengenai beragam jenis jajanan kaki lima yang sering mereka kunjungi bersama.

Saat mengobrol tentang beragam jajanan itulah salah seorang kawan Dee tiba- tiba teringat sesuatu. Dia mengeluarkan telepon genggamnya lalu menunjukkan sebuah gambar yang konon diambilnya saat dia sedang makan di kaki lima akhir minggu yang lalu.

Gambar seorang anak lelaki.

Dee terpana.

cobek-ulegan



Anak lelaki itu tampak berjongkok di trotoar. Di dekatnya ada pikulan berisi peralatan penting di dapur banyak orang Indonesia, yaitu cobek, tempat membuat sambal lengkap dengan ulegannya.

Dan bukan urusan sambalnya yang membuat Dee kaget, tapi…

“ Anak ini jualan? “ tanya Dee.

Kawannya mengangguk.

“ Yang dijual cobek dan ulegan itu? “

Kawannya mengangguk lagi.

Dee terdiam. Bisa dibayangkan, secara harfiah, betapa berat beban yang harus ditanggung anak tersebut saat berjalan membawa cobek dan ulegan yang dijualnya.

Kawan Dee dengan segera mengerti. Mereka kawan lama, dapat diduganya apa yang dipikirkan Dee.

“ Anak ini sekolah, Dee, kelas 5 SD, katanya… “

Oh, Dee menarik nafas, agak lega. Paling sedikit anak ini masih sekolah. ( Sekarang, entah nanti, tambah Dee dalam hati… )

“ Dia berjualan cobek dan ulegan itu setiap hari Minggu. Rumahnya di luar kota. Jadi dia pagi- pagi buta naik kereta api diesel dari rumahnya ke kota, berjualan dan pulang kembali ke rumah di malam harinya… “

“ Berapa harga sepasang cobek dan ulegan ini? “ tanya Dee lagi.

“ Dia tawarkan dengan harga 15 ribu, boleh tawar, katanya… “

Dee tersenyum getir. Dia tak mengatakan apa- apa. Seorang kawan lain, yang juga kawan baik Dee yang lalu mengatakan apa yang ada di kepala Dee. “ Hayoooo… “ kawan tersebut berkata, “ Masih pada tega beli kopi yang mahal itu setiap pagi nggak kalau sudah lihat begini? Kalaupun cobek dan ulegan ini terjual semua, jumlah uang yang diterima anak ini mungkin hanya sama dengan harga kopi bermerk dan sepotong kue yang dibeli sebagai sarapan oleh banyak orang yang berkantor di gedung- gedung tinggi itu… “

Dee dan Kuti saling bertukar pandang.

Kebetulan saja, Dee dan Kuti memang bukan penggemar kopi, jadi mereka hampir tak pernah membeli kopi mahal di gerai- gerai kopi bermerk itu.

“ Ah kamu ini, “ komentar kawan Dee yang lain lagi, “ Menikmati hidup kan boleh saja dong… Kita sudah kerja keras masa’ tidak boleh bersenang- senang sedikit ? “

Dee tersenyum. Perkawanan yang hangat. Pembicaraan terbuka yang membawa pencerahan.

“ Betul koq, “ komentar Dee. “ Nggak ada yang melarang kita menikmati hidup, asal tidak berlebihan. Dan tentu saja, kita berhak menerima reward atas kerja keras kita, asal… jangan lupa… dari rejeki yang kita terima itu ada sebagian hak orang lain yang harus kita sisihkan… “

“ Nah tuh, dengar… “ celetuk kawan yang tadi berkomentar tentang ‘boleh dong menikmati hidup setelah bekerja keras’ itu , “ Menikmati hidup itu boleh- boleh saja. Dan kita nggak harus anti kemapanan kan, Dee? Jadi kaya itu bukan dosa kan? “

Dee tertawa.

“ Nggak, “ jawab Dee. “ Siapa bilang jadi kaya itu dosa? Kita semua memang diajarkan agar rajin mencari rejeki, bukan? Dan jika kerajinan itu berujung pada ‘jadi kaya’ tersebut, ya tentu itu bukan dosa serta harus disyukuri. Sepanjang... cara memperoleh rejekinya baik dan dipergunakan dengan cara yang baik juga… “

Kuti menatap istrinya. Pemikiran Dee itu tentu saja bukan hal baru bagi dirinya. Walau berpembawaan sederhana, Dee memang tidak anti kemapanan dan selalu berpendapat bahwa orang kaya harta, jika dilengkapi dengan hati yang ‘diletakkan pada tempat yang benar’, menurut istilah Dee, maka kekayaan itu bisa sangat bermanfaat bagi banyak orang.

“ Yang nggak boleh itu kan kaya karena korupsi, dan menjadikan harta sebagai suatu tujuan hidup, sehingga orang menghalalkan segala cara untuk mencapainya… “ kata Dee.

Kawan- kawannya beramai- ramai mengamini apa yang dikatakan Dee.

***



Bayi kecil yang dipangku Kuti menggeliat.

Kuti mengusap dan menepuk- nepuk bayinya dengan lembut untuk membuatnya tenang. Dan seorang kawan yang melihatnya melakukan hal tersebut pada sang bayi teringat lagi pada percakapan yang belum selesai. “ Eh , jadi, Kuti tidak masuk ke dalam ruangan kemarin waktu Dee melahirkan? " komentarnya. Lalu disusul dengan pertanyaan " Kenapa tidak masuk? “

Dan pandangan para tamu beralih pada Kuti, menanti jawabannya…

p.s. i love you

9 comments:

rice2gold said...

sekilas bila melihat mereka (waktu masih tinggal di Bandung seringkali menjumpai mereka berkelompok usai berkeliling dari satu trotoar-trotoar yang lain) tentu rasa iba yang menghinggapi, selanjutnya menohok ulu hati yang terkadang tak bersyukur dan gampang menyerah dalam menjalani hidup. Betapa masih belianya mereka, telah diberikan ujian sekaligus pembelajaran untuk bertahan hidup dengan segala daya dan upaya yang mereka miliki untuk keluarganya, emak-bapaknya juga adik-adik mereka.
Tetapi memang potret-potret seperti itu terkadang hanya menghasilkan "empati sesaat", tidak menjadi sebuah kesadaran yang terbangun secara kolektif kendati banyak orang yang tersentuh saat melihatnya.

kakve-santi said...

inikah yang disebut pemerataan sosial..?
dimana anak2 ditelantarkan dan tidak dipandang oleh negara..?

mechta said...

' Menjadi orang kaya, dengan hati yg diletakkan pada tempat yg benar..' hm...semoga....

anny said...

Lihat foto anak ituuu...........mba Dee, hiks....gak bisa berkata kata :((

hes said...

.. pernah tahu juga kisah anak-anak penjual cobek ini. mereka dikoordinir oleh orang-orang dewasa yang memang sengaja menempatkan anak-anak ini untuk menjual cobek. tujuannya memang untuk menarik empati pembeli. tapi akhir kata memang seperti kata mas r2g soal empati sesaat itu.

ya bisa jadi ada koordinatornya hes... but in any case, anak- anak itu nggak akan melakukan hal tersebut ( jualan cobek sambil keliling ) jika mereka sejahtera. ini mungkin saja sebetulnya kasusnya jadi mempekerjakan anak di bawah umur, yang sebenarnya secara legal dilarang...

tentang empati sesaat... mmm, kalo aku pikir sih, sesaat lebih baik daripada tidak sama sekali, he he he... dan kadangkala yang sesaat juga bisa membuat perbedaan besar :-) d.~

srexAsyangar said...

Kasihan anak itu.....
semoga ke uletan dia akan membuahkan hasil di kemudian hari....berjualan mobil...
O ya....bayi kecil itu udah di pangku...?

atau jual apartment, atau kapal terbang? he he he...
btw... mmm, kalo gendong bayi sambil orang tuanya duduk, disebutnya apa ya... aku ngga bisa nemu kata lain selain 'dipangku' -- tentu bukan maksudnya bayinya didudukkan gitu, ha ha ha.. tapi digendong sambil yang gendong duduk juga namanya dipangku bukan? ( bukaaannnn??? he he he... apa dwonnng? :P ) d.~

Huda said...

g jadi ikutan beli cobek n ulegnya mbak,... ? :D yach,.... beruntunglah kita2 masih d beri kecukupan dan masih d beri hati nurani untuk mencerna apa yg kita lihat dan dengar seperti pada pemandangan yg seperti ini .

[BLOCKED BY STBV] WordPress Tutorial said...

WordPress Tutorial...

Hi and thanks for yet another first-rate article. I am always researching for super WordPress helpful tips to recommend to my own readers. Thank you for making this article. It’s exactly what I was looking out for. Truly marvelous post....

Suara Hati said...

Mmm..sama, saya juga gak suka dan gak bisa minum kopi...maaf gak nyambung komennya yah..hehehe

Ya nyambung-lah ngga suka dan ngga bisa minum kopi-nya itu... he he
Apa kabar Mou... wah tampaknya begitu nyampe langsung tenggelam lagi niiii... nggak sempat tarik nafas ya Mou?
Take care. Kapan2 kita ketemuan lagi yaaaaa... d.~

Post a Comment