Cinta Yang Mengalir Deras Itu...

Cinta yang mengalir deras itu…

BERNAMA Air Susu Ibu.

ASI.

Menulis serial tentang si kembar Nareswara dan Nareswari di rumah kayu merlemparkanku pada ingatan tentang situasi yang ( beberapa kali ) kuhadapi di tahun- tahun silam.

Seperti yang dikatakan Kuti, dalam kehidupan nyata, aku tak memiliki anak kembar. Ide tentang kehadiran bayi kembar di rumah kayu adalah satu dari sekian ide ’ iseng tapi produktif ’ yang terjadi saat gurauan atau pemikiran error salah satu dari kami disambut gembira dan alih- alih ditolak malah diterima dan dikembangkan menjadi error pangkat dua ( atau error kembar? ha ha ha !) oleh yang lain.

Tapi sungguh, tak perlu memiliki bayi kembar untuk mengalami situasi dimana bahkan sekedar untuk mandi dan makanpun seorang ibu yang baru melahirkan bayinya harus mencuri waktu. Karena begitu memiliki bayi, jika ibu tersebut memutuskan untuk merawat sendiri bayinya dan memberinya ASI, maka jadwal hidup sang ibu akan tergantung dan diatur oleh bayinya, bukan sebaliknya.

breastfeeding



Dan itulah yang terjadi padaku saat bayi- bayi mungil dikaruniakan dalam rumah tangga kami – aku dan suamiku.

Kami tak pernah memiliki baby sitter. Begitu bayi lahir, saat masih cuti hamil, bayi kupegang sendiri. Dua anakku dilahirkan di kota kelahiranku. Artinya, aku kembali tinggal di rumah ibu saat baru melahirkan. Dan sungguh aku sangat terbantu karenanya sebab aku ‘terbebas’ dari urusan rutin rumah tangga seperti memikirkan harus masak apa hari ini, dan hal- hal lain semacam itu. Juga, ibuku dengan senang hati mengajarkan padaku pernak –pernik cara merawat bayi pada aku dan suamiku (yang menengok aku dan bayi di akhir minggu sebab kami tidak tinggal di kota yang sama ).

Dalam beberapa hal, haha.. perlu diakui, suamiku menyerap pelajaran yang diberikan ibuku dengan lebih cepat dengan tingkat keterampilan yang dengan segera mengalahkan aku.

Oh, jangan heran.

Suamiku adalah orang yang memang ‘dari sananya’ mencintai dan dicintai anak- anak kecil. Menjelang kami menikah dulu, aku bahkan mendengar cerita yang disampaikan oleh beberapa kawan yang bersekolah di kota dan negara yang sama dengannya saat (calon) suamiku itu mengambil gelar Masternya bahwa jika para orang tua berkebangsaan Indonesia perlu (atau ingin) bepergian tanpa mengajak anak- anak mereka,maka ada solusi mudah yang dapat dilakukan: titipkan saja anak- anak itu di tempat tinggal suamiku ( suamiku tidak suka tinggal di asrama, karenanya dia menyewa flat berpatungan dengan beberapa kawan mahasiswa asal Indonesia ).

“ Penitipan anak gratis “ ini, perlu dicatat, terjadi saat suamiku sendiri masih bujangan. Kami belum menikah saat itu.

Dari apa yang aku dengar, baik suamiku dan anak- anak yang dititipkan padanya itu selalu menikmati kebersamaan mereka. Bahkan ada satu cerita lucu sehubungan dengan ini, yaitu bahwa salah seorang anak perempuan berusia sekitar 4 tahun yang sering dititipkan orang tuanya pada (calon) suamiku itu sampai mogok, tidak mau menyanyikan lagu ‘Satu- satu Aku Sayang Ibu’.

Gadis cilik yang memiliki seorang kakak ini selalu kesal jika menyanyi lagu ini karena setelah sayang ibu, ayah dan adik kakak, tak ada lagi tempat dalam lagu tersebut untuk mengatakan bahwa dia juga sayang pada “Oom S “, (calon) suamiku itu. Dan karena tak ada solusi dapat diberikan sehubungan dengan ini, maka dia tak lagi mau menyanyikan lagu itu… Ha ha ha, lucu sekali !

Jadiiii…

Aku ‘terima nasib’saja ketika dengan segera suamiku tampak begitu piawai merawat bayi, termasuk memandikan bayi dengan cara yang benar, sementara aku walau bisa tapi selalu tampak kagok melakukannya.

Sampai saat ini aku ingat pertanyaan anak sulungku yang saat itu masih balita ketika menyadari bahwa ayahnyalah yang selalu memandikan adiknya. “ Bapak, “katanya, ” Kenapa adik selalu dimandikan oleh Bapak, bukan oleh Ibu? “

Dan ayahnya, dengan nada bicara yang biasa saja menjawab,”Soalnya ibu nggak bisa mandiin bayi… “

Ya ampun!

Statement yang mungkin klasifikasinya ‘just a matter of fact’ saja bagi suamiku itu merupakan salah satu pelajaran awal bagi sulungku untuk mengetahui bahwa pandangan tradisional tentang tugas dan keterampilan yang dimiliki oleh perempuan dan laki- laki dalam rumah tangga banyak kali dijungkir balikkan dalam rumah tangga kami...

***



Saat melahirkan anak ke-3, aku tak lagi melahirkan di kota kelahiran sebab dua anakku yang terbesar sudah sekolah dan terlalu repot untuk tinggal terpencar- pencar di kota yang berbeda. Jadi aku melahirkan di rumah sakit yang dekat dengan tempat tinggal kami dan hari- hari pertama setelah melahirkan kulewatkan di rumahku sendiri, tak lagi di rumah ibu.

Lalu, menjadi piawaikah aku memandikan bayi?

Ha ha ha… sayang sekali jawabannya adalah: tidak.

Sebab aku selalu menjadi ‘pemain cadangan’ dalam team yang bertugas memandikan bayi. Ada suami, ada ibuku yang seringkali datang menengok cucunya, serta ada lagi asisten rumah tangga yang telah tinggal bersama kami sejak hari pertama kami berumah tangga ( dan masih ikut kami sampai hari ini ) yang juga.. piawai memandikan bayi.

Jadi dalam hal ini, sang pemain cadangan hampir tak pernah perlu turun gelanggang, ha ha ha…

Tapiiiiii…

Ada satu hal yang siapapun tak dapat menggantikan aku. Yaitu dalam hal…

Memberikan ASI.

Dan itulah salah satu caraku untuk menyatakan cinta pada para malaikat kecil yang dikaruniakan pada kami. Setiap tetes air susu yang mengalir itu sarat dipenuhi rasa cinta dari seorang ibu yang tak pandai memandikan bayi pada bayinya…

***



ASI, cara menyatakan cinta yang oleh Tuhan hanya diberikan hak-nya pada para Ibu.

Karenanya,bagiku, tak ada pertanyaan. Tak pernah ada pilihan lain. Aku adalah seorang ibu yang akan selalu berada pada barisan terdepan kampanye pemberian ASI bagi para bayi…


p.s. i love you...



picture taken from: http://sebchuajr.multiply.com
( The Bond: UNICEF Sculpture to Commemorate Breast Feeding Month, August 2009 )

( bersambung )

4 comments:

sandalilang said...

like this very much....

you are as generous as usual... ha ha ha... ( biasanya 'indah... indah... indah'... kali ini 'like this very much'... he he he... itu mah setali tiga uang atuh... hehe... but thank you anyway, selalu senang dapat apresiasi semacam ini :-) ) d.~

penyuuuuuuuu said...

aku jadi ingat sering mewek kalau lagi menyusui saking gak sanggupnya menahan luapan emosi yang mengalir deras tersebut. Lebay yaah?

ha ha ha.. air mataku bahkan mengalir ketika menulis posting ini (*sama-lebaynya.com* :P )

btw.. that's the beauty of being a mother.. saat air mata mengalir untuk banyak hal, senang, sedih, kuatir, bahagia... dan beragam rasa lainnya... :-) d.~

Bibi Titi Teliti said...

Waaaaah...
kok samaan siiiiih....
Abah juga paling jagoan mandiin anak2 waktu masih bayi lho mba,,,
Sedangkan aku kebanyakan takut nya...*dan malesnya*..hihihi...

Saking jagonya...aku dulu sempet curiga kalo si Abah itu mantan duda..hihihi...

Aku juga sekarang masih ASI mba...
Walopun udah gak serepot bayi dulu, karena Fathir kan udah bisa makan dan banyak ngemil...
Tapi tetep...bangun malem yang paling menderita...hiks...

Ha ha ha... dasar Erry! Eta si Abah terussss aja dikata-katain (walau aku tau, ini cara Erry mengatakan 'i love you' pada si Abah ya?)

Dinikmati aja Ry, semua 'penderitaan' itu, sebab nanti, sekian tahun ke depan, penderitaan itu akan dapat dikenang dengan cara yang lucu dan mengharukan -- juga dirindukan (dan kalau rindu, ya nambah punya bayi lagi aja, biar 'masa penderitaan' dapat diperpanjang... ha ha ha ha ha ... :lol: ) d.~

srexAsyangar said...

Ada kenikmatan yg terperi saat seorang ayah memandikan bayi nya...bener loh...sensasi aneh saat menyentuh dan membelai makhluk tak berdaya yang kehidupannya totally dependent pada orang tuanya. Dan ku rasakan sudah naluri seorang ayah (yg bener) untuk melindungi dan merawat keturunannya.
O ya soal ASI, harus diakui itulah keistimewaan seorang ibu/istri...sang ayah harus menerima kenyataan ini dan memberikan prioritas ASI pada sang bayi...sang ayah kudu bersabar untuk sekedar menerima "kaleng" nya aja...hehe..

kaleng? mmm... bayiku dong, kerennnn... wadah ASInya genuine leather, bukan kaleng.. ha ha ha ha ha ;-) d.~

Post a Comment