Yang Tersisa dari 'Copyright Inspirasi Negeri'

ADA diskusi menarik yang berlangsung di beberapa blog blogdetik selang beberapa hari terakhir ini, menyangkut copyright buku 'Inspirasi Negeri' yang digagas eyang Anjari.

Posting ini mungkin sebagai pelengkap atas berbagai posting yang sudah dibuat, seperti kupasan Mou ditinjau dari sisi hukum, paparan padiemas, dan 'kisah fiksi' ala rumahkayu yang dibuat Dee.

copyright

Buku Inspirasi Negeri berawal ketika eyang membuat kontes ngeblog bertema Inspirasi Negeri. Saat itu Eyang menyatakan rencananya untuk menerbitkan kumpulan tulisan dari peserta kontes. Kontes itu mendapat respon yang cukup menggembirakan. Rumahkayu juga ikut, bahkan merupakan peserta pertama.

Lima bulan setelah kontes, postingan peserta dijadikan ebook (minus posting rumahkayu, hehehe ;) ). Saat itu mbak Fa sudah mempertanyakan copyright dari ebook itu (atau tepatnya copyright dari masing-masing tulisan milik peserta kontes yang dirangkum menjadi buku). Ketika itu eyang Anjari menyatakan dirinya tak terlalu paham soal copyright namun menegaskan pihaknya sama sekali tidak mengambil untung dari penerbitan ebook itu.

Berbulan-bulan kemudian, materi kontes yang tadinya dijadikan ebook kemudian dicetak. Kembali mbak Fa mempertanyakan soal copyright, dan eyang (lagi-lagi) mengungkapkan bahwa pihaknya tidak paham soal itu. Jawaban mengambang dari eyang tak membuat mbak Fa puas. Dia kemudian menuliskan keluhannya di blog rumahkayu dan padiemas. Eyang  langsung menanggapi keluhan Mbak Fa dalam sebuah surat khusus.

Sebenarnya, hal ini tak akan berlarut-larut jika sejak awal eyang sudah bersikap tegas dan memberikan jawaban yang memuaskan. Misalnya dengan menyatakan kalau copyright masing-masing tulisan ada pada pihak penulis artikel dan Anjari sebagai penyunting sekaligus penerbit memiliki apa yang disebut sebagai hak milik (artinya pihak lain tak bisa membuat ebook atau menerbitkan buku yang bentuk dan isinya sama persis dengan yang dibuat Anjari).

Oke, tahun lalu eyang mungkin tak paham. Tapi setelah satu tahun, dan bermaksud menerbitkan dalam bentuk cetak, masak sih masih juga  gak paham? Di Google banyak info. Beberapa teman seperti Reza dan Mou juga bisa dimintai masukan. Dan yang terpenting, ketidakpahaman tak bisa dijadikan sebagai dalih pembenaran.

Aku yakin, jika sejak awal ditegaskan bahwa mbak Fa masih tetap memegang copyright untuk tulisannya, dan  memastikan kalau mbak Fa telah menerima dan menyetujui kalau tulisannya akan diterbitkan, hal ini tak akan berlarut-larut.

***



Diskusi pada blog eyang  tak menghasilkan kesimpulan yang jelas. Namun bukan berarti persoalannya selesai.

Lalu apa yang seharusnya dilakukan? Jika itu terjadi pada rumahkayu, jika misalkan (sekali lagi misalkan) rumahkayu akan membuat buku berisi kompilasi semua posting yang diikutkan dalam writing contest, dan jika ada teman yang keberatan, maka dalam sekejap kami akan menghapus tulisan teman yang tak setuju itu. Hanya dalam beberapa detik, tulisan itu bisa hilang dan persoalan juga hilang.

Hal ini yang sebenarnya bisa dilakukan eyang. Karena mbak Fa nampaknya keberatan, kenapa tulisannya tidak dihapus saja?

Aku menduga, eyang enggan menghapus tulisan mbak Fa karena kendala teknis. Jika tulisan mbak Fa dihapus, eyang terpaksa melay-out ulang naskah, menyesuaikan nomor halaman dan memperbaiki bab daftar isi. Sementara, kalau tidak salah, naskah buku sudah masuk ke percetakan. Lay-out ulang memiliki konsekuensi dana dan mungkin juga waktu.

Tapi karena buku Inspirasi Negeri tidak dikejar deadline, maka menarik kembali buku dari percetakan seharusnya bukan sesuatu yang sulit. Menghilangan satu bab, mencocokkan nomor halaman dan mengedit bab daftar isi juga seharusnya tak memerlukan waktu yang lama. ( Dan jika bukunya ditarik kembali, eyang bisa memanfaatkannya untuk melakukan perbaikan, misalnya menghilangkan sejumlah salah ketik sebagaimana yang pernah diungkap Yos).

Bagaimana jika eyang tetap enggan menghapus tulisan mbak Fa? Ya gak apa-apa. Kecuali jika mbak Fa masih tetap tak puas dan secara resmi mengajukan keluhan ke admin blogdetik atau mengungkap dalam rubrik 'Suara Pembaca' di halaman depan detikcom.

Namun untuk selanjutnya, jika persoalan ini tak diselesaikan, cap bahwa buku Inspirasi Negeri bermasalah dalam hak cipta akan tetap melekat. Dan tentu saja hal ini bukan merupakan promosi positif untuk penjualan. Bukan tidak mungkin dialog di bawah ini akan terjadi di masa datang:
A: Hei, kamu udah baca buku Inspirasi Negeri?

B: Yang mana itu?

A: Itu tuh, yang diterbitkan sebuah komunitas yang ngeblog di blogdetik.

B: Oh yang copyrightnya bermasalah itu? Belum aku belum baca...

Apa yang terjadi saat ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama mereka yang ingin mengalihkan posting di blog menjadi buku yang dicetak. Untuk tidak memandang remeh hal-hal yang menyangkut copyright...

***



Ada komentar menarik yang diungkap iasaca pada posting 'surat untuk mbak fa' yang dibuat eyang. Iasaca antara lain menulis:
saya pribadi ikut senang tulisan saya ada di dalam ebook tersebut…selama tidak ada yang diuntungkan secara PRIBADI atas kehadirannya, saya sih hepi2 saja…hehe…

Tentu ada alasannya sehingga iasaca menuliskan kata 'pribadi' dalam bentuk huruf kapital. Pertanyaannya, bagaimana para kontributor seperti iasaca bisa mengetahui kalau uang dari penjualan buku Inspirasi Negeri tidak digunakan untuk keperluan pribadi? Eyang tak menguraikan dengan rinci bagaimana mekanismenya.

Jika merujuk kepada yang dilakukan penerbit besar, yang mengirimkan laporan penjualan  secara berkala kepada pengarang, maka untuk menepis kecurigaan, eyang juga bisa melakukan itu. Secara periodik, mungkin tiga atau enam bulan sekali, eyang bisa mengirimkan email atau surat kepada masing-masing kontributor, dan menguraikan berapa eksemplar yang terjual, dan dipotong biaya operasional maka yang tersisa sekian dan digunakan untuk kegiatan amal seperti apa, kapan dan di mana. (Ringkasan laporan mungkin bisa juga dipapar di FB atau twitter).

Jika hal ini dilakukan, maka kecurigaan akan terpupus, dan nilai mulia yang dijadikan sebagai tujuan awal kegiatan ini akan tetap terjaga...

p.s

I love you......

*ilustrasi gambar diambil dari japaninc*

9 comments:

Pradna Malihdua said...

*manggut-manggut menyimak*

sandalilang said...

sebetulnya memang persoalan ini tidak akan muncul kalau saja penyelenggara lomba setidaknya mau belajar dari komunitas yang sudah pernah melakukan lomba sejenis sebelumnya dan juga mau mendengarkan masukan2 dari pihak2 lain ke pihak penyelenggara. Saya juga melihat bahwa penyelenggara tidak mengindahkan kaidah dasar etika sebagai net-citizen. sayang sekali... sayang sekali...
Anyway, saya melihat semua langkah "damage-control" sudah banyak dipaparkan oleh teman2 blogger dengan cukup detail. Saya pikir tidak ada lagi yang menghalangi penyelenggara lomba untuk tidak melaksanakan hal-hal tsb bahkan tanpa menunggu perlu jawaban dari pemilik tulisan tsb.

meiy said...

oh ya, ada yang ketinggalan. untuk informasi saja, orang yang aku maksudkan dalam komentarku sebelumnya, baik penulis dan komentator yang membelanya memiliki blog di blogdetik. aku lihat mereka memang sering terlibat masalah, dan sering bikin ribut dimana-mana.

runaway said...

jadi penasaran bukunya seperti apa.apakah sudah beredar di toko buku? :)

ias said...

wah...saya disebut-sebut di rumah kayu...horeee... *blush*

salam,
ias :-D

Fa said...

Terimakasih untuk pembahasan tentang copyright ini.

Saya telah membuat tulisan untuk topik ini di blog saya dalam posting yg berjudul 'Milikku atau Milikmu'

funnie said...

hhmmmm.....*hanya bisa berkomentar ini saja... :D

funnie said...

hhmmmm.....*hanya bisa berkomentar ini saja... :D

funnie said...

hhmmmm.....*hanya bisa berkomentar ini saja... :D

Post a Comment