Mengapa Hak Pejalan Kaki Diabaikan ?

Hujan gerimis

DENGAN senang hati Dee duduk di teras rumah kayu menikmati rintik hujan sore itu berdua dengan Kuti. Si kembar Nareswara dan Nareswari belum lama saja tidur sementara sang kakak, Pradipta, sibuk dengan PR-nya.

Mereka berbagi lembaran koran lalu menelusuri berita- berita yang dituliskan di sana.

Kuti, seperti biasa, membaca seluruh berita di koran hingga kolom- kolom yang sangat kecil, sementara Dee lebih suka melihat gambar- gambar serta membaca cepat secara keseluruhan baru setelah itu memilih beberapa tulisan yang ingin dia baca secara detail.

Saat menelusuri koran itulah Dee melihat foto yang menggambarkan situasi jalan raya di sebuah kota, ada kendaraan dijalan serta pejalan kaki di trotoarnya.

trotoar1





Dan tiba- tiba saja dia teringat apa yang diceritakan Nuri, seorang kawan yang beberapa hari lalu bertandang ke rumah kayu...

***



Akhir minggu saat itu.

Telepon berdering di pagi hari saat mentari membagi hangat sinarnya dan Dee serta Kuti sedang menjemur bayi kembar mereka, Nareswara dan Nareswari.

Pradipta dengan segera berlari untuk mengangkat telepon lalu ketika ternyata telepon itu menanyakan sang Bunda, dia menghampiri Dee dan berkata, " Bunda, ada telepon..."

Nuri, rupanya. Seorang kawan yang tinggal tak jauh dari rumah mereka. Jarak antara rumah Nuri dan rumah kayu dapat ditempuh dengan jalan kaki.

"Dee, "terdengar suara Nuri di ujung sebelah sana, "Ini siomay yang dipesan itu sudah ada. Aku antar ke rumah sekarang, ya?"

Dee menyetujui hal itu. Dia memang pernah menitipkan sejumlah uang pada Nuri untuk membeli siomay. Seorang kawan Nuri memiliki perusahaan catering yang terkenal dengan siomaynya yang sangat enak. Hanya saja, siomay itu tak dapat diperoleh setiap hari. Hanya pada saat kawan Nuri menerima pesanan untuk pesta sajalah biasanya dia lalu membuat siomay itu dalam jumlah yang lebih banyak dari yang dipesan penyelenggara pesta. Selisih antara jumlah yang dipesan untuk pesta dengan yang dibuatnya itu kemudian dijualnya pada para pemesan lain yang memesan untuk dikonsumsi di rumah.

Dan hari ini ternyata siomay itu ada.

Wah, Pradipta pasti senang sekali, pikir Dee. Pradipta menyukai siomay. Apalagi siomay yang ini memang sangat enak.

***



Nuri muncul beberapa saat kemudian. Membawa sebuah wadah berisi siomay pesanan Dee serta menggandeng seorang anak seusia Pradipta. Raka, namanya. Raka kebetulan teman sekelas Pradipta di sekolah. Dan karenanya begitu tahu ibunya akan pergi ke rumah kayu, Raka ingin turut serta agar dia dapat bermain dengan Pradipta.

Sementara Raka dan Pradipta bermain berdua, Dee mengobrol dengan Nuri yang membuka percakapan dengan mengutarakan kekesalannya. "Kalau saja aku tadi sendirian tak bersama Raka, Dee, aku tak akan minggir..."

Dee tertawa. Dia mengerti apa yang dikatakan Nuri. Nuri sebetulnya tak rela atas apa yang terjadi, tapi segan bertengkar di depan Raka.

" Mengesalkan kan, Dee? Dia yang salah kenapa pula kita yang harus mengalah?"

Dee tersenyum dan mengangguk. Sepenuhnya sepakat.

Nuri saat itu sedang menceritakan pada Dee mengenai apa yang dialaminya saat dia berjalan kaki antara rumahnya dan rumah kayu.

"Aku dan Raka sedang berjalan di trotoar tadi," begitu kata Nuri, "Dan tiba- tiba ada klakson terdengar di belakangku. Saat aku menoleh, kulihat ada motor yang melaju di atas trotoar itu dan rupanya klakson tersebut adalah tanda bahwa motor itu... meminta jalan!"

Nuri masih tampak agak kesal.

"Jalan yang aku lalui tadi itu jalan searah Dee, dan motor itu naik ke atas trotoar lalu melaju berlawanan arah dengan jalan tersebut lalu pejalan kakilah yang harus mengalah pada motor- motor yang naik ke trotoar tersebut."

"Padahal kan trotoar itu dibuat untuk pejalan kaki atau paling- paling untuk sepeda saja, dan sama sekali tidak dimaksudkan untuk dilewati motor seperti tadi..." lanjut Nuri.

Dee mendengarkan Nuri bicara panjang lebar sambil berpikir betapa sulitnya ternyata bagi kita untuk sekedar bersikap patut dan berbagi fasilitas di jalan dengan pengguna jalan yang lain.

Kuncinya memang disiplin. Tak ada lagi yang lain. Disiplin untuk mematuhi aturan dan tak mementingkan diri sendiri. Untuk tak mengambil hak orang lain.

"Sayangnya, "komentar Dee akhirnya, "Tampaknya belum banyak yang menyadari bahwa menggunakan trotoar sebagai jalan untuk motor adalah tindakan mengambil hak orang lain. Para pejalan kaki yang seharusnya dapat berjalan dengan aman dan nyaman terganggu. Andai saja semua orang menyadari hal ini maka seharusnya tak akan lagi tampak motor berseliweran di atas trotoar dan membuat  pejalan kaki yang seharusnya berhak berjalan di atas trotoar tersebut malah harus menepi untuk memberikan jalan pada pengendara motor yang sebetulnya tak berhak lewat di atas trotoar tersebut."

Nuri mengangguk, lalu berkomentar, "Memang, Dee. Mengapa ya orang harus melanggar aturan dan mengambil hak orang lain semata demi kenyamanan diri sendiri tanpa sedikitpun memikirkan pihak lain ?"

Dee tak langsung dapat menjawab, sebab dia juga memiliki pertanyaan yang sama...

p.s. i love you

** gambar diambil dari: rooseveltislander.blogspot.com**

18 comments:

giewahyudi said...

kadang sedih juga kalau lihat ada pejalan kaki yang ketabrak di trotoar. kita harus banyak bersabar dan ga egois. jalan untuk motor dan trotoar untuk pejalan kaki. sudah jelas bukan?

ese82 said...

alhamdulillah sampai saat ini akal sehat saya masih berfungsi, masih bisa membedakan dengan mudah mana jalan raya dan mana trotoar ..

yuniarinukti said...

hehe... ternyata sekarang trotoar sudah berubah fungsi ya Mbak, dan sayangnya lagi mengapa para petugas yang berhak mendisiplinkan pengendara diam saja?

Oya, ada postingan menarik untuk rumah kayu tuh, tengokin ya Mbak Dee dan Mas Kuti... :)

buyung kiu said...

Jalan-jalan de ke Imigrasi di Jakarta Selatan. Itu tuh sesudah Auto2000 Cilandak. Di sana trotoar dijadikan lahan parkir baik mobil mau pun motor. Jelas-jelas ada rambu P dicoret, tapi kayaknya artinya jangan 'pipis' di sini kali (emang kalo mo pipis di kantor imigrasi aja). Macet setiap hari! Gak ada yang peduli tuh. Bahkan beberapa kali ada polisi di sana. Gak ada yang peduli juga tuh. Apakah kantor imgrasi juga gak peduli? Jelas mereka gak peduli. Mana ada kantor pemerintah yang peduli untuk urusan kayak ginian. Isinya koruptor semua!!!

isai julianto said...

bagi pejalan kaki memang wajib hati-hati, dimana pun kita berjalan g bisa di sangka-sangka apa pun bisa terjadi. untuk trotoar mungkin sebuah pemandangan yang nampak sama diberbagai kota di indonesia, di samarinda juga seperti itu trotoar berubah fungsi mulai dari lahan parkir sampai dengan tempat jualan, bahkan akan menjadi jalan umum ketika keaadaan jalan sedang macet. tetap utamakan safety riding

marthauli said...

Pengendara Motor si raja jalanan yang kadang bikin menyebalkan

abdullahhafiz said...

krna tdk smua orang mmperhatikan dan mengasihinya pda pra pjalan kaki yg mreka anggap rendah di mta mereka....@_@

matanaga said...

maaf..? saya juga pernah naik trotoar, heheh!
entah mengapa seperti magnit.. tiba-tiba ikut2an yg lain :)

ahmadmusyrifin said...

hehehhehe waduh ogut kena neh....., but gimana lagi, kalo dah macet...cet...., lihat ada yang naik trotoar, eehhh jadi ngikutin ....
==============
pasangan serasi
arti sebuah keluarga

purnomosidhi said...

Nah too.. sesama pengguna jalan musti saling menghirmati jangan serobot jatahnya pejalan kaki

blessingcornerjeans.com said...

mengidamkan trotoar seperti di orchard road
kapan ya ????

Diah said...

Memang mengesalkan ya. Saya sendiri sering melihat kejadian seperti ini, dan sungguh kasihan, justru pejalan kaki yang harus mengalah untuk memenangkan arogansi para pengendara motor. Biarpun tidak diikutkan di lomba, boleh dong cek tulisan (dan foto) tentang ini di blog saya ini: http://dunia-batikmania.blogspot.com/2010/12/banjir-bandung-selatan.html

besok2 kalo ada di trotoar dan ketemu motor kayak gitu kita abaikan aja kali ya klaksonnya? kalo semua bersikap begini lama2 juga gak ada lagi motor jalan di trotoar..

sip sip ntar mampir d ke batikmania deh. btw.. posting ini ngga dibuat untuk ikut lomba lhooo... :-) d.~

yulis tamara said...

jika sudah tidak bisa membedakan "hak dan kewajiban", mau dibawa kemanakah bangsa yang besar ini???????????????????

emnoer said...

pejalan kaki di negara kita ini tidak begitu dihargai karena tidak penting yang lebih penting adalah kemewahan di lalulintas
http://maafkandaku.blogdetik.com/

Upin-ipin said...

betull... betul... betul...

momo said...

munkin karena kebanyakan dari pengguna motor yang belum memahami rambu lalu lintas dan hak2 pejalan kaki..
sebaliknya pejalan kaki harus lebih berhati2 terutama ditempat yang ramai kendaraan...

www.momoshiteru.blogdetik.com

jurnalisamatiran said...

siip..nice posting
salam kenal...:)

mobile web design said...

great blog I really Agree With This Topic Great Work keep it up:) i will link this to my facebook profile

Post a Comment