Ketika Kuti Sakit

Gelap membayang. Senja berganti malam.

HARI ini hujan turun sepanjang hari.

Kuti duduk sambil menghirup coklat hangat di gelasnya. Pradipta mengerjakan PR di meja makan, sementara para bayi sedang tidur.

Dee mengamati suaminya. Beberapa kali didapatinya Kuti memegang kepala.

“ Kenapa, ‘yang? “ tanya Dee pada suaminya.

“ Kepalaku agak pusing, “ jawab Kuti. “

Dee meraba kening sang suami. Terasa lebih hangat dari biasanya.

“ Terasa demam? “ tanya Dee pada Kuti.

Suaminya mengangguk.

medicine-1



Dee mengambil sebotol kayu putih. Ditawarkannya untuk menggosok badan Kuti dengan kayu putih tersebut. Kuti mengangguk setuju.

Dee mengusapkan kayu putih tersebut ke tengkuk, punggung serta dada suaminya. Lalu dengan lembut dipijatinya sang suami. Kadangkala saat pijatannya sampai pada sebuah titik tertentu dia bertanya pada Kuti, “ Sakit di sini? “ , dan pada kebanyakan kali Kuti mengangguk. Badannya memang terasa sakit. Kepala, tengkuk, bahu, punggung, seluruhnya terasa tak enak. Bahkan kakinyapun terasa sakit pula.

Dee belum usai memijiti suaminya ketika terdengar suara rengek bayi.

“ Sebentar, ya... “ kata Dee pada Kuti sambil berdiri lalu bergegas mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum menghampiri bayinya. Suara rengek perlahan tadi kini telah berganti menjadi tangisan.

Nareswara terbangun rupanya. Dee meraba popoknya. Basah. Dia membuka popok tersebut, dan membersihkan bagian bawah bayinya dengan kapas basah, kemudian perlahan ditepukkannya bedak bayi secara merata sebelum dipasangnya lagi popok bersih.

Pada saat yang sama tampak Nareswari menggeliat, lalu sesaat kemudian terlihat popoknya basah. Dia mengompol juga. Dee kembali mengulangi ritual yang sama seperti apa yang tadi dilakukannya pada Nareswara. Dibukanya popok Nareswari, lalu dibersihkannya bagian bawah bayinya dengan kapas basah, dan…

Belum selesai Dee membersihkan Nareswari, terdengar Nareswara merengek lagi. Dee menjawab rengekan tersebut dengan kalimat, “ Kenapa, sayang, sudah haus? Sebentar ya, bunda sedang pasang popok Nara dulu. “

Tidak mempan. Nareswara terus menangis makin lama makin kencang. Dee tergesa mengusapkan kapas basahnya. Lalu diambilnya wadah bedak, dan… opppssssss…

Karena tergesa- gesa dia malah menyenggol wadah tersebut , membuah wadah bedak tersebut jatuh terbalik dan isinya terhambur kemana- mana.

Suara tangis Nareswara meningkat lagi nadanya. Dia sudah tak sabar. Nareswari saat itu juga sudah mulai menangis.

Dee memandangi lantai yang tertutup taburan bedak putih di dekatnya. Dia tak berani membiarkan lantai dalam keadaan seperti itu, sebab lantai yang tertabur bedak akan menjadi licin. Ditingkahi suara jerit tangis si kembar, Dee dengan tergesa membersihkan lantai kamar.

Kuti tampak muncul di depan pintu. Rupanya dia mendengar suara tangis si kembar.

“ Kenapa, ‘yang? “ tanya Kuti pada Dee melihat istrinya membersihkan lantai.

“ Bedak tumpah, “ jawab istrinya.

Oh.

Kuti melangkah maju hendak membantu istrinya ketika dia merasakan kepalanya berdenyut nyeri.

Ugh. Dia urung melangkah.

Dee menoleh pada suaminya dan melihat Kuti tampak sedang menahan sakit, Dee berkata, “ Sudah, tidur sajalah dulu. Biar aku yang bereskan ini. “

Apa boleh buat.

Kuti membalikkan badan. Dia menghampiri kasur lebar yang mereka gelar di ruang tengah rumah kayu. Di hari- hari biasa, disanalah biasanya mereka sekeluarga bercengkrama dan bersenda gurau. Kuti menarik sebuah bantal lalu membaringkan tubuhnya yang makin terasa demam.

Ah, pikirnya, malam ini aku tidur di sini saja, tidak di kamar bersama Dee dan anak- anak, agar mereka semua tak tertular sakitku, pikir Kuti.

Sekilas dilihatnya Dee telah selesai membersihkan lantai. Dee lalu mencuci tangannya lagi sebelum kemudian segera menghampiri kedua bayi kembarnya untuk memberi mereka ASI di dalam kamar.

Sementara itu, suara langkah kecil terdengar.

Pradipta berdiri di depan pintu kamar dengan sebuah buku. Dia menghampiri Dee dan berkata, “ Bunda, aku nggak ngerti soal yang ini, tolong terangin Bunda.. “

Pradipta pasti sudah mendapati bahwa Kuti sakit, dan karenanya meminta bantuan Dee. Biasanya Kutilah yang menemani Pradipta belajar.

“ Yang mana? “ tanya Dee pada Pradipta.

Pradipta menyodorkan buku yang dipegangnya pada Dee. “ Halaman 36, Bunda… “

Dee berkata pada anaknya, “ Tolong dibuka Dipta, dan dipegang. Bunda sedang pegang adik, tangan bunda penuh. “ ‘

Kedua tangan Dee memang digunakan untuk menyangga kedua bayi kembarnya.

Pradipta membuka bukunya lalu menunjukkan soal yang tak dia mengerti. Dee membaca soal tersebut. Dan…

Belum juga tuntas dibacanya soal PR tersebut ketika dia merasa Nareswara menghentikan hisapannya kemudian mulai merengek.

Oh. Nareswara memang membutuhkan ketenangan saat diberi ASI. Dia juga selalu menuntut perhatian penuh dari sang bunda. Jika Dee mengerjakan hal lain atau mengobrol dengan orang lain saat sedang memberikan ASI padanya dia akan berhenti menghisap dan menjadi rewel.

Nareswara terus merengek. Dee membujuknya dan berusaha agar Nareswara meneruskan menghisap ASI. Bayinya menolak dan mulai menangis marah.

“ Bunda… “ terdengar suara Pradipta, “ Ini bagaimana? “

Aduh. Dee mulai pusing.

“ Dipta, kerjakan dulu yang bisa ya? Nanti yang tidak bisa itu belakangan dikerjakan sama- sama Bunda. “

Pradipta berkata, “ Jangan lama- lama ya Bunda. Aku ngantuk, nanti aku keburu ketiduran. “

Dee mengangguk walau dia tahu pasti tak kan sebentar waktu yang dibutuhkannya untuk memberikan ASI pada kedua bayinya.

Dan…

Ketika beberapa saat kemudian dia keluar dari kamar untuk membantu Pradipta, didapatinya si kecil tertidur di lantai kayu ruang tengah dengan sebuah buku tergeletak di dekatnya.

Dee menghela nafas. Dibangunkannya Pradipta, memintanya pindah ke kamar seraya mengatakan agar PRnya diselesaikan besok pagi saja. Setelah itu Dee menghampiri Kuti, meraba dahinya. Jelas suhu tubuh Kuti tak normal. Kuti yang merasakan rabaan sang istri membuka matanya lalu berkata, “ Kamu istirahat dulu saja, Dee. Nanti malam kan mesti bangun- bangun lagi. “

Dengan berat hati Dee bangkit menuju kamar dan membaringkan diri di sebelah Pradipta. Badannya terasa lelah, namun dia tak segera dapat terlelap. Aneh rasanya. Tanpa Kuti ada di sampingnya, tempat tidur tersebut terasa begitu kosong. Begitu pula dengan kamar dimana dia berada.

Pikiran Dee bercabang kesana kemari. Menjangkau cucian baju dan popok bayi yang tak kering sebab hujan turun sepanjang hari, lalu beralih ke PR Pradipta yang belum selesai, kemudian pada sang suami yang sedang sakit.

Ah, cepat sembuh, ‘yang, pikir Dee. Cepatlah sembuh...

p.s. i love you

picture taken from: health.howstuffworks.com

10 comments:

anjari umarjianto said...

sakit apa kau kut? tak usah pusinglah mikirin anak banyak :p

ubinkayu said...

Good POST,
Thanks, :)

Wood Flooring Solid Hardwood
Best Grade A quality wood Flooring
Teak wood, merbau, Sonokeling, Decking, Flooring
Wood Exporters :)
facebook Ubinkayu

codet said...

Deskripsinya enggak berbelit-belit sehingga saya bisa menyurupi tokoh Dee, lalu sedikit banyaknya merasakan bagaimana jadi ibu rumah tangga, luar biasa. Enggak main-main, butuh manajemen waktu dan perasaan: butuh manajemen yang jauh lebih canggih daripada mengerjakan 'klerikal' di korporasi. Herannya, belakangan ini pekerjaan ibu rumah tangga cenderung dianggap kampungan.

Tulisan di atas berhasil mengirim pesan bagaimana canggihnya pekerjaan untuk jadi ibu rumah tangga tanpa perlu menjelaskan secara ilmiah. Penyampaian jadi lebih jujur.

I love this one.

codet said...

argh jadi keluar dua, remove aja satu, siapapun yg lagi di rumahkayu.

he he.. dua juga nggak papa koq, kita senang :-) thanks ya komennya.. d.~

ias said...

wah wah wah...kebayang deh, mbk dee! :-)

hes said...

@mas kuti: udah baikan? emang tadinya musuhan? :lol: hehe. semoga cepat kembali sehat mas kuti ..

@mba d: terima kasih banyak ya :D

melly said...

mas Kuti lagi sakit?

repot juga yah punya baby kembar..
sepertinya aku blm siap jadi ibu...hiks

meiy said...

Smg cepat pulih ya mas kuti. Kebayang d repotnya urus smua. Ak jg komen d sn aj.

copied from rumahkayu's fb

fandhie said...

udah baca lho... seru banget yahh :-)

*tp suka susah yah ninggalin komen di tumah kayu*

copied from rumahkayu's fb

cici silent said...

Wah, begitu dahsyatnya menjadi seorang ibu sekaligus istri yang penuh perhatian.

Post a Comment