Kemurahan Hati Dibalik Seteguk Air Zam Zam

Kemurahan hati itu…


KEBAIKAN, ketulusan, kemudahan dan kemurahan hati yang berlimpah telah kami alami semenjak di Madinah.


Dan subhanallah, sungguh Maha Suci Allah…


Di Mekah, semua itu berulang lagi… lagi… dan lagi…


Suhu udara berkisar antara 48 – 52 derajat Celcius saat keluarga kami menunaikan ibadah umrah saat itu. Aku sendiri tak benar- benar melihat thermometer, tapi aku merasa bahwa di Mekah, udara lebih panas daripada di Madinah.


Selera makanku menurun drastis, sementara rasa haus terus menerus menerpa.


Semenjak tiba di Madinah, kami membiasakan diri untuk minum sesering mungkin. Air zam zam, walaupun sumbernya berada di Mekah, ada berlimpah di Masjid Nabawi, Madinah. Banyak gentong- gentong air berderet di dalam masjid. Kami membiasakan untuk minum begitu masuk masjid dan saat meninggalkan masjid, juga beberapa kali diantaranya ketika berada di masjid.


Di Masjidil Haram, air zamzam, tentu saja juga ada dimana- mana. Tapi karena masjid ini sangat luas, atau mungkin juga karena udara sangat panas, aku merasa bahwa jarak dari suatu titik ke titik lain dimana kita bisa memperoleh air zam zam ini lebih jauh daripada di Madinah. Entah benar atau tidak hal ini, tapi itulah yang kurasakan.


Dan karena itu, berkekurangan airkah kami?


Subhanallah, tidak. Tidak sama sekali.


air-zam-zam


Suatu siang, di hari pertama kami berada di Mekah, seusai shalat duhur, aku dan putriku berjalan berkeliling di Masjidil Haram. Dan pada suatu ketika, aku mulai merasa haus. Kulayangkan pandang ke sekeliling, mencoba mencari tempat dimana bisa kudapatkan air. Belum juga kulihat tempat itu ketika seorang anak lelaki berkebangsaan Arab tiba- tiba menghampiriku dan mengulurkan segelas air.


Aku tercengang. Dia tersenyum dan berkata, “ Zam zam, “ katanya.


Lalu dia berlari lagi dan kembali dengan segelas air yang diulurkannya pada putriku. Dia melakukan hal itu juga pada beberapa orang lain yang melintas. Di dekatnya ada seseorang yang kuduga adalah orang tuanya, mengawasi apa yang dilakukan anak itu sambil tersenyum.


Kuucapkan rasa syukurku dalam hati sambil meneguk air yang sungguh menyejukkan itu. Oh, terimakasih atas rejeki ini ya Allah.


***


Dan hal semacam itu terjadi berulang kali.


Tak lama seusai kami berkeliling masjid, aku dan putriku duduk di lantai atas yang menghadap pintu Ka’bah. Kami menunaikan beberapa shalat sunat dan sempat minum lagi segelas air zam zam. Lalu kembali duduk, berdoa dan menunaikan beberapa shalat sunat lagi.


Panas sangat menyengat. Kembali rasa haus mendera. Putriku sudah berdiri hendak mengambil air ketika terdengar suara adzan. Dia membatalkan niatnya dan duduk kembali.


Para jamaah mulai berdatangan.


Seseorang mendekat dan bertanya pada putriku apakah tempat di sebelahnya kosong. Putriku mengangguk dan menggeser duduknya. Perempuan asal Timur Tengah itu duduk sebentar. Dia shalat dua rakaat lalu seusai shalat dia menoleh pada kami, berkata dalam bahasa Inggris bahwa dia hendak mengambil minum dan menawarkan pada kami apakah kami ingin dia mengambilkan air juga bagi kami.


Putriku diam sambil menatapku. Aku tersenyum, mengangguk dan mengucapkan terimakasih atas tawaran itu. Ya, terimakasih banyak atas tawarannya.


Begitulah. Perempuan cantik itu kembali dengan tiga gelas air zam zam. Dua gelas diulurkannya pada kami sementara yang segelas diminumnya sendiri.


Maha Besar Allah.


Nikmat apa yang dapat melampaui nikmat ketika kita berada di dekat Ka’bah, menjadi tamu di rumah Allah dan berkelimpahan rejeki semacam itu?


Sungguh, selama berada di Mekah, di Masjidil Haram, setiap teguk air zam zam yang memasuki kerongkonganku kuhitung sebagai rejeki besar.


Sebab, begitu banyak kebaikan manusia dan kemurahan Allah di baliknya…


***


Kali lain, seusai shalat, kami kembali mengantri untuk mengambil air di gentong- gentong yang tersedia.


Ada 3 orang di depanku. Seorang ibu yang ada di barisan paling depan berjongkok mengucurkan air dari gentong. Aku berdiri menanti, dan…


Entah mengapa, ibu- ibu yang aku tak tahu berkebangsaan apa itu, tiba- tiba menatapku lalu mengulurkan gelas penuh berisi air yang baru saja dikucurkannya dari gentong padaku.


Aku sungguh tak percaya. Dia mengantri, dan bahkan kutahu pasti dia sendiri belum minum setegukpun, juga, ada dua orang yang berada di depanku, tapi gelas pertama yang diisinya air diulurkannya padaku.


Kuterima uluran gelas itu. Kutangkupkan tanganku di depan dada dan mengangguk, memberikan tanda ucapan terimakasih yang dibalasnya kembali dengan anggukan. Kuteguk air itu sambil keluar dari antrian.


Ya Allah… Ya Allah… air mataku kembali mengalir.


Betapa kemurahan hati begitu berlimpah menghampiri aku selama berada di sana.


Allah Maha Baik, Aku tahu bahwa itu tak akan terjadi tanpa kehendakNya. Tanpa kuasaNya.


Kuucapkan syukur lagi… lagi… dan lagi…


Sebab, hal yang sama berulang lagi… lagi… dan lagi…


Malam itu, di hari kedua kami berada di Mekah, kutunaikan ibadah umrah yang kedua kalinya.


Hari itu jadwal kami bebas, tak ada jadwal yang ditentukan oleh panitia. Beberapa dari kami bersepakat untuk melakukan umrah lagi malam itu, sehingga Insya Allah selama di Mekah kami akan dapat melakukan tiga kali umrah sebab keesokan harinya panitia memang menjadwalkan satu kali umrah lagi. Dengan tambahan satu kali yang kami lakukan sendiri itu, jumlahnya akan menjadi tiga kali.


Kami keluar dari Tanah Haram di Mekah dan mengambil miqat di sebuah masjid yang terkenal dengan nama masjid Aisyah. Masjid ini terletak di batas antara Tanah Halal dan Tanah Haram.


Kuniatkan umrah malam itu untuk mengumrahkan almarhumah nenek buyutku. Nenek tiri ayahku yang merawatnya sejak kecil. Ayahku yatim piatu sejak berusia 4 tahun dan dibesarkan oleh kakek kandung dan nenek tiri yang kutahu mencintainya dengan setulus hati.


Dan kembali, beragam kemurahan hati menghampiri.


Seperti biasa, rasa haus mendera saat kutunaikan ibadah umrah itu, tapi setiap kali aku hendak mengambil air, selalu ada orang lain yang lebih dulu mengulurkan segelas air padaku. Bahkan pada suatu saat, telah kuhampiri keran air zam zam yang banyak berada di sisi lintasan Sa’i, lalu kuambil sebuah gelas dan kutaruh di bawah keran tersebut. Kuulurkan tangan untuk menekan tombol keran.


Dan…


Belum juga tanganku menyentuh tombol itu, seseorang yang entah muncul darimana tiba- tiba saja mengulurkan tangannya dan menekan tombol itu.


Air mengucur deras ke dalam gelasku.


Dengan terkejut aku menoleh. Kulihat penolongku itu, seorang lelaki.


Mungkin raut mukaku menampakkan keheranan, sebab kulihat dia mengangguk. Memberikan isyarat padaku untuk menerima kebaikan hatinya membantuku untuk menekan tombol air keran itu.


Kutarik nafas panjang. Seperti biasa, kuanggukan kepalaku dan tersenyum sedikit untuk menyampaikan rasa terimakasihku.


Dan hatiku kembali memuji kebesaran Allah. Betapa Allah Maha Baik, Maha Pengasih, Maha Pemurah… Malam itu, bahkan untuk sesuatu yang begitu mudah, yang aku dapat melakukannya sendiri, menekan tombol keran itu, dikirimkanNya seseorang yang baik hati yang menolongku untuk melakukan hal tersebut…


Ya Allah, apalagi yang dapat kulakukan selain bersyukur dan berterimakasih atas semua limpahan rejeki dan kebaikan itu?


Alhamdulillah… Terimakasih atas seluruh kemurahanMu ya Allah… terimakasih atas semua kebaikan yang begitu banyak, terimakasih atas rejeki yang terlimpah. Terimakasih atas kenikmatan setiap tetes air zam zam beserta begitu banyak keindahan dan kemurahan serta kebaikan yang menyertainya…


p.s: selamat berpuasa bagi seluruh teman- teman yang menunaikan ibadah ini. posting ini merupakan rangkaian catatan perjalanan ibadah umrah di bulan Juli 2011.





** gambar diambil dari flickr **

9 comments:

sandalilang said...

i love this post very much...

melly said...

Subhanallah..aku terharu bgt baca cerita ini.
Semoga mba Dee dan keluarga selalu mendapatkan kemurahan dr Allah ya..amin.

hes said...

Subhanallah ..

Endi Biaro said...

Apapun cerita tentang Mekah, Madinah, dan tempat-tempat paling bersejarah di dunia Islam, selalu menggetarkan. Terima kasih atas postingan yang menyentuh kalbu ini. Salam silaturahmi. Oh,ya, Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan...

dualapan said...

subhanalloh.......terharu saya membaca tulisan ini....
nice post ^^

kw said...

wow.. pengen kesana, entah kapan. :)
konon yang pernah ke sana, pengen ke sana lagi.
konon juga setiap peziarah sll punya cerita menarik yg berbeda2....

mba dee juga punya? :)

meiy said...

Subhanallah, berkaca2 membacanya. Betapa indah cinta sesama krn Allah.

kasmi said...

subhanalloh....., kapan ya alloh hambamu Kau ijinkan untuk kesana....kutelan ludah ini sambail mata berkaca-kaca
ijinkan ya alloh... serasa ada yang mencekam di leher ini setiap hamba membaca cerita tentang makkah madinah
allohu akbar allohu akbar

reza said...

semua punya makna yang berlimpah bagi mu, dan tentunya isyarat dan segala pertanda itu dapat pula menjadi pelajaran bagi kami, semoga Allah senantiasa memberi rahmat, wassalam

Post a Comment