Keseimbangan dalam Beribadah

Pada akhirnya semua adalah tentang keseimbangan…


KESEIMBANGAN antara berlomba- lomba mendapatkan pahala sebanyak- banyaknya dengan memberikan kesempatan bagi orang lain untuk turut pula mendapatkan pahala yang sama, keseimbangan antara kegigihan serta upaya dengan kesabaran dan kemampuan menahan diri, keseimbangan antara hubungan dengan Yang Di Atas serta hubungan antar manusia, dan beragam keseimbangan lain…


Itulah pelajaran yang kuambil tentang kesempatan untuk masuk ke Raudhah dan beribadah di sana.


Tempat yang diutamakan itu kecil, waktu untuk masuk ke sana – terutama untuk kaum perempuan – terbatas, dan begitu banyak yang ingin masuk dan shalat atau berdoa di sana. Karenanya tak ada lain, yang harus dilakukan adalah mengantri dan saling berbagi, baik waktu maupun tempat.


Di jam- jam dimana Raudhah dapat diakses oleh para jamaah perempuan, ada tirai kain yang dipasang untuk membagi area Raudhah menjadi area untuk jamaah laki- laki, dan area untuk jamaah perempuan. Di luar jam- jam tersebut, seluruh area Raudhah dapat diakses kapan saja oleh jamaah laki- laki.


Jadi bagi jamaah perempuan, baik waktu maupun luas area Raudhah yang dapat dimasuki memang sangat terbatas…


***


Kali pertama kami ke sana, pada pagi di hari ke dua kami berada di Madinah, pengantar kami selain berpesan untuk menyegerakan shalat dua rakaat dan berdoa sambil berdiri jika masih ingin berdoa setelah shalat juga menyampaikan satu hal lain lagi, yaitu jika setelah shalat dua rakaat yang pertama ternyata masih ada kesempatan untuk melakukannya lagi, lakukan lagi segera. Baik di tempat yang sama, atau bergeser sedikit, lakukan lagi shalat dua rakaat berikutnya tersebut.


Raudhah hanya dapat diakses dari satu pintu masuk dan satu pintu keluar. Dengan situasi yang begitu berdesakan, memang bisa jadi bahkan untuk keluarpun kita harus mengantri. Dan di saat- saat bergeser ke arah luar itulah ada kemungkinan kita memang bisa menemukan lagi ruang kosong untuk bisa melakukan shalat dua rakaat atau berdoa kembali.


Itu sebabnya seperti yang kutuliskan sebelumnya, aku tak hendak berhitung atau mengambil kesimpulan tentang berapa lama atau seperti apa kesempatan yang ditemui oleh seseorang dalam upayanya untuk bisa masuk ke Raudhah itu.


Semua akan sangat tergantung pada seperti apa kesempatan yang diberikan Allah kepada seseorang dan juga tergantung pada bagaimana cara orang tersebut mengambil keputusan dan membuat keseimbangan antara keinginan untuk melakukan ibadah sunat di tempat yang diutamakan itu sebanyak dan selama mungkin dengan berbagi kesempatan dengan orang lain serta bagaimana agar kesempatan yang diperolehnya itu juga diperoleh tanpa merebut hak orang lain, tanpa mencederai diri sendiri atau orang lain.


Seperti yang sudah selalu kita ketahui, tugas kita adalah berusaha, bagaimana hasilnya, itu adalah keputusan Allah.



raudhah-blogspot1


Aku sendiri, pergi ke Raudhah dua kali.


Kali pertama di pagi hari, di waktu dhuha, kali kedua, pada hari yang sama setelah Isya.


Jika pada kali pertama aku masuk ke sana bersama- sama dengan rombongan, dengan seorang pengantar, kali kedua kulakukan hal itu sendirian…


***


Keterbatasan tempat membuat jamaah yang ingin masuk ke Raudhah harus dibagi dalam beberapa kelompok. Aku tak tahu bagaimana teknisnya bagi jamaah laki- laki yang dapat mengakses tempat ini setiap saat apakah juga ada pengaturan kelompok dan gelombang seperti ini. Tapi untuk perempuan, kelompok- kelompok ini dibagi berdasarkan negara asal jamaah itu. Ada kelompok untuk jamaah dari Arab, ada untuk yang berasal dari India dan Pakistan, ada yang untuk kelompok dari Iran. Ada juga yang untuk kelompok berbahasa Melayu ( Indonesia dan Malaysia masuk dalam kelompok ini ).


Begitu usai shalat Isya ada tanda- tanda yang dipasang yang menunjukkan lokasi dimana kelompok- kelompok ini harus berkumpul.


Kudapati kemudian bahwa kelompok yang berbahasa Melayu biasanya mendapat jadwal masuk ke Raudhah paling belakang.


Ini membuat beberapa orang sangat tidak sabar. Terutama pada kunjunganku yang kedua ke Raudhah, kulihat beberapa orang memprotes pengaturan itu sebab kami harus menanti lama sementara ada banyak pengunjung berkebangsaan lain yang baru datang langsung bisa mendapatkan akses masuk ke Raudhah. Beberapa marah, beberapa mengomel.


Cerita yang sama kudengar juga kemudian dari beberapa anggota rombongan yang di hari lain pergi ke Raudhah kembali.


Aku sendiri memilih untuk tak memikirkan mengapa kelompok berbahasa Melayu selalu diberikan kesempatan belakangan untuk masuk. Apakah benar itu tindakan sewenang- wenang seperti yang diprotes oleh beberapa orang, aku tak tahu. Sebab mungkin juga yang terjadi adalah sebaliknya. Bisa saja pengaturan itu dibuat justru untuk melindungi, karena secara fisik dan kekuatan, orang- orang Melayu mungkin tak akan kuat jika harus berdesakan dengan orang- orang dari Timur Tengah itu.


Di lain pihak, masuk paling belakang sebenarnya juga ada keuntungannya sebab tak ada lagi antrian di belakang kita, maka sebenarnya kemungkinan mendapatkan waktu dan tempat yang agak longgar lebih besar.


Selain itu, bagiku sendiri, mengapa pula harus tergesa?


Tak ada hal penting lain yang harus kulakukan setelah itu. Jadi menanti lama, tak menjadi masalah. Terlebih, masjid Nabawi begitu indah dan penuh dengan energi positif, yang membuat kita memang ingin berlama- lama di sana.


Karenanya, kunanti saja giliran masuk itu dengan sabar.


Kulapangkan hati dan menyiapkan diri. Raudhah yang terletak diantara mimbar Nabi dan rumahnya adalah taman surga, dan selayaknya jika kita ingin masuk ke sana kita membersihkan hati dan datang dengan muka dan hati yang gembira dan penuh senyum. Itu akan lebih baik daripada datang ke sana dengan perasaan kesal atau marah karena lama menanti giliran…


***


Kali kedua aku ke sana, kudapatkan kembali kesempatan untuk shalat dua rakaat berulangkali serta waktu untuk berdoa yang cukup panjang, kendati kali ini aku harus bergeser beberapa kali, tak seperti di pagi harinya dimana aku dapat melakukan hal tersebut langsung di tempat yang sama.


Dan kucukupkan kunjunganku ke Raudhah setelah kali kedua itu.


Sebenarnya, masih ada hari lain dimana aku sempat ke sana lagi jika kuinginkan hal itu. Tapi seperti telah kukatakan sebelumnya, bagiku adalah penting untuk melakukan keseimbangan. Saat diajak oleh beberapa anggota rombongan untuk kembali ke sana keesokan harinya, aku menggelengkan kepala.


Bukan… tentu bukan karena aku tak merindukan untuk kembali ke sana. Aku tentu saja ingin kesana dan aku merindukan tempat itu. Tapi hatiku sendiri berkata, dua kali dengan kesempatan yang longgar seperti itu sudah lebih dari cukup. Dan aku harus berhenti di situ, mensyukuri apa yang telah kudapatkan dan memberikan kesempatan bagi orang lain untuk juga dapat masuk ke sana. Jika aku datang lagi, mungkin juga aku akan dapatkan kembali tempat dan waktu yang longgar, tapi bagiku sendiri, itu sudah berlebihan. Sebab jika kulakukan itu, akan ada orang lain yang mungkin tak mendapatkan kesempatan itu.


Barangkali opiniku ini berbeda dengan opini orang lain. Ini memang opini pribadi. Dan bagaimanapun, seperti juga di hari- hari lain dalam hidup, kita toh memang harus memutuskan apa yang akan dan tidak akan kita lakukan, kapan kita akan melangkah maju dan kapan kita harus berhenti. Aku sendiri percaya, menyeimbangkan apa yang kita lakukan dengan memberikan kesempatan serta memikirkan kepentingan orang lain juga perbuatan baik yang merupakan bagian dari ibadah kita. Dan begitulah dasarku mengambil keputusan…


p.s: posting ini merupakan bagian cari catatan perjalanan umroh yang kulakukan. kekurangan dan kesalahan informasi yang ada di sini adalah karena kekurangan dan keterbatasan yang ada dalam diriku...




** gambar diambil dari blogspot

0 comments:

Post a Comment