Saat Berlayar...

Cahaya mentari samar menerobos kabut yang menggantung…

PRADIPTA berjalan di sisi kedua orang tuanya, Dee dan Kuti yang masing- masing menggendong seorang bayi.

Keluarga dari rumah kayu sedang berjalan- jalan di Minggu pagi itu.

Seperti biasa, pemandangan hutan cemara yang tampak dari kejauhan, ladang- ladang dengan tanaman jagung dan kol, bukit- bukit kecil yang naik turun dan bunga liar yang bermunculan di sana sini sungguh menyenangkan hati.

Si kembar mengoceh dengan bahasa bayi, dan tertawa- tawa bergurau dengan Pradipta.

Udara sangat sejuk. Sangat nyaman untuk berjalan- jalan sejenak seperti itu.

Di suatu tempat yang lapang, mereka berhenti untuk memakan bekal yang dibawa dari rumah, dan kemudian berjalan pulang.

Si kembar dengan segera tampak mengantuk dan tertidur tak lama setelah dimandikan dan bermain- main kembali sejenak dengan Pradipta. Kuti membaca koran pagi. Pradipta sibuk dengan krayon dan buku gambarnya.

Dee meraih sebuah buku dan duduk di dekat mereka. Dia membaca sambil sesekali mengomentari gambar Pradipta atau bicara dengan suaminya. Dan dia teringat tentang percakapannya dengan Kuti kemarin. Tentang angin dan arah layar…

berlayar-11Tentang kemana tujuan saat berlayar. Tentang perubahan. Dan tantangan yang dihadapi manusia dalam hidupnya.

Tantangan yang mungkin jika dihadapi akan terlampaui dengan baik, maupun tantangan yang mungkin menimbukan luka ringan, luka berat, bahkan bisa pula fatal akibatnya.

Tapi bagaimanapun, pikir Dee, apa yang dikatakan Toynbee itu benar. Keberhasilan manusia ditentukan oleh ketepatan reaksi atau tanggapannya terhadap tantangan yang dihadapinya.

Lebih jauh lagi, Toynbee mengatakan bahwa jika tantangannya terlalu besar, manusia yang menghadapinya akan kalah. Tapi sebaliknya, jika seorang manusia tak memiliki tantangan sama sekali, dia juga akan kalah. Manusia hanya akan berhasil jika dapat mengatasi tantangan yang tepat.

Tapi memang, pikir Dee, siapa pula manusia yang bisa memilih tantangan apa yang akan dihadapinya dalam hidup? Tak ada yang bisa seratus persen mengendalikan hidupnya.

Manusia, selalu bisa merencanakan ini dan itu. Dan rencana itu mungkin memang akan membantunya untuk terus berjalan pada jalur yang dikehendakinya. Tapi, selalu ada faktor X yang mungkin akan tiba- tiba menghadang di tengah jalan.

Faktor X inilah tantangan yang tak selalu dapat direncanakan itu. Dan faktor X ini bisa merupakan tantangan kecil, sedang atau besar…

Kekuatan manusia memang terbatas. Kemampuan untuk mengatasi tantangan juga terbatas. Tapi…

Bagaimanapun manusia tak bisa berhenti bergerak. Tak bisa berhenti di satu titik.

Hidup harus terus mengalir. Dan sebisanya tentu mengalir ke arah yang lebih baik.

Dan semua itu merupakan proses yang harus dilalui…

Adakalanya, manusia bisa melayari samudera kehidupan dengan santai dan nyaman sebab arah angin menguntungkan dirinya. Mendorong laju perahu ke arah yang diinginkannya. Adakalanya pada saat jeda, manusia bahkan tak perlu terlalu memusingkan hendak berlayar kemana. Kemanapun jadilah.

Tapi ada banyak waktu ketika manusia akan harus menghadapi situasi dimana dia harus memutuskan, apakah dia akan semata mengikuti arah angin, atau tidak? Dan jika tidak, maka pilihan memang tak akan mudah.

Solusinya, bisa dengan menyesuaikan arah layar, untuk mempercepat laju perahu dengan memanfaatkan arah angin. Bisa juga dengan memperkuat diri, membekali diri dengan alat agar dapat menentang arah angin. Bisa juga…

Dengan berhenti sejenak. Atau berpindah sementara.

Jika seorang manusia yang menginginkan perbaikan atau perubahan menghadapi tantangan yang sangat besar yang tak mampu dihadapinya saat itu, maka dia akan harus kembali mengatur strategi dan/ atau memperkuat diri serta meningkatkan kualitas diri agar pada suatu saat dapat menghadapi tantangan tersebut.

Dan pada saat seperti itu dia mungkin akan harus menepi sejenak. Atau hijrah. Pindah ke tempat lain.

Diperlukan kesabaran yang amat sangat, memang.

Perubahan tak pernah mudah. Akan banyak hambatan. Akan banyak sekali pihak yang menentang. Akan banyak pihak yang berusaha mati- matian agar laju perahu tak menjadi goncang sebab ada perubahan. Ada banyak yang akan mempertahankan status quo sebab khawatir akan harus meninggalkan comfort zone.

Ada banyak manusia yang enggan bergerak, enggan berubah, enggan menghadapi tantangan sebab tak berani menghadapi konsekwensinya.

Bagaimanapun, suka atau tidak, dunia tak berhenti berputar. Dan perubahan tak akan terelakkan. Manusia tak bisa berhenti di satu titik. Manusia harus bergerak maju… maju… maju… berubah menuju kebaikan.

Luka- luka mungkin memang akan terjadi dalam perjalanan itu. Tujuan yang ingin dicapai barangkali akan tampak seperti titik yang masih sangat jauh dan entah kapan akan terjangkau.

Banyak yang tak tahan menjalani proses perubahan karena terlalu berfokus pada hasil. Padahal yang justru tak boleh dilupakan adalah bahwa sebenarnya bukan semata hasil, tapi proses saat menjalani hal tersebut juga berarti. Sebab semua itu merupakan pembelajaran.

Luka- luka yang terjadi akan memperkaya diri, menghaluskan pikiran dan rasa. Dan akan dapat menjadi bekal untuk menaklukkan tantangan yang lebih besar kelak.

Tentu, saat menghadapi tantangan selayaknya manusia juga menghitung resikonya. Tentu, pada kebanyakan saat, akibat yang fatal bukanlah pilihan. Walau pada saat- saat tertentu mungkin memang itulah yang akan harus dipilih.

Para pejuang kemerdekaan yang kemudian gugur dalam perang tentu tak dapat dikatakan melakukan sesuatu yang sia- sia. Sebab, mereka telah membuat perubahan. Telah terlibat dalam proses menuju ke arah yang lebih baik.

Dan adakalanya memang, apa yang diperjuangkan oleh seseorang tak selalu dapat dinikmatinya. Mungkin yang menikmati kelak adalah anak dan keturunannya, atau orang- orang di sekitarnya.

Bagaimanapun, mereka telah meninggalkan jejaknya…

***



“ Bunda, “ tiba- tiba terdengar suara Pradipta, “ Puding coklat yang kemarin itu masih ada? “

“ Ada Dipta, di kulkas “ jawab Dee. Dan dia bangkit dari duduknya “ Ambil yuk, Bunda juga mau… “

Dee menoleh pada Kuti yang masih asyik dengan korannya. “ ‘yang, “ Dee menawarkan pada Kuti, “ Mau puding juga? “

Kuti menjawab, “ Ya deh. Makasih. “

Dan Dee beserta Pradipta beranjak berjalan menuju dapur dimana puding coklat dingin yang lezat tersebut berada…

p.s i love you


** gambar dibuat oleh RW **

3 comments:

tehijau said...

setuju ^^
perjuangan memang tidak selalu harus berhasil dinikmati oleh si pejuang...tp juga untuk generasi selanjutnya sebagai bukti cinta kepada mereka...

luv this, mbk dee... ;-)

salam,
ias
(pake blog yang lain nih, mbk! blog bareng sohibku, hehe..)

oliem said...

keren....tulisannya...
inspirasi bgt

Ayahnya Ranggasetya said...

hidup seperti air yang mengalir, akan bagus jika mengalir ke arah yang lebih baik... bagus kata-katannya, mba.

btw, aku nggak kenal sama toynbee... hiks, malu.

Post a Comment