Falsafah Jagung ala Bos Detik

Petang yang basah.

Kuti dan Dee duduk menikmati rintik hujan yang perlahan membasahi bumi. Melihat tetes hujan yang seperti air mata dewata menerpa bumi yang kerontang.

Di dekat mereka, di atas sebuah meja, nampak jagung rebus yang masih mengepulkan uap. Sekitar sejam lalu, Kuti dan Pradipta melakukan panen perdana jagung yang ditanam di belakang rumah. Lahannya tidak luas memang, namun cukup jika hanya untuk membudidayakan jagung secara 'iseng-iseng'. Kuti tertarik menanam jagung setelah mendapat hadiah benih dari rekannya, Leon. Menurut Leon, jagung ini rasanya manis.

"Ternyata Leon tidak bohong. Jagung ini manis," kata Kuti, sambil menikmati lezatnya jagung yang direbus istrinya.

jagung-rebus1

"Iya. Manisnya lebih terasa karena baru saja dipetik," sahut Dee. "Dan tak ada yang lebih membahagiakan dibanding menikmati hasil bumi yang ditanam sendiri..."

"Mmm.... Aku ingat dengan yang aku baca tentang jagung, ketika lagi browsing internet mencari data," kata Kuti. "Tentang falsafah jagung menurut pak Budiono Darsono..."

"Oh, pak Budiono yang bos Detik? Beliau bilang apa?"

"Pak Budiono konon pernah mengatakan, sebaiknya kita itu meniru jagung. Yang punya banyak biji namun ditutupi. Dan bukannya seperti jambu mede. Hanya punya satu biji namun dipamer-pamerkan..."

"Wah. Haha. Dalam sekali..."

"Iya. Punya banyak biji maksudnya punya banyak keahlian. Namun itu ditutupi dengan kerendahan hati. Dan bukannya memamerkan, padahal keahliannya hanya satu..."

"Aku setuju. Walau memang rada susah ya?"

"Iya," sahut Kuti. "Secara naluriah manusia cenderung untuk memamerkan kehebatannya, dan sukar untuk bersikap rendah hati..."

"Aku dulu juga suka baca tulisannya pak Budiono," kata Dee. "Sayang blognya yang di blogdetik gak diupdate lagi ya? Padahal isinya bagus-bagus lho. Cerdas dan kocak..."

"Iya. Tapi beliau masih aktif di FB dan Twitter. Updatenya di FB juga kocak namun cerdas..."

Sambil bicara, Kuti kembali mengambil jagung. Ini jagungnya yang keempat.

"Wah kau seperti kelaparan saja," goda Dee.

"Iya. Udah lama gak pernah makan jagung rebus semanis ini. Lagipula, kata orang jagung juga bisa menjadi pengganti nasi kan?"

"Oh jadi nanti malam kau gak makan?"

"Ya belum pasti. Kita lihat saja..."

Di luar, hujan masih gerimis. Di meja, jagung rebus tersisa tiga.

Ada yang berminat? ;)

(foto diambil dari cenycahyani)

3 comments:

minuman said...

artikel yang menarik .. nice blog.. jagung hmmmm... mantap
salam sukses

R2G said...

Jagung? boleh deh yang sisa tiga dipaketin ;)

Ayahnya Ranggasetya said...

mau jagungnya. tapi bukan jagung yang direbus, aku mau jagung bakar, hehe...

sayang filosofi jagung ada kelemahannya, pohon jagung hanya panen sekali saja, sudah itu mati.

pengen kenalan sama pak boediono.

Post a Comment