Aku Kapten Bagi Jiwaku... (2)

Tentang ego dan kompetisi...

TADI pagi aku membaca Koran Kompas, dan aku begitu gembira karena tanpa sengaja ada sebuah artikel di koran ini yang secara kebetulan menguatkan ide yang memang sudah berniat kutuliskan dalam bagian kedua serial “ Aku Kapten Bagi Jiwaku ”, yaitu tentang kompetisi.

Kompetisi adalah suatu hal yang bagiku sendiri merupakan sesuatu yang sepanjang hidup kutemui.

Aku tak pernah takut terhadap kompetisi. Orang tuaku membentuk aku menjadi seseorang yang berani menghadapi hidup, berani menghadapi tantangan.

Tapi orang tuaku juga mengajarkan suatu hal penting: hadapi semua itu dengan kejujuran.

Dan itulah yang kupegang hingga dewasa.

Bagiku, tak ada artinya menjadi juara jika demi meraih gelar kejuaraan itu aku harus melakukan kecurangan. Demi kemenangan semu, aku harus melacurkan harga diri dan integritas.

Tidak. Aku berupaya untuk tak melakukan itu.

Sebab bagiku, kemenangan hanya berarti jika kita melakukannya dengan sportif, dengan jujur, dan kemenangan hanya dapat dibanggakan jika kita memang berhak meraih kemenangan itu.

Memalukan bagiku jika kita tampak seakan- akan menang tapi dibalik itu sebenarnya yang kita lakukan adalah menjegal lawan atau para kompetitor dengan licik. Aku tak akan pernah bisa mengangkat tegak kepalaku jika kulakukan itu.

Sebaliknya, jikapun aku harus tersingkir dari gelanggang permainan sebab aku didepak dengan cara tak jujur, seumur hidup aku akan senantiasa bisa mengangkat kepalaku dan menatap mata para penantang yang tak jujur itu. Sebab tak ada yang harus kusembunyikan, tak ada rasa malu yang harus kutanggung.

Orang- orang yang meraih segala sesuatu dengan cara yang curang tak pernah kumasukkan dalam daftar orang yang patut dihormati...

***



Kembali ke artikel di Koran Kompas, yang kubaca adalah wawancara dengan seorang Bhikku bernama Ajahn Bramavanso, seorang bhikku kelahiran Inggris yang karena jalan hidupnya kemudian mempelajari Buddhisme di Thailand.

Hatiku meleleh saat membaca petikan wawancara wartawan Kompas dengan bhikku ini. Betapa benar hal- hal yang dikatakannya. Betapa aku menemukan banyak hal yang aku setujui dari pendapatnya. Dan aku tersenyum lebar saat di bagian akhir petikan wawancara itu bhikku ini bahkan menyebutkan nama tiga orang yang juga kukagumi: Nelson Mandela, Mahatma Gandhi dan Gus Dur.

Ah, secara kebetulan aku bahkan menggunakan kalimat yang sangat disukai oleh Nelson Mandela sebagai pembuka serial “ Aku Kapten Bagi Jiwaku” ini. Hal ini, sekali lagi, menunjukkan bahwa memang ada banyak hal universal di dunia ini. Bahwa pikiran yang tercerahkan memang akan menuju pada suatu titik yang sama, ada pada frekwensi yang serupa...

invictus3

Bagian yang sangat aku setujui dari apa yang dikatakan Bhikku Ajahn Bramavanso ini adalah bahwa menurutnya, ketika nafsu keinginan yang tak ada batasnya menguasai pikiran, orang tak tahu batas cukup dan tak bisa mensyukuri makna hidup.

Menurut bhikku ini, segala bentuk kekerasan di dunia disebabkan oleh ego, oleh rasa takut dikalahkan. “Terlalu banyak kompetisi, dan sangat sedikit kerja sama, “ tuturnya.

Bhikku yang merupakan Sarjana Teori Fisika lulusan Universitas Cambridge ini menceritakan bahwa Kementrian Dalam Negeri Inggris dari kabinet lalu memberi promosi bagi kerja sama, bukan prestasi pribadi. Penghargaan diberikan pada proses, bukan hasil akhir, pada ketulusan, kejujuran.

Betapa aku tak dapat lebih setuju pada apa yang dikemukakannya...

Aku tak pernah anti kompetisi. Aku tak pernah menihilkan kebaikan atas kegigihan, upaya dan usaha seorang manusia untuk meraih kemenangan. Tapi aku membenci kebohongan, kecurangan, ketidak jujuran dan ketidak tulusan.

Dan seperti yang kukatakan, bagiku, tak penting semua kulit luar itu. Tak penting gelar juara, tak penting kedudukan atau materi, jika untuk mencapainya kecuranganlah jalan yang harus ditempuh.

Itu pula yang ingin kami, aku dan suamiku, ajarkan pada putri kami saat gelar juara yang seharusnya berhak menjadi miliknya direbut paksa dengan cara yang curang.

Kami katakan pada putri kami saat itu, bahwa di hari raport sementara yang berupa lembaran itu dibagikan, semua murid dan semua orang tua di kelasnya sudah melihat seperti apa hasilnya ( hari itu memang bukan hanya nilai raport tetapi rekapitulasi nilai seluruh murid kelas akselerasipun dibagikan pada semua yang hadir ). Karena itu, jelas sebenarnya, siapa juaranya.

Bagi kami sendiri, walau kami memahami dan menghargai perasaan bangga putri kami, melihat betapa tipisnya perbedaan perolehan nilai anak- anak yang berada pada peringkat atas di kelas sejujurnya ada di peringkat keberapapun tak lagi menjadi masalah. Perbedaan nilai nol koma nol sekian itu bisa terjadi karena hal apapun yang sangat sepele. Itu tak lagi membuat perbedaan besar. Tapi kami paham, menjadi seseorang yang membuat sejarah baru, menjadi juara dan merebutnya dari juara bertahan, tentu merupakan hal besar bagi putri kami.

Dan kami memilih dengan sadar untuk membiarkan sesuatu yang sangat berarti itu direbut oleh orang lain di depan mata putri kami. Sebab, seperti yang telah kusampaikan di atas, menurut falsafah kami, seseorang yang memperoleh gelar juara dengan cara yang curang, bukanlah juara sejati. Faham itu pula yang ingin kami ajarkan pada putri kami.

Kami katakan padanya, tak perlu kuatir, masa belajarnya masih panjang. Jika dia memang benar berkualitas bintang, itu akan terus tampak cemerlang dan makin cemerlang di masa yang akan datang.

Dan putri kami, saat benar terjadi ketika raport asli dibagikan tergeser ke peringkat kedua, menerima situasi itu dengan tenang.

Kami terus membesarkan hatinya, terutama ketika kebetulan saat masuk ke SMP, dia ternyata ada di kelas yang sama dengan sang juara kelas di SD-nya tersebut.

Sama- sama merayap mengatasi masa penyesuaian di awal masa SMP-nya dan walau sedikit lebih baik dari sang juara tersebut tapi kira- kira mereka masih ada pada level yang sama pada awalnya, sedikit demi sedikit putriku mulai menapaki anak tangga yang lebih tinggi. Menunjukkan kualitasnya, dengan upayanya sendiri.

Sang mantan juara kelas itu terus tertinggal makin jauh darinya. Tak perlu waktu lama untuk membuktikan, siapa sebenarnya juara sejatinya.

Kini, sudah sekian tahun berlalu. Aku harus katakan, aku bangga pada putriku. Bukan hanya sebab dia masuk dalam jajaran murid- murid peringkat teratas di sekolahnya ( yang merupakan sekolah favorit di kota kami, dimana seisi sekolah sebenarnya juga merupakan murid- murid pandai yang terpilih ), tapi lebih dari itu, kami bangga sebab dia menjalani semua prosesnya dengan baik dan benar.

Kami bangga bahwa dia bisa melewati tantangan dan cobaan dengan baik.

Kami bangga bahwa dia kini tumbuh menjadi gadis remaja yang kuat, gigih, mandiri, tapi lembut hati.

Dan kami berharap jika dia menjadi juara kini dan mudah- mudahan pada banyak waktu di dalam kehidupannya kelak, faham dasar bahwa juara sejati adalah juara yang meraih prestasi dengan kejujuran yang kami ajarkan padanya akan selalu dan selalu diingat dan dijadikan dasar tindakannya.

Gelar juara tak pernah berarti jika hal tersebut diraih dengan kecurangan, dengan mengorbankan kejujuran, dengan merebut hak orang lain...

p.s
written for my daughter.
i love you very much, my girl. be good. i am proud of you...

6 comments:

blacktiger said...

indah.. indah... indah...

Meiy said...

Rasanya aku blm lama komen ttg jika ukuran kepuasan adalah ego dan nafsu, maka takkan ada batas. mudah2an kita tetap di frekuensi yg cerah ya d. Salam utk gadis muda, tetap semangat dan jujur :)

Pojok Pradna said...

jika saja seluruh waktu sang juara sejati digunakan untuk membalaskan dendam perlakuan curang yang diterimanya,
tentu kini tidaklah jadi juara sejati, tapi masih saling menghancurkan tanpa ada yang jadi juara.

Sukurlah itu tidak terjadi :)

Kataku said...

Met malem mbak,artikelnya mantap menginsirasi saya untuk setidaknya menjadi pemimpin untuk diri sendiri

Ranggasetya said...

artikelnya kereeeen...
sampai nggak bisa komen apa-apa lagi nih. takut komenku malah ngelantur, hehe...

ha ha... makasiiiihhh :) d.~

budi "kelik" herprasetyo said...

memang, kadang proses tertutupi oleh hasil..nice artikel bu, nice artikel....

Post a Comment