Kalau Kamu Jadi Dokter, Aku...

Love is a symbol of eternity.  It wipes out all sense of time, destroying all memory of a beginning and all fear of an end...



DERING bel memecah keheningan di rumah kayu. Kuti membuka pintu dan berjalan ke arah pagar.

" Undangan, pak... " kata tukang pos di muka pagar.

Ah, ada yang mengirimkan undangan, rupanya, pikir Kuti. Diterimanya selembar undangan yang diangsurkan oleh pak pos tersebut seraya mengucapkan terimakasih. Diamatinya undangan itu, dan...

Oh.

" Dee... " panggil Kuti sesaat setelah memasuki rumah.

Dee yang sedang bermain dengan si kembar yang baru saja selesai dimandikan menoleh ke arah sang suami.

" Ada undangan, Dee, " kata Kuti pada sang istri.

" Dari mana? " tanya istrinya.

Kuti tersenyum, " Lihatlah sendiri, " katanya sambil memberikan undangan tersebut pada Dee.

Senyum Kuti melebar ketika, persis seperti dugaannya, Dee berseru gembira. " Oh... Wah... Akhirnya ! " begitu seru Dee ketika membaca apa yang tertulis dalam undangan tersebut.

Menikah :

Albert Christian Susanto dengan Laurensia Noviantini


Sabtu 11 Juni 2011



Begitu yang tertulis dalam undangan tersebut.

Ah, jadi kawan baik mereka yang akan menikah rupanya, pikir Dee senang.

Di dalam amplop yang mereka terima tersebut ada selembar kertas lain. Dee mengeluarkan kertas tersebut dan membacanya sambil tersenyum- senyum.

Lembaran tersebut berupa semacam catatan tentang pasangan pengantin itu.

asandanacin

" Asan dan Acin Menikah ", begitu judul tulisan tersebut.

" Ha ha ha, coba lihat ini 'yang, " kata Dee pada Kuti, " Pintar dia... "

" Siapa? " tanya Kuti masih tersenyum melihat bagaimana Dee sangat gembira dan dengan antusias membaca apa yang tertulis disana.

" Siapa lagi... ya Asan ini, cerdik sekali, ha ha ha... " kata Dee, " Sakit saja pilih- pilih dokter cantik yang... "

Kuti tertawa lebar. Dengan segera dia mengerti.

" Jadi, dia menikah dengan seorang dokter? "

Dee mengangguk.

" Ya, " jawab Dee, " Mereka berkenalan ketika Asan kurang sehat, dan pergi berobat. Lalu, setelah dia sudah sehat, dia mengabari sang dokter untuk memberitahukan kondisinya... Dan... "

Kuti tersenyum- senyum.

" Dan lalu akhirnya menjadi dekat dan sepakat untuk menikah? " kata Kuti.

Dee mengangguk lagi sambil tertawa. Diamatinya foto yang terpampang dalam undangan tersebut. Calon pengantin perempuan tampak cantik dalam foto- foto tersebut.

Dan kejahilan Dee kambuh. Dia bangkit lalu mengambil telepon genggamnya. Dikirimkannya sebuah pesan pada Asan, " Pintar ya... sakit saja berobatnya pada dokter cantik. Kenapa nggak berobat ke dokter Hendry? "

Dokter Hendry adalah sahabat Asan.

Beberapa detik kemudian, sebuah pesan masuk ke telepon Dee, " Ha ha... dokter Hendry sedang penuh. "

Dee terbahak membaca jawaban Asan itu.

Asan adalah kawan yang menyenangkan. Ada banyak hari ketika Dee berdiskusi tentang beragam hal dengannya. Dari yang menyenangkan seperti  rumah tua yang rupanya sama- sama mereka gemari, atau yang agak serius seperti beragam situasi sosial termasuk ketidak adilan yang terjadi di sekitar mereka, seperti misalnya penggusuran yang dilakukan semena- mena, tentang bisnis buah naga yang ditekuni Asan,  atau seringkali yang mereka lakukan sekedar perbincangan ringan yang iseng.

Apapun yang mereka percakapkan, Dee sejak lama tahu bahwa Asan sangat cerdas. Dan walau dia tak pernah mengatakannya secara eksplisit, tapi Dee dengan mudah menduga bahwa jika pada suatu saat Asan melabuhkan hatinya, maka perempuan yang akan dipilihnya adalah seorang perempuan yang cantik dan cerdas. Dan tampaknya kini dia telah menemukan perempuan semacam itu, yang dipinangnya untuk menjadi istri.

Semoga mereka selalu berbahagia, pikir Dee, dan pernikahan ini akan berumur panjang, seperti yang terjadi pada orang tua Asan.

Ah, orang tuanya tentu sangat bahagia, pikir Dee. Dia teringat bahwa Asan pernah mengatakan bahwa orang tuanya sangat menginginkan Asan untuk segera menikah. Dan Dee tersenyum lagi, mengingat bagaimana kocaknya Asan menggambarkan bagaimana dia menjelaskan pada orang tuanya saat itu mengapa dia belum juga menemukan tambatan hatinya.

: Mah, dengan si A ternyata tidak cocok, dia selingkuh



: Mah, dengan si B ternyata tidak cocok, dia narkoba

: Mah, dengan si C ternyata tidak cocok, dia nggak macam macam, cuma maunya 1 macam,lelaki yang naik mobil Alphard



: Mah, dengan si D saya batal melakukan PDKT, baru bertanya kepada teman tentang namanya, informasi yang saya dapatkan adalah dia anak luar kota, kost nya hanya berjarak 100 meter dari rumah saya, sudah memiliki pacar pengusaha tambak,2 minggu lagi resign mau ikut pacarnya ke singapura ( ini temen kerja di google kali ya, komplit amat jawabnya )


Masih banyak alasan lain.

: Mah, dengan si E juga batal PDKT, katanya dia suka mukulin cowoknya



: Mah, dengan si F belum ada perkembangan, dia penjaga toko obat, sudah 24 tube Redoxon saya beli di toko itu selama 3 bulan terakhir,tapi mulut ini gagap setiap kali hendak menanyakan namanya,apalagi nomer HPnya..

Dan Dee teringat satu alasan lagi yang konon diberikan Asan pada sang ibu.

: Mah, si G kelihatannya memberi harapan, tapi dia sudah punya pacar, saya masih punya buku panduan tentang rule #1:never dance with a man, dan rule #2: never disturb anyone’s girlfriend

Dee tersenyum lagi. Alasan tentang si G ini sungguh khas Asan. Rule # 1 itu kekonyolan iseng yang cerdas, rule # 2 menggambarkan idealisme yang dalam banyak percakapan Dee dengan Asan dapat diketemukannya.

Dan dengan geli Dee teringat bagaimana Asan dengan 'setengah putus asa' kemudian mengatakan hal semacam ini:

Mah, yang ada juga H,I,J,K,L,M...

Lalu...

Mah, if I have to explain, you wouldn’t understand!

Ha ha ha. Dasar outlier, pikir Dee.

***


Dee terus membaca lembaran kertas yang berisi catatan tentang kisah kasih Asan dan Acin di tangannya, lalu pada suatu saat senyumnya berubah menjadi tawa kecil.


" Ada apa, Dee? " tanya Kuti.


" Ini, coba lihat, " kata Dee sambil terus tertawa- tawa.


Kuti membaca kalimat yang ditunjukkan Dee. " Seperti pantun atau lirik lagu, kalau aku jadi motor, kamu jadi bensinnya... kalau kamu jadi dokter, aku jadi pasiennya... "


Ha ha. Kuti turut tertawa.


" Eh 'yang, " sambil tersenyum lebar Dee berkata pada suaminya, " Aku ingin tahu, setelah menikah nanti, Asan akan ingat hari ulang tahun istrinya tidak ya? "


Kuti terbahak. Dia tentu masih ingat suatu saat duluuuuuu ketika Asan mengatakan, betapa repotnya menghadapi perempuan, dilupakan hari ulang tahunnya saja marah. Saat itu Kuti lalu dengan iseng memberikan beberapa tips agar tak melupakan hari ulang tahun.


( Dan Dee dengan jahil berpikir, mungkin Kuti harus juga memberikan kiat pada Asan agar dapat mengingat hari ulang tahun pernikahannya kelak, ha ha ha )


p.s :


Happy Wedding Day,  Asan and Acin


Wishing you have a beautiful life together, forever...




5 comments:

mechta said...

Naah..itu yg namanya Sengsara membawa nikmat! Hehe. Selamat & turut berbahagiat utk Asan & Acin.. Utk RK..nice note!

sarah ayub said...

Hmm..tak mampu berkata apa-apa,Dee.Sangat terharu;mengingat kisah beliau dulu yang selalu gagal pdkt dengan cewek.Tapi toh akhirnya menemukannya juga.Tuhan pasti menepati janji-janjinya pada hambanya yang yakin.Selamat menempuh hidup baru bro Asan dan sis Acin.Semoga hari-hari kalian terlimpah kebahagiaan, ya Rabb.

garudahitam said...

selamat berbahagia...

berdasarkan pengalaman, nikah itu enaknya hanya 1 persen. 99 persen sisanya.... enak sekali, hehehe ;)

btw kayaknya kapan2 kayaknya kita perlu pinjam buku panduannya. Kali aja ada yang cocok untuk dijadikan ide cerita spionase, hehehe ;)

melly said...

Ah bener kan? mrpsycho
selamaaat

guru rusydi said...

pasti mereka berbahagia sekali, dulu pas saya nikah juga begitu. senyam senyum seharian. dblogger yang masih bujang mesti segera menyusul tuh

Post a Comment