Keseimbangan Kerja dan Keluarga

work-life-balance

Suatu siang di sebuah kantin...

DEE ada di sana, berdua berhadapan dengan seorang kawan yang duduk di seberang meja. Seorang kawan lama yang menghubunginya tadi dan mengajaknya bertemu saat makan siang.

Jadwal hari ini kebetulan tak terlalu padat. Karenanya dengan gembira Dee mengiyakan tawaran untuk bertemu. Selalu menyenangkan untuk bertemu kawan lama seperti itu.

Seperti biasa, pembicaraan dibuka dengan pertanyaan melompat-lompat ke beragam arah, termasuk urusan kantor.

Dee memperhatikan kawan itu. Vinny namanya. Dulu pernah sekantor, kini tidak lagi. Mereka sama- sama telah pindah ke kantor lain.

Vinny tampak agak lelah. Mukanya agak pucat dan lingkaran hitam tampak di bawah matanya.

Dengan mudah Dee menduga bahwa dia sedang terlibat dalam pekerjaan yang sangat menyita waktu.

Vinny pandai. Rajin. Dan ambisius . Dia menduduki posisi penting di sebuah perusahaan besar dan seperti biasa menjadi tangan kanan para atasannya.

Tak ada yang salah dari semua itu sebab Dee tahu Vinny bekerja dengan penuh kejujuran dan menjaga integritasnya. Dia juga tulus hati dan bukan hanya pada atasan, dia juga bersikap baik pada para anak buahnya.

Vinny yang Dee kenal adalah orang yang selalu berusaha untuk menaikkan limit usaha dan pencapaiannya. Dia membuat dirinya sendiri untuk bekerja lebih dari porsi normal. Menurut Dee, Vinny memang berhak mendapatkan posisi yang diraihnya sekarang.

***



" Sedang sibuk di kantor, Vin? " tanya Dee pada Vinny.

Vinny mengangguk cepat. " Ya, Dee. Ampun deh.. "

Ampun?

Dee tertawa mendengar apa jawaban Vinny. Ampun, katanya? Vinny yang selama ini tampak selalu riang gembira menelan seberapapun banyak dan sulit pekerjaannya kini menggunakan kata 'ampun' untuk mengungkapkan apa yang sedang dihadapinya?

" Tumben, Vin.. " kata Dee, " Tak biasanya kamu mengeluh seperti ini. Sedang mengerjakan apa? "

Vinny belum lama pindah ke kantor baru, dengan lingkup pekerjaan yang lebih besar. Seperti biasa, dia ingin hasil pekerjaan yang sempurna. Hanya saja ada kendala di sana sebab rupanya sistem penunjang yang dibutuhkan tak cukup tersedia. Karenanya dia harus banyak melakukan pekerjaan manual yang membuatnya bekerja hingga larut malam, bahkan dini hari. Dan itu terjadi hampir setiap hari.

Dee sudah lama mengenal Vinny. Dia tahu bahwa jika hanya itu saja hambatannya, Vinny tak akan mengeluh.

" Anak- anak protes tidak, ibunya pulang malam terus? " tanya Dee.

Pertanyaan yang tepat pada sasaran rupanya. Sebab Vinny kembali mengangguk.

" Itulah. Anakku yang besar, anjlok nilai- nilai sekolahnya Dee. Yang kecil... "

Vinny menghela napas panjang sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. " Aku sudah beberapa minggu ini berturut- turut pulang menjelang atau lewat tengah malam, Dee. Tita anakku yang kecil setiap sore menghubungiku dan memintaku untuk tak pulang terlalu larut tapi sebab pekerjaan menumpuk, tak bisa kupenuhi permintaan itu. Week end, seringkali aku juga harus bekerja. Lalu tadi pagi... "

Vinny berhenti sejenak lagi sebelum bicara.

" Tadi pagi saat Tita bangun dan hendak mandi, kuhampiri dia dan aku berkata 'aih anak mama, sini mama peluk, kangen sekali deh rasanya..' , "

Vinny berhenti bicara lagi dan suaranya terdengar sangat sedih saat dia berkata, " Tahu tidak Dee, apa reaksinya? Tita berbalik membelakangiku dan menangis sambil berkata 'aku nggak mau dipeluk mama...mama ini kerja melulu, nggak pernah ngurusin aku.'

Hmmm.

Dee mengerti, Vinny pasti terpukul dengan apa yang terjadi itu. Dee tahu persis, Vinny mencintai suami dan anak- anaknya. Dia juga bukan type perempuan yang 'aneh- aneh'. Jika dia berangkat pagi dan pulang larut malam, itu semata karena pekerjaannya.

Dee tahu bahwa Vinny bukan jenis orang yang senang mampir kesana kemari, clubbing atau bersenang-senang seusai bekerja. Tapi jabatan dan ambisinya memang membuat dia selalu bekerja dengan jam kerja yang panjang semacam itu.

" Gimana ya, Dee? " kata Vinny pada Dee.

Vinny kawan lamanya. Dan pada dasarnya Dee biasa bicara terus terang. Dia tak bisa berbasa- basi dengan mengatakan pada Vinny bahwa tak ada yang salah dengan semua itu. Dalam hal ini ukuran Dee sederhana, apakah keluarganya bahagia dengan apa yang dilakukannya. Jika tidak, maka ada sesuatu yang harus ditinjau kembali.

Dee sendiri biasa menempatkan suami dan anak- anaknya sebagai barometer standar apakah apa yang dia lakukan baik adanya. Sebab kadangkala tanpa disadarinya, apa yang dia lakukan ternyata mengganggu perasaan mereka.

Kuti suami yang sangat toleran. Mereka berbagi pekerjaan domestik dan Kuti memahami jika sekali- sekali Dee harus pulang terlambat karena pekerjaannya. Pradipta sebenarnya juga berusaha mengerti. Walau bukan tak pernah protes. Sebab pernah suatu saat dulu ketika Dee beberapa hari berturut- turut pulang terlambat, si kecil Pradipta menyentilnya.

Si kembar belum hadir diantara mereka ketika itu. Hanya ada mereka bertiga. Kuti yang sudah terlebih dahulu pulang sedang berbaring- baring di tempat tidur, mengobrol dengan Pradipta.

Dee menyegerakan mandi begitu tiba di rumah. Dia lelah, dan lapar, tapi lebih dari semua itu, dia merindukan suami dan anaknya. Karenanya dia mandi agar dapat bergabung dengan suami dan anaknya dengan tubuh yang segar.

Lalu ketika dia selesai mandi dan menghampiri tempat tidur dimana Kuti dan Pradipta berada, didapatinya si kecil sudah memejamkan matanya. Pradipta belum tidur tapi jelas sudah sangat mengantuk.

Dee menyapanya riang ketika itu, " Hai.. gimana di sekolah tadi, sayang? Jadi ulangan matematika? Dah oh, tadi olah raga ya? Apa olah raganya? "

Pradipta menjawab, tapi bukan jawaban tentang sekolah yang diberikannya.

" Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan mencoba beberapa saat lagi, " begitu jawabnya.

Dee terbahak mendengarnya. Dia menggelitik Pradipta dan berpura-pura menancapkan sesuatu. " Ah, habis baterai niiihhhh.. Dicharge dulu, deh.. "

Dee ingat, Pradipta menggeleng. " Bukan, bunda. Aku bukan habis baterai, koq. Cuma bunda sih, datangnya telat. Aku sekarang sudah ada di maglev mau pergi ke tempat lain, bunda baru datang ngajak aku ngobrol... "

Dee tertawa lagi. " Maglev? Maglev itu apa? Dan mau pergi kemana ? "

Suara Pradipta terdengar lagi. " Maglev, bunda.. Magnetic levitation train. Aku naik itu biar cepat tidurnya.. "

Dee terbahak. Pradipta yang cerdas dengan daya imajinasi yang tinggi rupanya mengkhayal naik kereta yang disebutnya maglev itu untuk segera dapat menuju alam mimpi. Dengan segera Dee dapat menduga bahwa kereta yang dipercakapkan Pradipta adalah kereta berkecepatan tinggi.

" Tahu darimana tentang maglev itu, Dipta? " tanya Dee pada anaknya.

" TV, bunda. Makanya Bunda jangan pulang malam terus supaya bisa nonton TV sama aku. Nanti aku kasih tahu bunda acara yang ada maglev-nya itu. "

Dan Pradipta tertidur.

Dee memandangi anaknya yang tampak sangat manis saat tertidur seperti itu.

Cara Pradipta bicara padanya lucu. Dan Dee selalu takjub melihat apa yang diketahui si kecil serta bagaimana daya khayalnya berkembang seperti itu. Tapi tentu tak lucu jika dia harus sering- sering dikomentari Pradipta dengan 'aku sudah naik maglev siap- siap mau berangkat ke tempat lain, bunda baru datang ngajak ngobrol aku... "

Dia berjanji dalam hati untuk sebisanya mengatur waktu kerjanya agar tak lagi harus disindir oleh Pradipta.

***



Dee menghirup minumannya. Lalu membuka mulutnya. Singkat saja yang dikatakannya, " Jika anakmu sudah protes seperti itu, Vin..mungkin sudah waktunya ditinjau kembali apa yang harus dijadikan prioritas. Apa yang harus difokuskan, apa yang bisa didelegasikan atau bahkan tak perlu dikerjakan. Kembalikan pemikiran pada: untuk apa saya bekerja? At the end of the day , tak akan pernah sebanding jabatan dan materi yang didapatkan jika keluarga kita tak bahagia. Apalagi jika sampai anak kita bahkan menolak untuk kita peluk. Tinjau kembali jadwalmu dan seimbangkan lagi semuanya.. "

Vinny mengangguk. Dee tahu, dia tak perlu menjelaskan secara teknis apa yang harus dilakukan. Vinny sudah akan tahu dengan sendirinya.

Ah Vinny, semoga dia bisa segera menemukan keseimbangan hidupnya kembali..

p.s:

maglev, atau magnetic levitation train adalah kereta yang digerakkan dengan daya angkat magnetik. kereta ini tak beroda, bergerak 'melayang' sekitar beberapa inci di atas rel.

secara sederhana dapat dijelaskan dengan konsep dua magnet yang satu kutub akan tolak menolak, kereta ini melayang sedikit di atas rel karena magnet di rel dan di bawah kereta tolak menolak.

ada beberapa negara yang memiliki kereta jenis ini, contohnya jepang serta jerman. cina dan korea juga mengembangkan penggunaan maglev untuk alat transportasi masal di negaranya. maglev tercepat saat ini ada di jepang dengan kecepatan sekitar 581 KM/jam



** gambar diambil dari: corporatelifecoach.blogspot.com **




Pulanglah Setelah Belajar di Luar Negeri

graduation

Senja yang hangat...


KELUARGA rumah kayu sedang berkumpul di beranda.


Dee duduk di dekat si kembar Nareswara dan Nareswari yang menatap burung- burung berkeliaran, berkicau dan beterbangan di halaman, hinggap di pohon mangga serta rambutan dengan penuh minat sambil mengoceh dengan bahasa bayi.

Pradipta bicara ini dan itu pada si kembar. Kadangkala digelitikinya bayi- bayi itu, lalu mereka tertawa bersama. Sementara itu pada saat yang sama Kuti menjadikan Cintya keponakan mereka yang sedang menginap di rumah kayu sebagai sasaran keisengannya.

Kuti selalu senang menggoda Cintya dengan pertanyaan- pertanyaan tentang siapa pacarnya sekarang dan dia akan dengan sembarangan menyebutkan nama- nama yang sebetulnya hanya karangannya saja, membuat Cintya mendelik protes, setengah bingung setengah tersipu. Reaksi yang membuat Kuti terbahak dan makin senang menggodanya.

Dee tertawa melihat Cintya yang melirik padanya seakan meminta bantuan untuk menghadapi kejahilan Kuti.

“ Eh kak,  jadinya nanti mau masuk jurusan apa ? “ kata Dee mengalihkan pembicaraan ketika dilihatnya Cintya sudah sungguh salah tingkah digoda terus menerus oleh Kuti.

Cintya, duduk di kelas 3 SMA saat ini, sebentar lagi sudah akan masuk Perguruan Tinggi. Dan karenanya topik pembicaraan tentang mau belajar apa setelah SMA seringkali muncul di antara mereka.

“ Aku mau belajar bioteknologi, “ kata Cintya.

" Wah, bagus itu, " komentar Dee.

Mempelajari bioteknologi menurut Dee cocok dengan karakter Cintya yang tekun dan menyukai riset.

Dee pernah mengobrol dengan beberapa kawan dan dia mendapat informasi bahwa bioteknologi serta ilmu- ilmu yang berkaitan dengan kesehatan, lingkungan dan nanoteknologi  merupakan ilmu yang akan berkembang pesat di abad 21 ini.

bioteknologi2

Penerapan bioteknologi juga sangat luas. Dee pernah mendengar cerita, misalnya, bahwa pada saat ini bakteri digunakan untuk pertambangan, penelitian mengenai obat- obatan, dan semacamnya. Dia juga pernah mendengar tentang penelitian yang dilakukan dengan tujuan perancangan gen bibit tebu agar produksinya banyak.

Ada pula seorang kerabat yang melakukan penelitian dan mengembangkan biomekanika, yang membuat alat untuk mengatasi patah tulang yang diperlukan oleh para dokter bedah.

Selain itu, Dee pernah juga mendengar tentang trend ilmu yang sedang marak diantara para ahli mesin dan penerbangan, yakni biomimetic. Mereka membuat robot yang meniru serangga atau binatang. Di jurusan elektro kini juga ada jalur biomedical engineering.

Bioteknologi pada saat ini memang cabang ilmu yang berkembang sangat pesat,  terutama di negara- negara maju.

Dan pikiran tentang negara maju membuat Dee teringat pada satu cita- cita Cintya yang sering diutarakanya sejak lama: mendapatkan beasiswa untuk belajar di luar negeri.

Cintya cerdas. Sudah lama dia menunjukkan hal itu. Dia juga tekun, gigih dan mandiri. Tanpa banyak cakap, sesuai dengan kepribadiannya yang tenang, Cintya tumbuh menjadi gadis remaja yang jelas tahu apa yang dia inginkan, dan siap berjuang untuk mencapai keinginannya.

Cintya ingin belajar di perguruan tinggi di dalam negeri dulu dan berniat  untuk berusaha mendapatkan beasiswa agar dapat memperdalam ilmunya di luar negeri pada tingkat Master, begitu yang pernah dikatakannya pada Dee.

Rencana yang bagi Dee, juga terdengar baik.

Cintya adalah remaja yang sedang tumbuh dan mengembangkan jati dirinya. Dee secara sederhana berpikir bahwa jika saat menjadi mahasiswa nanti Cintya bersekolah di dalam negeri, maka akar yang akan membentuk kepribadian dan jatidirinya sudah akan makin kuat dan kokoh. Bersekolah di luar negeri akan dengan sangat baik memperluas wawasan dan pengetahuannya tapi tak akan mudah menggoyahkan akar budaya dan rasa cinta pada negeri yang telah kuat tertanam dalam dirinya.

Sebab, harapan Dee pada para remaja potensial semacam Cintya adalah…

“ Kak, nanti kalau kakak jadi sekolah di luar negeri, jangan lupa pulang lho ya… “

Cintya tertawa. Bukan hanya sekali dia mendengar komentar semacam itu. Orang tuanya sendiri juga sudah sering sekali mengatakan itu. Mereka mendukung keinginan Cintya untuk suatu saat bersekolah di luar negeri, namun dengan satu pesan yang tak pernah berubah: pulanglah setelah selesai sekolah nanti…

Cintya ingat, suatu hari, ibunya berkata pada dia, “ Kak, kalaupun setelah sekolah nanti ingin sementara bekerja beberapa tahun dulu di luar negeri untuk cari pengalaman, nggak apa- apa, tapi pastikan setelah itu pulang ke sini, ya… “

Ibunya juga sering mengatakan pada Cintya, “ Orang- orang pintar sepertimu itu dibutuhkan di sini, Kak. Pergilah belajar kemana saja, jadilah orang pintar dan maju, tapi pulanglah. Sebab jika semua orang pintar dari negeri ini setelah mereguk ilmu di luar negeri lalu memutuskan untuk tinggal seterusnya di sana, tidak pulang lagi kemari, maka negeri ini bukannya tambah maju tapi akan makin mundur sebab justru orang- orang terbaiknyalah yang akan pergi dan tidak kembali itu… “

***



“ Ibu pernah bilang gitu juga tante, “ kata Cintya menjawab komentar Dee.

Dee tersenyum. Dia tentu saja juga tahu sejak lama bahwa ibunda Cintya, Prameswari, memiliki pendapat yang sama dengannya.

Menurut satu berita di sebuah koran, ada puluhan ribu pelajar Indonesia yang kini belajar di luar negeri. Dan makin banyak diantara pelajar Indonesia yang belajar di luar negeri itu memutuskan untuk berkarir di negeri orang, tinggal di sana untuk jangka panjang, bahkan selamanya.

Banyak berita tentang mereka di majalah dan koran- koran, yang berkarir di bidang industri, yang menjadi peneliti jempolan, menemukan ini dan itu, dan sebagainya. Berita- berita itu berjudul serupa: orang Indonesia yang sukses di luar negeri.

Walaupun bangga pada pencapaian mereka, di pihak lain Dee serta Prameswari berpendapat bahwa  jika banyak orang pintar Indonesia yang kemudian tidak kembali ke negeri ini seperti itu, kemajuan di dalam negeri tak akan terjadi.

Sekarang, memang banyak keluhan tentang kurangnya fasilitas riset, kurangnya penghargaan terhadap orang- orang pintar berpendidikan tinggi ini, sementara di luar negeri fasilitas riset melimpah, jabatan dan materi yang ditawarkan juga menggiurkan, yang dikatakan sebagai alasan utama mengapa mereka memilih untuk tak kembali pulang. Tapi sebenarnya, siapa yang akan bisa merubah situasi itu jika orang- orang yang mengeluhkan hal tersebut memilih jalan pintas untuk pergi selamanya?

Jalan keluar dan perbaikan akan terjadi jika orang- orang yang merasa bahwa hal- hal semacam itu menjadi masalah dan penghambat tetap ada di sini, berjuang untuk memperbaiki hal tersebut.

Perbaikan terhadap masyarakat di sekitar juga akan lebih cepat terjadi jika para orang cerdas berwawasan luas itu ada di sini.

Teknologi memang sekarang memungkinkan untuk melakukan komunikasi dengan orang yang berada di mana saja di dunia ini. Tetapi melakukan penelitian terhadap gen tanaman tebu bisa jadi tak akan terpikir untuk dilakukan oleh seorang ahli bioteknologi yang tak berada di lingkungan dimana jumlah produksi tebu tidak optimal dan membuat negaranya mengimport gula, padahal ladang tebu ada dimana-mana dan para petani tebu di sekitarnya berkutat dengan kemiskinan yang menjerat.

Penelitian untuk membuat alat bantu yang dibutuhkan oleh para dokter bedah tulang dan memproduksinya di dalam negeri mungkin tak akan terjadi jika para ahli biomekanika itu tinggal di luar negeri, sebab dia tak akan tahu bahwa para dokter pandai di dalam negeri sanggup melakukan tugasnya tapi alat yang dibutuhkan harus diimport dari luar negeri sehingga harganya sangat mahal dan tak terjangkau oleh para pasien.

Dengan tinggal di sini dan melihat langsung apa masalah yang terjadi lalu melakukan penelitian dan memproduksi alat tersebut di dalam negeri, para ahli teknologi itu secara langsung berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat. Ada banyak orang yang selama ini tak tertolong menjadi tertolong sebab alat untuk membuat cedera tulang mereka dapat dipulihkan tersedia banyak dengan harga terjangkau di sini.

Ditambah lagi, jika penelitian dan produksi dilakukan di sini, hal tersebut akan berujung pada satu hal: merubah situasi dari konsumen menjadi produsen. Dampaknya akan sangat luas pada meluasnya lapangan kerja dan perkembangan ekonomi dalam negeri.

***




Dee menatap Cintya, keponakan yang sangat dikasihinya dan sungguh berharap dan berdoa dalam hati bahwa kelak, saat sudah meraih banyak gelar dan pengetahuan dalam ilmu bioteknologi seperti yang dicita- citakannya, Cintya akan pulang kembali ke negeri ini untuk menerapkan ilmunya di sini dan berkontribusi membangun negeri…

p.s. we love Indonesia...

** gambar diambil dari aljamia.net dan www.hindawi.com **

Blogdetik Super Keren? Ya Iyalah!!!

headline5

SEBAGAI blogger yang sudah lumayan lama luntang-lantung di blogdetik, kami, aku dan Dee sudah lama tau kalau blogdetik itu keren. Namun baru kemarin kami sadar kalau blogdetik bukan sekedar keren. Namun super keren!!!

Sejak kemarin dulu, ada momen-momen yang membuat kami gembira. Diawali ketika posting Dee tentang Pernikahan ibarat Judi terpilih sebagai headline dan sempat nampang di halaman depan detikcom. Beberapa jam kemudian, posting iseng tentang membaca tulisan jelek yang aku buat di sukangeblog ternyata juga menjadi headline. Padahal tulisan itu dibuat buru-buru, karena terprovokasi komentar gajahpesing dan hes tentang blog yang sudah lama gak diupdate. Kemarin, aku menulis di blog pribadi yang juga lama gak diupdate, catatanqu. Aku ingin menyuarakan opini tentang rok mini yang menjadi pembicaraan panas di mana-mana. Tak disangka, hanya beberapa menit setelah dipublish, tulisan tentang rok mini langsung menjadi headline!! (Kegembiraan rasanya makin lengkap karena tips ngeblog berjudul Menyiasati Godaan Copy Paste yang dipublikasi di sebuah platform ngeblog juga ditahbiskan sebagai headline).

Tentu bukan karena tulisan yang kami buat berturut-turut menjadi headline lalu kami menahbiskan blogdetik super keren. Posting kami menjadi headline karena ada perubahan ‘kecil’ di blogdetik. Perubahan itulah yang kami anggap super keren.

Perubahan apa yang telah terjadi?

Sejujurnya, kami baru menyadari hal itu akhir-akhir ini. Yakni posting yang terpampang di headline tak lagi dibatasi tiga, namun lebih. Headline di blogdetik kini lebih bervariasi dan dinamis. Dan itu yang kami pikir sangat keren.

Dulu, jatah untuk headline hanya dibatas tiga. Jadi jika di pagi hari admin sudah memilih tiga tulisan di headline, maka tiga posting itu yang akan terpampang hingga 24 jam berikutnya. Bahkan jika pemilihan dilakukan hari Jumat, tiga posting itu akan bertengger di tahtanya hingga Sabtu, Minggu dan Senin pagi!!!

Aku pernah mengusik hal ini ketika berdiskusi, kalau tidak salah di salah satu posting suami malas. Aku mengusulkan agar kuota tulisan di headline ditambah, jangan hanya tiga. Asumsiku sederhana. Ada ribuan bahkan mungkin puluhan ribu blogger yang ngendon di blogdetik. Setiap hari mungkin ada ratusan posting baru yang dipublikasikan. Masak sih dari ratusan itu hanya tiga yang dianggap terbaik?

Untunglah, kini ada perubahan. Dan kami menganggap perubahan ini sangat positif. Kini jatah diperluas, tak hanya tiga. Semua bloggerdetik kini punya peluang untuk nampang di headline. Bahkan jika tulisan dipublish petang hari, peluangnya tetap terbuka.

Tentu kebijakan ini ada konsekuensinya. Yakni tugas admin semakin berat. Admin harus stand by terus menerus, dan setiap saat memelototi sekaligus menelanjangi tulisan yang baru dipublish. Berat dan melelahkan memang. Tapi bukankah memang ITU tugas seorang admin?

Tetap eksis

Sebagai pengguna lama blogdetik, kami penghuni rumahkayu berharap ke depan blogdetik yang kini sudah super keren akan makin keren. Dan, tentu saja, tetap eksis.

Terus terang, sejak ada perubahan manajemen di detikcom sempat ada kekhawatiran bagi kami pengguna blogdetik menyangkut masa depan blogdetik. Detikcom di tangan pemilik baru kini sangat berorientasi bisnis. Itu terlihat dari makin bejibunnya iklan di halaman depan detikcom, juga di hampir semua kanal. Blogdetik, kelihatannya belum bisa memberikan kontribusi dari sisi finansial. Bahkan mungkin dapat dikategorikan sebagai proyek rugi.

Karena belum bisa menghasilkan laba, blogdetik mungkin bisa memperkuat sisi lain. Yakni branding. Pencitraan. Bahwa blogdetik merupakan bagian dari detikcom yang bisa memberi nilai tambah dalam bentuk layanan gratis yang berkualitas. Sisi kualitas ini yang harus ditonjolkan, dan itu antara lain tergambar dalam tampilnya tulisan bagus dan menarik di headline.

Blogdetik saat ini sudah dalam jalur yang benar. Namun tentu saja tantangan besar masih ada di depan mata. Tantangan yang harus disikapi dengan profesional dan inovasi tanpa henti!!!

p.s

Kami, penghuni rumahkayu punya feeling bahwa admin yang kini menggawangi headline bukan lagi mas kw atau karel ya? Jika feeling kami benar, terimalah salam kenal dari kami (atau jangan-jangan kita sebenarnya sudah saling kenal namun kami aja yang gak ngeh kalau Anda adalah admin? Hehehehehe)

We still love you

Ngeblog Itu Seperti Mengajak Selingkuh

NGEBLOG atau menulis pada umumnya, pada prinsipnya sama seperti merayu. Dan dalam hal tertentu, bisa diibaratkan dengan mengajak orang lain berselingkuh.

Saat tulisan ini dibuat, ada ratusan juta blog yang online di seluruh dunia. Ada sekitar 30 hingga 40 juta blog yang berbahasa Indonesia. Di blogdetik, mungkin ada belasan hingga puluhan ribu orang yang membuka lapak dan banyak di antaranya rutin menulis setiap hari. Artinya, ketika membuat sebuah tulisan dan mempublikaskan ke dunia maya, Anda akan bersaing dengan ribuan bahkan jutaan blogger lain yang juga mempublikasikan tulisan.

Karena itu Anda perlu ‘merayu’ agar pembaca mampir ke lapak dan membaca tulisan kita.

Hal ini tidak mudah, karena bisa saja pembaca yang disasar sudah punya ‘pacar’. Mereka sudah punya lapak atau blog favorit yang dikunjungi secara rutin. Jadi Anda harus melakukan sesuatu agar calon pembaca mau ‘berselingkuh’ dan mampir ke lapak milik Anda.

cartoon

Apa saja yang perlu disiapkan agar pembaca mau mampir dan menjadikan Anda ‘selingkuhan’? Yang harus disiapkan sebenarnya sama saja dengan Anda kita ingin pacaran (lagi) di dunia nyata. Apa saja itu?

1. Smart

Banyak orang yang suka pacaran dengan cowok atau cewek yang smart. Yang berwawasan luas. Yang ngomongnya bisa nyambung.

Jadi supaya dilirik, tulisan yang dibuat harus bermanfaat. Harus bisa memberikan pelajaran dengan cara yang cerdas. Harus bisa memberikan informasi yang komprehensif dan tidak membingungkan.

Jadi, jika diperlukan, lengkapi tulisan dengan data. Jika perlu lakukan riset kecil-kecilan. Sebagai bahan riset, Anda hanya perlu menanyakan kepada paman Google.

2. Humoris

Banyak orang yang suka pacaran (atau selingkuh) dengan sosok yang humoris. Yang bisa menyegarkan suasana. Yang bisa menghidupkan suasana yang membosankan.

Jadi jika memungkinkan, selipkan unsur humor dalam tulisan. Humor bisa menjadi selingan terutama jika topik yang dibahas itu berat. Namun jangan berlebihan. Humor hanya sebagai sisipan. Terlalu banyak melucu akan membuat tulisan menjadi lebay. Bahkan norak. Karena faktanya, sekalipun banyak orang yang suka pacaran dengan sosok humoris, hanya sedikit yang mau menikah dengan pelawak. Jadi jangan sekali-kali menjadi ‘pelawak’ dalam tulisan Anda.

3. Trendy

Pasti banyak orang yang ingin pacarnya (atau pasangan selingkuhnya) trendy.Yang penampilannya up to date. Pacar yang penampilannya jadul alias jaman dulu hanya akan membuat malu.

Dalam menulis, pastikan kita mengetahui perkembangan terbaru pada topik yang ditekuni, atau hal umum yang berlaku. Upayakan untuk terus mengupdate informasi agar tidak ketinggalan jaman.

4. Bertanggung jawab

Banyak orang yang ingin kekasihnya adalah sosok yang bertanggungjawab, yang berani menerima resiko atas apa yang dilakukan. Yang gak segan mengaku salah jika berbuat salah dan meminta maaf jika melakukan kekeliruan.

Sebagai blogger Anda bukanlah sosok yang sempurna. Suatu saat Anda mungkin bisa salah. Bisa salah berasumsi, salah mengambil kesimpulan, salah menganalisa, dan sebagainya. Jika ternyata tanpa sengaja melakukan kesalahanan, jangan ragu untuk bertanggung-jawab. Antara lain dengan meralat atau meng-update tulisan yang isinya tidak terlalu tepat. Atau meminta maaf secara terbuka kepada pihak yang dirugikan.

5. Mau mendengar

Banyak pasangan yang selingkuh karena merasa menemukan sosok yang mau mendengar. Yang menyediakan bahu sebagai tempat bersandar. Yang menyediakan sapu tangan untuk air mata yang berlinang.

Sebagai blogger, Anda juga harus mau mendengar. Simak apa yang diinginkan pembaca. Tanggapi usulan atau pertanyaan pembaca. Sedapat mungkin balas setiap komentar yang masuk. Ketika menanggapi komentar, berilah tanggapan yang sopan dan santun. Jangan terkesan arogan dan mau menang sendiri.

6. Kreatif

Kekasih yang kreatif akan disukai pasangan. Bahkan banyak pihak yang berselingkuh karena pasangannya kreatif dan gak membosankan, tidak monoton seperti yang ditemui di rumah.

Sebagai blogger Anda harus kreatif. Tak hanya pada mencari sudut pandang yang baru namun juga pada gaya bahasa. Jika gaya dan topik tulisan monoton, pembaca bisa bosan. Anda juga bisa merasa jenuh. Jika Anda rajin melakukan variasi, pembaca akan tertarik dan sebagai penulis Anda juga akan merasa seperti mendapatkan energi baru.

***



Apa yang dipaparkan ini hanya sebagian kecil dari sejumlah langkah yang bisa dilakukan supaya pembaca mau ‘berselingkuh’ dengan Anda. Mau menjadikan lapak Anda sebagai lokasi tujuan setiap hari, di samping lapak-lapak lain yang lebih dulu dijadikan ‘pacar’.

Menulis itu hakekatnya sama dengan merayu agar pembaca terhanyut dengan untaian kata demi kata yang kita paparkan. Jika pembaca terhanyut dan ‘jatuh cinta’, mereka akan datang lagi dan lagi dan lagi…..

p.s:



Tulisan ini adalah tips ngeblog. Jadi mohon tidak dijadikan sebagai tips untuk selingkuh beneran di dunia nyata, hehehehehe

** gambar diambil dari: lcooks1.wordpress.com **

Benarkah Pernikahan itu Ibarat Judi?

Suara gelak tawa terdengar dimana- mana…


KELUARGA di rumah kayu masih berkumpul bersama. Sementara itu, Jeanette dan anaknya, Martin, tetangga sebelah rumah yang tadi datang bertandang telah berpamitan pulang.


Pradipta dan saudara- saudara sepupunya bermain dengan riang gembira. Cintya serta Pratama yang tadi sibuk membaca kini bergabung bermain kartu dengan Respati dan Pradipta. Sementara itu Kirana memilih bermain bersama Radya dan si kembar Nareswara serta Nareswari.


Para ayah mengobrol di beranda depan, sementara Dee, Larasati dan Prameswari masih berada di ruang tengah.


Larasati, ibunda Respati, Kirana dan Radya, mengobrol dengan Dee dan Prameswari. Mereka masih meneruskan topik pembicaraan yang tadi dibuka oleh Jeanette dan Larasati dengan kisah mereka tentang seorang kawan lama yang bercerai dengan istrinya.


dadu8


“ Kalau dipikir- pikir ya Dee, “ kata Larasati, “ Apa yang sering kita dengar bahwa pernikahan itu ibarat judi, sebetulnya tidak tepat ya… “


Dee tertawa.


“ Ya memang tidak, “ kata Dee. “ Sebab sebenarnya apa yang akan terjadi dalam sebuah pernikahan sudah akan dapat diprediksi sebelumnya, jika para calon pasangan suami istri saling mengenali calon pasangannya dengan baik. Jika komunikasi diantara mereka terjalin baik dan juga mereka saling jujur satu sama lain, maka seharusnya apakah pernikahan itu akan menjadi pernikahan yang bahagia atau tidak, bisa diperhitungkan… “


“ Ya memang sih, “ imbuh Dee lagi, “ Kita semua percaya bahwa jodoh telah diatur oleh yang Kuasa, tapi pada setiap langkah dalam hidup, termasuk saat mencari pasangan, manusia kan harus berusaha, dan termasuk dalam usaha ini adalah menentukan pilihan dan membuat keputusan tentang orang yang akan menjadi pasangan hidup kita...  “


“ Dan saat membuat keputusan itu, logika juga harus digunakan disamping mempertimbangkan rasa cinta ya, Dee... “ komentar Larasati.


Dee mengangguk. Dia memang selalu percaya bahwa rasio dan rasa harus seimbang saat seseorang hendak membuat keputusan jangka panjang tentang pernikahan.


Dee tak sepenuhnya sepakat pada faham bahwa pernikahan itu ibarat judi. Pada judi, apa yang terjadi dan bagaimana hasilnya adalah untung- untungan. Orang tak punya kendali sama sekali terhadap apa hasil akhirnya. Tidak begitu dengan pernikahan, menurut Dee.


“ Apa yang terjadi setelah menikah antara Budi dan Agatha itu, misalnya, “ kata Dee, “ Sebetulnya harus sudah diperhitungkan sebelum menikah. Jika Budi sebenarnya keberatan dengan gaya hidup Agatha, dan kebiasaan Agatha berlama- lama berdandan sementara Agatha sendiri tampaknya tak mungkin hidup tanpa berdandan kinclong serta menikmati bergaul di café- café dan resto sementara Budi sama sekali tak tertarik dengan gaya hidup seperti itu, maka walau Budi sangat terpikat dengan kecantikan Agatha, misalnya, dia seharusnya sudah memperhitungkan adanya potensi konflik saat mereka menikah… “


“ Sama halnya dengan misalnya seseorang menemukan bahwa calon pasangannya ternyata kasar, abusive, sering melakukan kekerasan baik verbal ataupun fisik, maka tak perlu terlalu banyak berharap bahwa calon pasangannya itu akan banyak berubah setelah pernikahan, “ celetuk Prameswari, " Apa yang sudah tampak sebelum menikah, itu pula yang akan muncul setelah pernikahan. "


“ Kesalahan yang umum dilakukan adalah memiliki harapan besar bahwa sang pasangan akan berubah sikap, sifat, gaya hidup dan nilai- nilai kehidupannya setelah menikah. Harapan semacam ini sebetulnya agak berbahaya, “ Dee menimpali.


“ Aku setuju sih, Dee, “ kata Larasati pada Dee, “ Aku sendiri juga berpendapat, saat sebelum menikah kita harus mengamati dengan baik calon pasangan kita. Lihat pandangannya terhadap hidup, caranya mengatasi masalah, lebih detail lagi, misalnya, sikapnya terhadap anak kecil, terhadap orang tua, saudara- saudara. Tata cara dalam pergaulan dengan orang lain dan perilaku sehari- harinya,  dan sebagainya.


Apa yang kita lihat itulah yang akan pula kita temukan saat sudah menikah.


Jika pengamatan semacam ini dilakukan dengan baik, maka sedikit banyak, setiap orang memiliki kendali untuk memilih pasangan yang tepat. Dan jika seseorang memiliki kendali semacam itu, maka artinya falsafah bahwa pernikahan adalah judi sangat tidak tepat. “


Dee mengangguk menyetujui apa yang dikatakan Larasati.


***


“ Eh, puding ini kelihatannya enak, ya, “  Prameswari tiba- tiba nyeletuk. Dia menunjuk puding di atas meja.


Dee mengangguk. Puding itu buatan Jeanette. Dan Jeanette memang pandai memasak serta membuat kue.


Prameswari mengerat sepotong puding dan menaruhnya ke piring kecil yang sedari tadi dia pegang.


Dee mengikuti jejaknya. Larasati juga.


Sesaat kemudian ketiganya memasukkan potongan puding tersebut ke dalam mulut, mengecap dan menikmati kelezatannya…


p.s. i love you


** gambar diambil dari Wikipedia **



Harapan dan Ketidakcocokan Dalam Pernikahan

Yang membuat pernikahan bahagia bukan tingkat kecocokan kita dengan pasangan, tetapi seberapa besar kemampuan dan kesediaan kita untuk mengatasi ketidak cocokan ~ Leo Tolstoy


HARI itu cerah. Pintu utama rumah kayu terbuka lebar. Beberapa keluarga yang bersaudara sedang berkumpul di sana.


Pradipta tampak sangat gembira berada di antara para sepupunya. Mereka berlarian tanpa henti keluar masuk rumah, berpindah dari halaman depan ke samping, ke belakang. Sementara itu, para orang tua berkumpul di ruang tengah sambil mengawasi anak- anak yang lebih kecil.


Cintya, sepupu Pratama yang kini sudah tumbuh menjadi gadis remaja, seperti biasa, berada di antara para orang tua dengan buku di tangannya. Dia sedang membaca novel, entah apa judulnya. Di pojok ruangan, Pratama tampak membalik- balik koran terbitan hari itu. Ada berita yang menarik perhatiannya, tentang ekspedisi pendakian gunung di suatu daerah, lengkap dengan catatan sejarah mengenai kerajaan- kerajaan jaman dahulu yang hilang terkubur saat terjadi letusan besar gunung tersebut.


Beragam makanan tampak di atas meja. Larasati, ibunda Respati, Kirana dan Radya membawa Klapetaart yang dibikinnya. Prameswari, ibunda Cintya dan Pratama, datang dengan banana cake yang masih hangat. “ Baru keluar dari panggangan, “ katanya tertawa saat menyodorkan banana cake itu tadi pada Dee. Dee sendiri mengeluarkan siomay dan bakso tahu buatannya.


Sebagai pelengkap dari semua itu, Jeanette, ibunda Martin sahabat Pradipta yang bertetangga dengan mereka datang membawa puding dan asinan buah.


Dunia memang sempit. Jeanette tetangga mereka itu, rupanya teman sekolah Larasati dulu. Karenanya Dee sering memberitahunya jika Larasati hendak datang berkunjung ke rumah kayu, dan jika waktu memungkinkan, Jeanette biasanya datang bergabung dengan mereka.


Selain Jeanette, Martin juga datang untuk bergabung bermain bersama Pradipta dan para sepupunya.


***


Sambil makan mereka mengobrol ngalor ngidul. Ke kanan ke kiri, menyentuh berbagai topik.


Sampai suatu saat…


“ Oh, “ terdengar suara Larasati, “ Jadi mereka bercerai ? “


Jeanette mengangguk. “ Ya. “


Larasati tampak terdiam sejenak. “ Anaknya ikut siapa? “


“ Ikut Budi. “


“ Hanya satu, kan, anaknya? “


“ Ya, satu. Perempuan. “


Dee mendengarkan percakapan itu sambil sesekali menyuapkan banana cake ke mulut si kembar Nareswara dan Nareswari.


“ Menyedihkan, “ terdengar komentar Larasati, “ Walau… sebenarnya sudah bisa diduga ya? “


Jeanette mengangguk, “ Ya. Agatha memang begitu dari dulu, bukan? Tak ada yang berubah, sebenarnya… Jadi seharusnya, sudah bisa diduga. “


marriage


Larasati  menceritakan sekilas tentang Budi dan Agatha pada Dee dan Prameswari.


Budi adalah kawan baik mereka. Pandai, bintang lapangan pada beberapa cabang olah raga, pendaki gunung. Mereka masih sering bertemu Budi bahkan sampai saat mereka sudah lulus sekolah dan bekerja, sebab mereka rutin berlatih olah raga bersama.


Agatha, cerita Larasati, pertama kali diperkenalkan Budi pada mereka semua saat seperti biasa, di suatu sore mereka berkumpul di lapangan olah raga.


Datang ke lapangan olah raga dengan letak rambut sempurna yang tampaknya membutuhkan waktu setengah hari untuk menatanya, rok pendek yang sangat ketat, sepatu high heels dan riasan wajah lengkap, Agatha jelas sangat berbeda dengan perempuan- perempuan yang sebelumnya dekat dengan Budi.


Semua kawan baik Budi meramalkan bahwa hubungan Agatha dan Budi tak akan berlangsung lama.


Dan mereka semua salah.


Hubungan keduanya makin serius. Agatha dan Budi menikah.


“ Lalu sekarang mereka bercerai? “ tanya Prameswari. “ Kenapa? “


“ Itulah, “ komentar Jeanette, “ Aku dengar, mereka sering sekali bertengkar sebab Budi mempermasalahkan gaya hidup Agatha. “


“ Yang sebenarnya bukan hal baru, “ Larasati menimpali, “ Apa yang dipermasalahkan Budi adalah gaya hidup Agatha sejak dulu yang seharusnya sudah diketahui Budi. “


“ Apa misalnya? “ tanya Dee.


“ Budi mengeluh bahwa Agatha tidak mengurus rumah dan anak mereka dengan baik, sebab di waktu- waktu senggangnya sepulang kantor, alih- alih langsung pulang ke rumah, Agatha sering mampir dulu untuk bertemu dengan kawan- kawannya di café- café, mencicipi gerai kopi yang baru dibuka, pergi ke restoran Perancis yang konon enak, dan hal- hal lain semacam itu yang bukan gaya hidup Budi.


Selain itu, pada hari libur, bukannya menghabiskan waktu di rumah dengan keluarga seperti yang diinginkan Budi, Agatha malah memilih pergi ke salon untuk merawat diri. Memutihkan kulit, menata rambut, mencat kuku, mengeriting bulu mata… “ kata Jeanette.


“ Mengeriting bulu mata? “ Dee tertawa kecil saat mengucapkan komentar itu.


“ Eh betul Dee, “ tukas Jeanette, “ Memang betul ada salon untuk tempat melentikkan bulu mata…”


Oh. Dee tertawa lebih lebar lagi. Tak pernah diketahuinya hal tersebut sebelumnya.


“ Tapi hasilnya sesuai kan? Aku duga, Agatha ini sampai sekarang tetap tampil kinclong seperti saat Budi pertama kali mengenalnya dulu? “


“ Ya, “ Jeanette mengangguk.


“ Tapi Budi sekarang mempermasalahkan hal ini? “ kata Dee.


“ Mungkin bukan mempermasalahkan cantik dan kinclongnya Dee, “ kata Larasati, “ Tapi mempermasalahkan bahwa dia begitu terfokus pada diri sendiri untuk selalu tampil kinclong dan mengambil porsi waktu terlalu banyak untuk itu. Juga gaya bergaulnya yang menurut Budi terlalu boros dan ‘borju’… “


“ Padahal itu semua satu paket, kan, “ kata Jeanette. “ Agatha bisa tampil kinclong begitu karena dia menyisihkan banyak waktu untuk mendandani diri. Dan mungkin dia perlu mendandani diri karena dia memang senang berada di tempat- tempat dimana penampilan seperti itu dibutuhkan… “


Hmm… hmm… Dee memikirkan apa yang dikatakan Larasati.


“ Masalah klasik, tampaknya, “ komentar Prameswari.


Dee mengangguk setuju. Ini masalah klasik rumah tangga yang akar masalahnya adalah…


“ Budi mungkin berpikir bahwa setelah menikah Agatha akan berubah dengan sendirinya. Atau dia berpikir bahwa dia akan bisa merubah Agatha, “ kata Dee.


Prameswari menyambung apa yang dikatakan Dee, “ Padahal, “ katanya, “ Kunci pernikahan yang langgeng sebetulnya adalah kesediaan kita untuk menerima ketidak cocokan dengan pasangan.  Sebelum menikah, seharusnya para calon suami istri sudah memperhitungkan untuk hal- hal dimana ada perbedaan atau ketidak cocokan itu, apakah dia akan dapat mempertahankan prinsipnya tanpa harus merubah atau mengendalikan gaya hidup pasangannya? “


“ Sebab, orang mungkin bisa menyesuaikan diri, tapi tak akan bisa berubah terlalu banyak. Begitu, ya? Jadi, take it or leave it… “ komentar Larasati.


Dee dan Prameswari serentak mengangguk.


“ Menikah, “ kata Dee, “ Memang membutuhkan pemikiran yang matang. Orang harus mengenali dirinya sendiri dengan baik, sebelum bisa memilih pasangan yang cocok. Orang harus tahu, apa nilai- nilai hidupnya, apa harapannya dalam hidup, apa hal- hal yang menurut dia tak bisa dikompromikan, apa yang masih bisa dikompromikan, dan dari hal- hal inilah dia harus berangkat.


Dalam kasus Budi dan Agatha, tampaknya dulu Budi mengecilkan fakta bahwa gaya hidup dan harapan tentang pernikahannya ternyata berbeda dengan Agatha. Perbedaan yang ternyata menjadi api dalam sekam. Api yang terus membesar, memanas dan menghancurkan pernikahan mereka… “


p.s. i love you…


** gambar diambil dari: treymorgan.net **

5 Kesalahan Cowok Pada Kencan Pertama

Tentang kencan...

5-kesalahan-cowok-saat-kencan-pertama

KUTI sedang menyuapi si kembar. Jika senggang, Kuti memang sebisa mungkin meluangkan waktu dengan sepasang malaekat yang kini sedang lucu-lucunya. Menyuapi si kembar makan sangat menyenangkan, kendati Kuti menyadari bahwa makanan yang jatuh jauh lebih banyak dibanding yang berhasil masuk ke mulut.

“Eh ‘yang, kau masih ingat dengan Randy?” Dee muncul sambil membawa sapu tangan kecil, yang akan digunakan untuk membersihkan mulut si kembar

“Randy yang mana?”

“Itu tuh, putra sulung Mbak Melati, tetangga kita dulu itu...”

“Oh Randy yang itu? Kenapa dia?”

“Tadi aku ketemu dia. Randy sekarang sudah kelas 3 SMA. Tubuhnya jangkung. Dan.. dia udah mulai naksir cewek...”

“Naksir cewek? Bagaimana kamu tau?”

“Randy yang bilang. Tadi kita ketemu di supermakrket. Dia jalan dengan seorang cewek. Aku godain dia dan bilang, ini pacar kamu? Namun Randy bilang gak. Gadis yang jalan dengannya katanya adalah teman dari cewek yang ditaksirnya.”

Kuti mengangguk. Mendekati dan berakrab-ria dengan teman si cewek yang ditaksir adalah langkah brilian.

“Kelas 3 SMA memang udah waktunya pacaran. Asal Randy gak keliru dan melakukan kesalahan seperti yang dilakukan sejumlah cowok pada kencan pertama,” kata Kuti.

“Oh, memang ada ya, kesalahan cowok pada kencan pertama?”

“Iya. Lima kesalahan malah,” ujar Kuti sambil secara perlahan menyuapi Nareswari.

“Apa saja itu?”

“Kesalahan pertama, terlalu pendiam. Memang sih, gugup pada kencan pertama itu wajar. Asal jangan berlebihan. Jika si cowok terlalu pendiam, kencan bisa berjalan dingin karena yang terjadi hanya pandang-pandangan. Apalagi jika si cewek juga pemalu...”

“Oh gitu ya. Terus jalan keluarnya gimana?”

“Untuk kencan pertama, gak ada salahnya mengundang pihak ketiga untuk menemani. Sebaiknya teman perempuan yang juga mengenal cewek yang dikencani. Jadi jika ada kebuntuan dalam percakapan, teman yang diundang bisa membantu mencairkan suasana. Jika percakapan udah lancar, si cowok bisa memberi isyarat kepada pihak ketiga untuk meninggalkan tempat...”

“Terus, kesalahan kedua?”

“Kesalahan kedua berlawanan dengan yang pertama. Yakni terlalu cerewet. Terlalu mendominasi percakapan. Ada cowok yang saking semangatnya dia mendominasi percakapan, gak memberi kesempatan kepada si cewek untuk bicara. Padahal pacaran seharusnya berisi komunikasi dua arah...

“Kesalahan ketiga, langsung nakal. Ada cowok yang saking terlalu pede, pada kencan pertama langsung pingin mencium. Atau tangannya langsung kepingin ‘main gitar’. Yang begini kesalahan fatal.”

“Oh jelas, itu kesalahan fatal. Jika pada kencan pertama ada cowok yang langsung pingin mencium pasti langsung aku tampar,” ujar Dee judes. “Dan kesalahan keempat?”

“Kesalahan keempat, langsung ngajak kawin. Walau jarang, ada cowok yang langsung melamar cewek pada kencan pertama. Ini dilakukan oleh mereka yang umumnya sudah mendekati ‘injury time’, udah berumur namun belum punya pasangan...”

“Tapi pacaran, apalagi bagi yang udah dewasa, kan tujuannya memang untuk kawin?” Kata Dee sambil membersihkan sisa makanan yang belepotan di bibir Nareswara.

“Iya, pacaran, terutama oleh mereka yang sudah berumur memang untuk kawin. Tapi mbok ya jangan melamar pada kencan pertama dong. Tahan diri dikit kenapa sih? Biarkan kencan pertama berlangsung sukses, diikuti kencan kedua dan seterusnya. Dan setelah merasa mantap, ya bisa langsung dilamar... Banyak cewek yang syok jika langsung dilamar pada kencan pertama...”

“Dan kesalahan kelima?”

“Kesalahan kelima ini yang paling penting. Yakni gak membaca posting ini. Cowok yang pingin pacaran akan melakukan kesalahan besar jika sebelum kencan gak membaca tulisan ini,” kata Kuti sambil mengedipkan mata.

“Huh, dasaaaarrrr.....”

p.s

- Tulisan ini dibuat berdasarkan pengalaman, pengamatan ditambah sedikit bumbu imajinasi...

- Tulisan ini khusus yang belum pacaran. Untuk yang bakal menikah, ada versi dewasanya, yakni ‘5 kesalahan suami di malam pertama’, yang nanti ditulis kapan-kapan...

We still love you...

Tanggung Jawab Mengemudi

Tentang pengemudi cilik...

PAGI itu cerah. Mentari bermurah hati melimpahkan sinarnya walau di sana sini embun masih tampak menggantung di udara.

Kuti membaca beberapa berita di laptopnya. Tak lama, terdengar dia memanggil istrinya. " Dee, lihat ini Dee, " ujarnya, ketika sang istri telah datang mendekat.

Ditunjukkannya sebuah video. Dee mengamati sebentar, dan persis seperti yang diduga Kuti, Dee menggerutu.

" Orang tua tak bertanggung jawab, " komentar Dee agak kesal.

Video tersebut menunjukkan seorang gadis cilik berusia sekitar empat (!) tahun mengemudikan mobil di bawah bimbingan orang tuanya.

pengemudi-cilik

Kuti sendiri menggeleng- gelengkan kepalanya. Dia belum lupa kejadian serupa yang memakan korban beberapa minggu yang lalu.

Di pagi buta ketika itu, tak jauh dari lokasi rumah mereka, ada kecelakaan. Seorang pengendara motor cilik, berusia kira- kira sekitar delapan tahun, membelokkan motornya dengan tiba- tiba tanpa aba- aba dan membuat pengemudi motor di belakangnya yang tak menduga apa yang terjadi tak sempat menghidar dan menghantam motor yang dikemudikan anak kecil tersebut.

Keduanya terpental. Pengemudi yang berada di belakangnya, seorang Bapak setengah baya, ternyata terluka lebih parah dari si pengemudi cilik itu.

Oh betul... Kuti tahu, peraturan undang- undang mengatakan bahwa jika terjadi tabrak dari belakang, apapun penyebabnya maka si penabrak yang berada di belakangnyalah yang salah.

Tapi, Kuti -- dan dia tahu bahwa Dee juga memiliki pendapat serupa -- sungguh menyesalkan kejadian bahwa seorang anak kecil diijinkan untuk membawa kendaraan bermotor seperti itu dan baik Kuti maupun Dee percaya bahwa ketidak hati- hatian bocah tersebut berhubungan dengan kebeliaan usianya.

Dalam hal ini, menurut Dee dan Kuti, tak ada yang lebih harus dipersalahkan selain orang tuanya. Sebab anak kecil tak akan dapat melakukan hal itu jika tak diijinkan orang tuanya.

" Banyak orang lupa... " kata Dee, " Bahwa mengemudikan kendaraan itu membutuhkan kematangan emosi dan kemampuan mengambil keputusan, yang jelas belum dimiliki para anak kecil, apalagi balita. "

Lalu sebelum Kuti mengatakan apapun juga, Dee telah berkomentar lagi, " Aku pernah baca buku yang bahkan memberikan batasan umur minimal bagi anak untuk dapat diijinkan menyeberang jalan sendiri. Ada penjelasan panjang lebar di situ mengapa anak di bawah usia tersebut sangat tidak aman untuk dibiarkan menyeberang jalan sendiri.

Seingatku batasannya adalah 9 atau 10 tahun, aku lupa persisnya. Yang aku ingat pasti adalah keterangan tentang adanya refleks- refleks dan kemampuan analisa serta pengambilan keputusan yang belum dimiliki anak yang lebih kecil. Itu alasan utamanya mengapa ada batasan umur yang dianggap aman.

Dan jika menyeberang saja sebetulnya ada batas usia dengan alasan keamanan, apalagi tentunya, diperlukan batasan usia yang jauh lebih matang bagi seseorang untuk dapat diijinkan mengemudikan kendaraan bermotor.

Dee berkata lagi, " Banyak orang tua berpikir bahwa mengijinkan anak mengemudikan kendaraan bermotor di usia dini adalah satu bentuk 'hadiah' mereka pada anak, upaya untuk menyenangkan anak. Padahal, mereka lupa akibatnya. Apa yang mereka lakukan itu sungguh dapat mencelakakan bukan hanya anak tersebut sendiri tapi juga orang lain... "

Kuti mengangguk setuju pada apa yang dikatakan istrinya. Sekali lagi dia memutar video tersebut dan menggeleng- gelengkan kepalanya dengan prihatin...

p.s. i love you

** gambar diambil dari oto.detik.com, sumber: youtube **