Sukses yang Tertunda (2)

Suatu hari di kota kelahiran…

KUTERIMA sebuah bungkusan berperangko Amerika. Kukeluarkan t-shirt abu- abu dengan logo sebuah universitas dari bungkusan tersebut. Ada juga sticker berlogo sama di dalamnya.

Aku tersenyum senang.

T-shirt itu dikirimkan oleh kawanku yang saat itu bersekolah di sana. Kawan baik yang beberapa tahun sebelumnya mengejutkan kami semua dengan kegagalannya menembus seleksi yang di atas kertas seharusnya dengan mudah dapat dilaluinya...

road-to-success


Pagi itu, hasil test seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri diumumkan. Kutelusuri deretan angka dan nama dan kutemukan namaku.


Kutelusuri lagi deretan nama itu dan kutemukan satu persatu nama teman baik dan kawan sepermainan disana. Kawan sebangku, teman sekelompok belajar, semua kutemukan namanya. Tapi, tak kutemukan nama kawan ini.



Sang bintang kelas sahabatku tak berhasil menembus seleksi itu.

Hal itu merupakan kejutan yang sama sekali tak diharapkan. Dan tak terduga.

Kususuri ulang nama- nama yang tertulis dalam pengumuman. Tetap tak kutemukan namanya.

Ah, jadi benar dia tidak diterima, kawanku yang pandai itu.

Aku prihatin sekaligus lega. Setidaknya dia memiliki cadangan. Dia sudah diterima di sebuah universitas swasta terkenal di kota kami. Di jurusan yang dia selalu impikan..

***



Kupahami, dia pasti kecewa sekali. Kuingat bahwa pada pertemuan pertamaku dengan dia setelah pengumuman itu, kudapati kawanku memaksakan senyumnya dan berkata, “ Nggak apa- apa D, aku sekolah di universitas swasta itu dulu saja. Tahun depan testing lagi. “

Setahun berlalu, dan testing penerimaan mahasiswa baru ternyata bersamaan saatnya dengan masa ujian kuliah. Kawanku tak tampak terlalu bersemangat untuk kembali mengikuti testing masuk perguruan tingg negeri. “ Sudahlah, aku sekolah di sini saja, “ katanya. Dia putuskan untuk meneruskan kuliahnya di universitas swasta tempatnya bersekolah saat itu.

Pilihan yang juga baik sebetulnya. Universitas tempatnya bersekolah itu universitas swasta ternama dengan kualitas yang baik. Jadi sama sekali tak masalah jika dia meneruskan sekolahnya di situ.

Dan begitulah yang terjadi. Sampai saat tingkat tiga itu, rupanya ada pengumuman di sekolahnya tentang beasiswa ke Amerika itu. Dia mendaftarkan diri, dan…

Diterima.

Sejujurnya kurasa, walau selama tiga tahun itu dia bersekolah di sekolah swasta yang bagus, deep inside dia tetap penasaran tentang kegagalannya menembus seleksi perguruan tinggi negeri beberapa tahun sebelumnya. Dan ‘dibayar’nya semua itu dengan merebut beasiswa untuk pergi ke Amerika.

Saat dia mengunjungiku di kampus untuk mengabarkan keberangkatannya ke Amerika, sempat kukatakan padanya bahwa tampaknya pada akhirnya kegagalan dulu itulah memang yang mengantarkannya untuk merebut beasiswa ini. Sebab, siapa tahu, jika dia berhasil menembus seleksi perguruan tinggi negeri yang menjadi idamannya dulu itu, dia justru akan berat meninggalkannya di tengah- tengah dan barangkali tak akan memutuskan untuk mengambil beasiswa itu.

Dia tertawa dan mengangguk. Bisa jadi begitu, katanya…

***



Begitulah. Kadang- kadang, sukses memang tak dapat dicapai melalui jalan yang lurus dan mulus. Adakalanya jalan berkeloklah yang harus ditempuh.

Bukan hanya kawanku, aku sendiri pernah mengalaminya.

Kuliahku berjalan mulus. Kuselesaikan mata pelajaran yang harus diambil dengan relatif cepat. Hampir setiap semester aku mengambil satu- dua mata kuliah yang terjadwal untuk tingkat di atasku. Tak banyak hambatan yang berarti ketika itu.

Halangan justru datang di saat terakhir. Saat menyusun skripsi.

Kumulai penyusunan skripsi. Kuhubungi sebuah perusahaan besar di kota kami dengan proposal skripsiku dan meminta ijin untuk memperoleh data sebagai bahan skripsi.

Ijin itu diperoleh.

Kutulis bab- bab awal skripsiku sambil meneruskan proses yang ditetapkan perusahaan tersebut. Semua beres sampai ditentukan saat dimana aku diminta datang kembali ke sana pada suatu hari tertentu untuk membuat ID card agar aku bisa memperoleh akses masuk ke perusahaan itu saat pengambilan data.

Kulangkahkan kaki dengan ringan hari itu ke sana, tanpa kuduga bahwa duniaku akan jungkir balik dalam beberapa jam ke depan.

Sebab entah kenapa, HR manager di sana tanpa alasan yang jelas memutuskan untuk membatalkan ijin yang telah kuperoleh itu. Keputusan diberikan melalui staffnya. Tak ada penjelasan apapun. Hanya dikatakan jika aku masih ingin memperoleh data, silahkan menemui Bapak A di divisi anu.

Kutemui Bapak A yang kemudian mentransferku untuk menemui Bapak B.

Demikian selanjutnya sampai hari itu kutemui beberapa orang, dan tak seorangpun dari mereka bisa memberikan alasan yang jelas mengapa ijin yang sebetulnya telah kuperoleh tiba- tiba saja dibatalkan.

Aku pulang ke rumah dengan berurai air mata.

Ayahkulah yang membangkitkan semangatku. Katanya, sudahlah jangan menangis terus. Tak akan selesai skripsi itu jika aku terus menangis seperti itu.

Orang tuaku mengajari aku untuk mandiri. Untuk sebisanya berusaha menyelesaikan masalahku sendiri. Dan dengan senang hati kulakukan itu. Tapi mungkin saat itu sangat tampak bahwa aku terpukul. Ayahku turun tangan. Dihubunginya seorang kawannya yang memiliki perusahaan dan memintakan ijin agar aku boleh mengambil data disana.

Dengan segera kawannya mengijinkan.

Begitulah. Tempat mengambil data sudah ada, tapi…

Harus kumulai lagi semua dari awal.

Aku tak lagi memiliki semangat untuk meneruskan skripsi yang beberapa bab awalnya sudah tuntas kubuat sebelumnya dan siap untuk masuk ke proses pengambilan data di perusahaan pertama yang membatalkan ijinnya itu.

Kuputuskan untuk membuat sesuatu yang sama sekali baru. Kupilih tema lain, tema yang saat itu termasuk baru dan belum banyak ditulis. Yang bahkan literatur untuk referensinyapun agak sulit untuk diperoleh.

Kawan- kawan lain sudah menyelesaikan skripsinya, beberapa bahkan sudah sidang sarjana, sementara aku saat itu memulai lagi dari lembar pertama penulisan skripsiku. Dengan topik baru. Dengan literatur yang sangat terbatas. Dengan data baru.

Lalu…

Saat baru kuselesaikan bab pendahuluan skripsiku yang berisi ringkasan tentang topik yang akan kutulis, ada sebuah pengumuman tertempel di kampus.

Pengumuman beasiswa yang cukup bergengsi dari sebuah lembaga internasional. Diberikan untuk penulisan skripsi. Syaratnya untuk mengikutinya adalah mengirimkan bab pendahuluan yang berisi ringkasan topik skripsi.

Kuputuskan untuk mengirimkan bab pendahuluan skripsiku.

Dan…

Kumenangkan beasiswa itu!

Oh, betapa gembiranya aku. ‘Dendam’-ku terbayar sudah.

Kuselesaikan proses pembuatan skripsi kedua ini dengan lancar. Kulalui sidang sarjana juga dengan lancar.

Kupanjatkan rasa syukur serta terimakasihku pada Yang Maha Kuasa di atas sana.

Seringkali kesuksesan memang tak dapat diraih dengan mudah, tapi kegigihan, usaha dan doa yang tak putus akan juga pada suatu saat mengantarkan kita kesana…

p.s. i love you

** gambar diambil dari: stevelummer.wordpress.com **

Sukses yang Tertunda (1)

Sepenggal kisah kenangan…

TENTANG sang juara. Tentang kesuksesan yang tertunda.

Suatu senja di kampus. Aku baru saja selesai kuliah dan tanpa tergesa keluar kelas, berjalan perlahan di koridor di deretan depan ruangan kuliah ketika tanpa terduga dari arah berlawanan tampak seseorang berjalan ke arahku.

Aku tercengang.

Kukenal orang itu. Dia sahabatku. Kawan baikku sejak SMA dulu.

Dia tidak kuliah di universitas yang sama denganku. Karena itulah kehadirannya di kampusku agak mengherankan.

Dia tersenyum. Kubalas senyumnya, dan saat kami sudah berdekatan, kusapa dia, “ Hai. Koq ada di sini, cari siapa? “

Senyumnya melebar. “ Cari kamu, “ jawabnya.

Kami tingkat tiga saat itu. Dan walau senang bertemu dengannya, tapi jawaban bahwa dia sengaja mencariku ke kampus membuatku makin heran. Kami memang masih berkawan sejak lulus SMA itu. Jadi, kadang- kadang kami bertemu. Adakalanya dia mampir ke rumahku. Di saat lain kami berjumpa saat ada suatu acara. Tapi tak pernah sekalipun dia datang menemuiku di kampus.

“ Tahu darimana aku lagi di sini? “ tanyaku lagi padanya.

“ Dikasih tau Ibu.  Aku telepon ke rumah tadi,  “ jawabnya.

Hmmm. Jadi, dia memang sengaja menemuiku, rupanya. Dia meneleponku ke rumah dan ibuku mengatakan bahwa aku sedang kuliah lalu dia datang ke kampus mencariku. Entah untuk apa.

success



Dia mengajakku duduk di tepi koridor di deretan depan ruang kelas. Lalu  mengobrol ini dan itu. Obrolan biasa, hal- hal umum yang biasa kami percakapkan saat berjumpa. Aku masih tak mengerti mengapa dia sampai perlu menemuiku secara khusus sore itu. Sampai setelah sekian lama ngobrol ngalor ngidul, barulah kemudian kuketahui alasan yang sebenarnya kenapa dia mencariku di kampus sore itu.

Dia hendak berpamitan.

Bagaimana Mengetahui Cinta Sejati?

BEBERAPA hari lalu aku menyaksikan serial Castle. Aku menyukai serial itu karena temanya unik dan agak beda dengan yang lain. Intinya mengisahkan tentang sepak terjang pengarang novel terkenal, Rick Castle yang karena kehabisan ide untuk novelnya dia bergabung dengan satuan detektif. Castle pun menjadi pendamping detektif cantik Kate Beckett dan mengungkap kejahatan demi kejahatan. Sosok Beckett pun mengilhami Castle membuat serial novel baru dengan tokoh utama seorang detektif perempuan.

castle

Episode yang aku saksikan beberapa hari lalu mengisahkan tentang seorang perawat laki-laki tampan, yang dipuja banyak dokter perempuan. Si perawat ini sempat menjadi tersangka pembunuhan. Belakangan diketahui kalau dia 'hanya' merencanakan sesuatu yang unik. Perawat ini mencoba mengeluarkan kekasihnya, yang dipenjara kendati tidak bersalah.

Ada satu dialog yang aku pikir menarik, antara Castle dengan ibunya, Martha. Mereka membicarakan Gina, mantan istri Castle yang kini mulai akrab lagi. Ibu Castle bilang," Gina memang baik. Tapi apakah kau bersedia melakukan segalanya untuk membebaskan Gina jika dia masuk penjara?"

Sang ibu kemudian melanjutkan," Jika kau bersedia melakukan apa saja untuk seseorang yang masuk penjara, seperti yang dilakukan perawat itu, maka itulah cintamu yang sejati..."

Episode itu diakhiri dengan senda gurau antara Castle dengan dua polisi anak buah Beckett. Castle bertanya apakah mereka akan membebaskan dia jika masuk penjara. Kedua polisi laki-laki ini bilang tidak. Dan tiba-tiba Becket muncul dan bilang, "Oh aku mau..."

Adegan memperlihatkan Castle yang termangu. Dan Beckett yang tersenyum...

***



Bagaimana mengetahui cinta sejati? Tentu ada beragam cara. Ada berbagai teknik.

Namun yang aku saksikan di serial Castle mungkin bisa menjadi salah satu acuan.

Jika seseorang yang Anda kasihi (setidaknya yang Anda pikir Anda kasihi) karena sesuatu dan lain hal masuk penjara, apakah Anda akan melakukan segalanya untuk membebaskan dia? Jika jawabannya ya, maka mungkin itulah cinta Anda yang sejati. Jika tidak...

Tentu, pengandaian masuk penjara dalam kehidupan sehari-hari mungkin tak akan terjadi. Sangat kecil kemungkinan orang yang kita kasihi tersandung masalah hukum dan dipenjara. Namun setidaknya ini bisa menjadi acuan.

Dan tentu saja, kita bisa mengganti dengan pengandaian lain. Jika yang dikasihi sakit, apakah Anda mau melakukan segalanya, sekali lagi SEGALANYA untuk kesembuhannya?

Jika jawabannya ya, maka bersyukurlah karena itu cinta Anda yang sejati. Jika tidak....

Dan satu hal lagi. Ini jika dibalik. Misalkan Anda masuk penjara, apakah pasangan Anda saat ini kira-kira akan melakukan segalanya untuk membebaskan Anda?

Semoga Anda tahu jawabannya, hehehe ;)

p.s

i love you...

Gambar diambil dari http://www.tvshows4all.com

Aku Kapten Bagi Jiwaku... (2)

Tentang ego dan kompetisi...

TADI pagi aku membaca Koran Kompas, dan aku begitu gembira karena tanpa sengaja ada sebuah artikel di koran ini yang secara kebetulan menguatkan ide yang memang sudah berniat kutuliskan dalam bagian kedua serial “ Aku Kapten Bagi Jiwaku ”, yaitu tentang kompetisi.

Kompetisi adalah suatu hal yang bagiku sendiri merupakan sesuatu yang sepanjang hidup kutemui.

Aku tak pernah takut terhadap kompetisi. Orang tuaku membentuk aku menjadi seseorang yang berani menghadapi hidup, berani menghadapi tantangan.

Tapi orang tuaku juga mengajarkan suatu hal penting: hadapi semua itu dengan kejujuran.

Dan itulah yang kupegang hingga dewasa.

Bagiku, tak ada artinya menjadi juara jika demi meraih gelar kejuaraan itu aku harus melakukan kecurangan. Demi kemenangan semu, aku harus melacurkan harga diri dan integritas.

Tidak. Aku berupaya untuk tak melakukan itu.

Sebab bagiku, kemenangan hanya berarti jika kita melakukannya dengan sportif, dengan jujur, dan kemenangan hanya dapat dibanggakan jika kita memang berhak meraih kemenangan itu.

Memalukan bagiku jika kita tampak seakan- akan menang tapi dibalik itu sebenarnya yang kita lakukan adalah menjegal lawan atau para kompetitor dengan licik. Aku tak akan pernah bisa mengangkat tegak kepalaku jika kulakukan itu.

Sebaliknya, jikapun aku harus tersingkir dari gelanggang permainan sebab aku didepak dengan cara tak jujur, seumur hidup aku akan senantiasa bisa mengangkat kepalaku dan menatap mata para penantang yang tak jujur itu. Sebab tak ada yang harus kusembunyikan, tak ada rasa malu yang harus kutanggung.

Orang- orang yang meraih segala sesuatu dengan cara yang curang tak pernah kumasukkan dalam daftar orang yang patut dihormati...

Aku Kapten Bagi Jiwaku... (1)

Aku berterimakasih
atas jiwaku yang tak tertaklukkan


Aku tuan bagi nasibku
Aku kapten bagi jiwaku

( Dikutip oleh Nelson Mandela dari puisi berjudul 'Invictus' karya  William Ernest Henley )



KEMARIN sore saat pulang kantor, kutemukan suamiku yang sudah lebih dulu tiba di rumah sedang menggergaji beberapa ruas kayu.

Ketika kutanyakan apa yang sedang dibuatnya, dia menjawab dia sedang membuat bingkai untuk kanvas.

Rupanya, anak sulungku lolos saringan pertama murid berprestasi di sekolahnya dan pada saringan kedua yang dilakukan hari ini, selain test wawancara dan pidato, dia juga harus menunjukkan keterampilan lain diluar pelajaran sekolah dan anakku memilih untuk membuat lukisan di atas kanvas. Ayahnya menyiapkan pigura untuk kanvas tersebut.

the-star



Kutemui anak sulungku dan sambil mengobrol dengannya kukatakan sesuatu: “ Ingat apa yang ibu dan bapak bilang dulu? Sekarang terbukti, kan? “

Anakku tertawa lebar. Dia mengangguk.

Kalimat itu kuucapkan sebab dulu, bertahun- tahun yang lalu, dia pernah dicurangi.

Bukan (hanya) oleh kawan seusianya tapi juga oleh orang tua kawannya itu.

Dan saat dia dicurangi itu, kami, aku dan ayahnya, memilih untuk tak melawan secara frontal kecurangan itu tapi kami bicara pada anak kami bahwa kami tahu dialah seharusnya yang menjadi juara, dan tak perlu kecil hati jika kemudian dengan curang gelar juara itu jatuh pada orang lain.

“ Semua orang tahu siapa juaranya, “ itu yang kami katakan padanya, “ Tetaplah berusaha, dan sekian tahun lagi, kita lihat siapa juara sejatinya… “

Fiksi dan Sisi Gelap Masa Lalu

KETIKA sebuah karya fiksi diyakini sebagai realita, siapa yang harus disalahkan? Tak ada yang perlu disalahkan sebenarnya, karena 'keyakinan' itu merupakan reaksi alamiah.

Sebagai penggila karya fiksi (baik buku/komik/film) aku memahami keyakinan itu. Sampai sekarang aku masih meyakini bahwa apa yang sekarang menjadi fiksi ilmiah kelak bisa menjadi nyata. Jadi, kelak bumi (mungkin) akan memiliki teknologi 'warp' seperti  serial Star Trek yang membuat pesawat bumi bisa menjelajah angkasa tanpa terhalang ilmu fisika. Atau, kelak manusia bisa menciptakan mesin waktu, dan hal-hal aneh semacam itu. Menggelikan? Tidak juga. Banyak teknologi saat ini yang dulunya adalah bagian dari karya fiksi. Tank, radar, ipad, video chating bahkan bom atom tadinya adalah karya fiksi, merupakan imajinasi yang akhirnya menjadi nyata.

Ketika kisah 'ehem ehem' di s3l dipastikan sebagai fiksi, mungkin ada pihak yang kecewa. Sebagian mungkin kecewa karena keyakinan yang selama ini memenuhi benak sekonyong-konyong runtuh. Yang lain mungkin kecewa karena kesempatan untuk 'mengerjai' kuti hilang sudah ;) .

Rahasia itu dibuka karena kami pikir memang sudah saatnya. Jika dibiarkan, akan sulit bagi banyak orang untuk memisahkan mana yang fiksi dan mana yang nyata. Mana yang tokoh khayalan dan mana yang benar-benar ada.

Karena kisah s3l itu fiksi, maka Luna juga fiksi. Dan, hehe, tentu saja karakter Kuti dalam blog s3l sebenarnya juga fiksi. Dalam beberapa hal karakter Kuti memang merupakan personifikasi si pengarang. Namun selebihnya 'ngarang doang'. Tidak nyata.

Jadi kalau dulu ada yang bilang (dengan nada mencemooh) bahwa Kuti itu 'si imajiner', gak salah juga. Kuti memang imajiner. Yang keliru adalah pemahaman yang dulu sempat muncul bahwa karakter Kuti diciptakan oleh Dee. Kuti di s3l tidak diciptakan oleh Dee melainkan oleh seorang wartawan yang iseng pingin belajar nulis novel.

Karena sosok Kuti di s3l tidak nyata, maka bisa dipahami jika selama ini dia gak pernah ikut kopdar. Bahkan hingga kiamatpun Kuti (dan Luna) gak akan pernah bisa kopdar, karena mereka hanyalah tokoh rekaan. Yang bisa kopdar adalah si pencipta karakter Kuti dan Luna ;) .

Sosok Kuti di S3l bertransformasi di rumahkayu. Di blog ini, seperti yang sudah sering kali kami tulis, Kuti juga fiksi. Dee itu fiksi. Pradipta dan si kembar juga fiksi. Rumahkayu itu fiksi.

***



Ketika pengumuman tentang fiksi di s3l, ada pihak yang mempertanyakan kenapa semua postingnya di-hide. Seperti yang juga sudah dijelaskan, pilihan itu diambil semata karena pertimbangan etis.

Dulu ada komentator yang bilang suaminya berkali-kali selingkuh. Berbulan kemudian, aku melihat komentar itu sudah dilengkapi  avatar. Rupanya si komentator sudah punya blog di blogdetik. Waktu itu aku mikir, gimana jika teman-temannya melihat komentar ini? Bagaimana jika kerabat suaminya membaca komentar itu? Bagaimana jika suaminya mengetahui hal itu?

Sebelum semua posting di-hide, blog s3l sangat disukai Google. Blog itu akan muncul di halaman pertama untuk beberapa kata kunci  seperti 'selingkuh' dan 'aku selingkuh'. Jadi peluang untuk dilihat banyak orang sangat terbuka lebar.

Komentator itu tidak sendiri. Ada beberapa gadis yang terang-terangan mengaku pernah bercinta dengan suami orang. Sebagian dari mereka kini sudah menikah, sudah bahagia, dan aktif di Facebook!!

Dulu, ada juga beberapa istri yang terus-terang mengaku pernah pacaran dengan suami orang. Ada yang bilang di kantor dia digoda dan dirinya tertarik. Ada yang di komentar pertama sudah memproklamasikan diri 'sebagai luna dan juga renza'. Mereka ini, kini dikenal sebagai blogger, rajin kopdar dan aktif di twitter serta FB.

Aku memilih untuk menyembunyikan fakta itu karena merasa itu sebagai masa lalu. Tak ada manusia yang sempurna. Semua manusia berpeluang melakukan kesalahan. Namun kesalahan di masa lalu tidak seharusnya dijadikan sebagai stigma. Karena manusia bisa berubah. Seorang istri yang dulu mungkin pernah khilaf, bisa saja sekarang sudah sadar dan menjadi ibu dan istri yang bertanggung jawab.

masa-lalu

Terus terang, terkadang sempat muncul pikiran iseng. Untuk mempublikasi kembali posting yang ada komentar 'nakal' para perempuan (yang sekarang sudah amat dikenal). Atau memasang skrinsyut potongan komen mereka sebagai ilustrasi posting ini. Tapi untuk apa? Apa untungnya bagiku jika keluarga mereka hancur? Apakah aku harus bangga jika semua orang mengetahui sisi gelap masa lalu mereka?

Sampai sekarang aku tidak menyesal telah mengubah semua posting di s3l ke draft. Tidak. Aku tidak menyesal. Karena itu aku sangat berharap, amat sangat berharap, semoga tidak ada pihak yang 'iseng' dan kemudian membuat aku menyesali keputusan itu!!!

The Truth is (not) Out There

SUNGGUH mengusik rasa keadilan. Ketika para wakil rakyat yang terhormat merancang kantor baru senilai triliunan rupiah, ada anak bangsa yang terpaksa hidup di bekas kandang ayam!!

Beberapa hari lalu, di sebuah tayangan televisi aku menyaksikan berita tentang sebuah keluarga yang terusir dari kontrakan, dan karena tak punya uang, keluarga itu terpaksa tinggal di sebuah rumah yang dulunya adalah kandang ayam. Karena 'rumah' itu dibuat seadanya, maka jika hujan turun di malam hari, keluarga itu terpaksa tidak tidur karena atap bocor di sana-sini!!

Pemirsa yang menelpon stasiun tv itu kemudian bilang, seharusnya yang seperti keluarga ini yang perlu diperhatikan para wakil rakyat yang terhormat. Bahwa masih banyak anak bangsa yang hidup mengenaskan, dengan pendapatan 30 ribu rupiah per hari.

Sampai tulisan ini dibuat, sejumlah wakil rakyat rupanya memilih menutup mata dan telinga kendati resistensi datang dari mana-mana. Bahkan seorang pentolan partai yang berkuasa menuding rekan sesama partai yang menolak rencana pembangunan kantor baru ini sebagai 'aksi cari perhatian'!!

Pertanyaannya, akankah perdebatan tentang pembangunan gedung baru super mewah ini akan happy ending, sama halnya dengan kekisruhan yang terjadi pada PSSI?

Setelah sempat menjadi kisah sinetron yang menjemukan, kisruh di PSSI akhirnya menemukan titik terang setelah FIFA turun tangan. Artinya, era Nurdin Halid (NH) hampir dipastikan berakhir.

Sosok NH yang selang beberapa bulan terakhir membuat banyak pecinta bola tanah air 'darah tinggi' akan dipaksa mengucapkan 'sayonara' pada komunitas sepak bola Indonesia yang dalam banyak cara sudah menunjukkan ketidaksukaannya.

***



Belum lama ini tanpa sengaja aku menyaksikan tayangan lama serial The X-Files. Kisahnya memang tidak seru-seru amat, karena nuansanya sudah jauh berbeda dengan masa ketika serial itu tayang pertama kali, belasan tahun lalu.

Di masa jayanya, serial ini sempat mempopulerkan sejumlah jargon yang banyak dikutip orang. Antara lain 'The truth is out there', 'Trust No One' dan 'I Want to Believe'.

Dalam banyak hal, jargon yang dipopulerkan serial the X-Files masih bisa diterapkan di era digital saat ini. Tentu dengan berbagai variasi.

Dalam kasus PSSI, sudah terbukti bahwa 'the truth is not out there'. Kebenaran tidak berada di luar sana. Kebenaran akan muncul dengan sendirinya.

the-truth-is-not-out-there

Kita tunggu saja apakah kebenaran juga akan muncul dalam perdebatan gedung baru DPR. Kita nantikan, apakah kebenaran (yang bersumber dari hati nurani) akan mampu mengalahkan ambisi untuk mendirikan menara gading yang menciderai hati rakyat!!

p.s

i love you...

*picturtaken from http://bartsblackboard.com*

Kata Maaf, Kerukunan dan Kemerdekaan Bersikap

Tentang maaf...

DAPATKAH suatu masalah diselesaikan dengan (menganggap) bahwa yang lalu sudah berlalu, dan bahwa secara otomatis yang akan terjadi adalah memaafkan, dan/atau melupakan apa yang telah terjadi?

Ya, dan tidak.

Ya, dan itu mudah, jika halnya menyangkut hal- hal sepele yang tidak prinsipiil.

Tidak, jika halnya menyangkut nilai- nilai yang sangat mendasar, dan/ atau merupakan tindakan yang melanggar hak, tindakan yang berupa kekerasan dan penindasan, atau pelecehan.

Myspace Bikes Graphics Motorcycles Clipart



Aku tentu saja sama sekali tak menentang sikap pemaaf dan memaafkan. Tapi menurut pendapatku, yang terpenting adalah bahwa saat kata maaf diucapkan, maka kata- kata dan hati sejalan.

Tak ada gunanya mengatakan sudah memaafkan atau melupakan sesuatu jika sebenarnya tak begitu yang ada di dalam hati.

Maka, menurutku, adalah berbahaya untuk mengambil kesimpulan di saat sebuah konflik timbul bahwa dengan sendirinya pihak- pihak yang berkonflik tersebut akan memaafkan pihak lain, dan/ atau melupakan apa yang terjadi.