Kisah Sepotong Roti

Hujan gerimis menderas menjadi besar...

DEE yang sedang duduk di teras depan rumah bangkit berdiri. Dia hendak menutup jendela kamar dimana si kembar sedang tidur.

Saat dia hendak masuk ke rumah dilihatnya seseorang bergegas setengah berlari melintas di muka pagarnya. Dee dengan segera mengenali orang tersebut.

" Sinta! " panggil Dee.

Perempuan itu menoleh. Dee berlari menuju pagar dan membukanya, " Darimana? Hujan besar. Nggak bawa payung? Ayo masuk saja dulu... "

Hujan makin deras.

Tawaran Dee disambut oleh orang yang dipanggil dengan nama Sinta itu. " Ya deh, daripada basah kuyup, " katanya.

" Mudah- mudahan hujannya cepat reda, " kata Sinta lagi.

Dee mengangguk. Sinta adalah tetangganya. Rumahnya tak jauh, hanya berselang beberapa rumah lagi saja dari rumah dia. Tapi dengan air yang mengguyur deras begini jarak pendek tersebut sudah akan cukup untuk membuat Sinta basah dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Sinta masuk ke dalam rumah. Dee berpamintan sebentar padanya untuk menutup jendela kamar. Si kembar masih tertidur, mungkin udara yang menjadi sejuk sebab hujan membuat keduanya makin nyenyak.

Dee lalu kembali ke ruang depan sambil membawa dua cangkir teh hangat. Satu untuk Sinta, satu untuknya.

" Repot amat Dee, aku nggak lama... " komentar Sinta.

Dee tertawa. " Nggak apa- apa, cuma teh saja koq...  Eh, darimana tadi? "

" Dari sekolah Keshia, bertemu guru kelasnya, " jawab Sinta.

Lilin dari Anissa

Menjelang senja...

KUTI dan Dee duduk di beranda. Menikmati indahnya petang dan mereguk nikmatnya kedamaian. Pradipta baru saja kembali dari belajar bersama temannya dan sekarang sementara mandi. Si kembar baru saja terlelap setelah dimandikan.

Sambil menikmati indahnya petang, Kuti dan Dee mendiskusikan plot cerita silat yang mereka buat di padepokan rumahkayu.

"Eh 'yang, aku gak setuju lho kalu Putri Harum Hutan sampai tewas," kata Dee.

"Lho, siapa bilang dia bakal tewas?" balas Kuti sambil tersenyum geli.

"Tapi, di episode terakhir kan kamu beri kesan bahwa Putri Harum Hutan bakal meninggal? Aku gak mau Putri Harum Hutan tewas. Tidak dalam kisah ini," kata Dee, setengah merajuk.

Kuti tertawa. Tentu saja dia tak berniat menewaskan Putri Harum Hutan, yang merupakan salah satu tokoh pendukung yang peranannya cukup vital dalam cersil berjudul Darah di Wilwatikta itu.

"Dan... 'yang, nanti kalau cersil di padepokan diterbitkan, gimana jika kita gak pake nama pena? Gimana jika kita pake nama sendiri?" tanya Dee.

Kuti menganggukkan kepala. "Aku juga mikirnya gitu. Gak banyak blogger yang bisa bikin cersil. Jadi rugi jika hanya pake nama pena. Bagusan nama asli, hehehe," kata Kuti sambil mengedipkan matanya.

"Hahaha..."

Tawa keduanya terhenti ketika di depan jalan melintas seorang anak kecil. Bocah perempuan yang berusia sekitar 8-9 tahun.

Kuti dan Dee menatap bocah perempuan itu sampai dia hilang dari pandangan.

"Ah, kasihan sekali Anissa..." Dee berbisik lirih.

Kuti mengangguk, dan tiba-tiba merasa tenggorokannya seperti tercekik.

Sama halnya dengan semua penghuni kompleks, mereka mengenal Anissa, dan tahu apa yang dia lakukan setiap menjelang senja.

Sekitar tiga bulan lalu, bencana menimpa Anissa. Ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan lalulintas.

Ayah Anissa bekerja di sebuah perusahaan swasta. Saat itu, usai jam kantor dia diundang temannya mengikuti perayaan ulang tahun. Ayah Anissa pulang lumayan larut.

Ayah Anissa--sebut saja namanya Burhan, membonceng di sepeda motor. Mereka kemudian ditabrak sebuah mobil yang dikemudikan seorang remaja. Teman Burhan yang mengemudi tewas di tempat. Tubuh Burhan terseret sampai sekitar 200 meter.

Burhan masih bernafas ketika dengan paksa tubuhnya ditarik dari bagian bawah mobil. Namun dia menghembuskan nafas yang terakhir dalam perjalanan ke rumah sakit.

Keluarganya mengenal Burhan sebagai ayah yang sangat menyayangi Anissa, putri tunggalnya yang kini duduk di kelas 3 SD. Setiap pulang kantor Burhan selalu menyempatkan diri membeli coklat batangan kecil untuk putrinya yang terkasih.

Karena terseret, pakaian di bagian punggung Burhan terkoyak hingga habis. Namun kerabatnya kemudian menemukan coklat batangan yang ditempatkan di saku celana yang masih utuh!!

Sejak ayahnya dimakamkan, setiap petang menjelang senja Anissa selalu pergi ke tempat kecelakaan yang menimpa ayahnya, yang letaknya sekitar 400 meter dari rumahnya. Di tempat itu, di tepi jalan kecil, Anissa memasang lilin.

lilin-dari-anissa1

Anissa baru beranjak setelah dijemput ibunya, atau kakeknya, ketika senja berganti malam.

Sejak itu, setiap kali Anissa melintas di depan jalan, semua penghuni perumahan tak bisa menahan rasa haru.

Anissa, yang masih bocah, memperlihatkan kecintaannya kepada sang ayah, yang pergi dipanggil Yang Kuasa.

Anissa tetap setia memasang lilin untuk sang ayah. Kendati sang ayah tak bisa lagi membelikannya coklat.....

p.s

Posting ini ditulis berdasarkan kisah nyata

Melangkah (Terlalu) Jauh

Pagi yang hangat di akhir minggu...

DEE dengan senang hati mengelilingi halaman. Menghirup keharuman anggrek merpati yang menyebarkan wangi, melihat beberapa jenis anggrek lain yang mulai berbunga dan buah mangga yang bergelantungan.

Pradipta ada di ruang tengah, bermain bersama Mark di atas alas terpal bergambar jalan raya.

Mereka menambahkan beberapa ruas kayu kecil melintang di ujung jalan. " Ini portal, tante.. " jawab Mark saat Dee bertanya apa fungsi kayu- kayu kecil yang melintang itu.

Nareswara dan Nareswari baru saja terlelap setelah bermain sejenak seusai sarapan pagi. Karena itu Dee memiliki waktu kosong sejenak untuk memperhatikan bunga- bunga di halaman.

Puas berkeliling halaman, Dee menghampiri Kuti yang sedang asyik membaca koran pagi. Segelas coklat hangat mengepulkan asap berbau wangi di samping Kuti, sementara tak jauh dari situ, segelas air jeruk nipis hangat menanti Dee. Dia agak batuk dan biasanya air jeruk nipis dapat membantu mengatasi.

Dee baru saja duduk dan menghirup jeruk hangatnya ketika telepon genggam milik Kuti yang diletakkan di atas meja berbunyi.

Sebuah pesan masuk.

Kuti meraih teleponnya, menatap sejenak dan menyodorkan telepon itu pada Dee.

" Lihat ini 'yang... " kata Kuti

Dee menerima telepon yang disodorkan suaminya dan menatap layar telepon tersebut.

Gambar yang terpampang di sana, bukan teks. Seorang perempuan bertubuh langsing dengan dandanan glamour, blouse berpotongan dada rendah, rok mini serta kacamata hitam lebar yang menenteng tas besar tampak di layar itu.

Dee tak mengenali perempuan dalam gambar itu.

" Siapa ini, artis Mandarin? " tanya Dee pada Kuti dengan heran, sebab menurutnya kurang kerjaan betul orang saling berkirim gambar semacam itu. Entah siapa pula namanya artis itu.

Kuti terbahak. Dia menggeleng. Bukan.

" Oh bukan artis? " tanya Dee. Kuti menggeleng lagi.

" Bukan. Itu eksekutif institusi keuangan besar, " jawab Kuti. " Top sales executive.. "

Hmm..

" Gaya sekali penampilannya, " komentar Dee.

" Dia jago jualan, katanya, Dee.." komentar sang suami, " Komisi penjualannya setahun jutaan dollar. Portfolionya yang dipegangnya besar sekali.. "

Oh, begitu, pikir Dee. Jadi ini sales executive sebuah institusi keuangan besar yang kaya raya, rupanya.

Dee menatap suaminya. Dia masih tak dapat menangkap apa topik utama yang sedang dibicarakan Kuti sampai menunjukkan gambar tersebut pada Dee. Dikembalikannya telepon tersebut pada Kuti.

Saat itu telepon tersebut berbunyi lagi.Kuti membaca pesan yang masuk sejenak lalu tertawa.

" Dia pernah bikin kehebohan saat mobil Lamborghini yang dia kemudikan nyangkut di polisi tidur sebuah gedung kantor yang dikunjunginya.. " Kuti membaca pesan yang masuk.

19576-2010-lamborghini-murcielago1

Dee mengerutkan kening. Masih juga tak mengerti.

" 'yang.. " kata Dee akhirnya pada Kuti, " Sebetulnya ada apa sih? Kamu dan kawan-kawanmu itu nggak kirim- kiriman pesan cuma untuk ngegosipin eksekutif perempuan yang mobilnya Lamborghini tanpa alasan lain yang lebih jelas kan? "

Kuti terbahak.

" Lihat ini, Dee.. " Kuti menyodorkan lagi telepon genggamnya pada Dee. Sebuah pesan baru saja masuk lagi ke situ rupanya.

" Di penjara, dia bisa jualan nanti, nawarin program nasabah prioritas pada si Anu, " begitu yang tertulis di dalam pesan tersebut.

Si Anu yang dimaksud adalah tersangka korupsi yang terkenal dan belakangan sering menghiasi headline koran karena dengan level kepangkatan yang tak begitu tinggi memiliki kekayaan yang sangat berlimpah.

Oh, barulah Dee paham. Jadi..sales executive institusi keuangan terkenal ini sekarang dipenjara, rupanya?

" Ya. Ditangkap tadi pagi, " kata Kuti. " Ada yang melapor tentang kasus penggelapan rupanya, dan ada pemeriksaan marathon. Sekarang dia ditahan.. "

" Apa masalahnya? " kata Dee mulai tertarik. Dia menanti jawaban Kuti sambil perlahan menghirup air jeruk nipis hangat dari gelas.

" Dia mengalihkan dana nasabah tanpa ijin.. Transaksinya terhambat karena ada bencana alam di salah satu negara tetangga. Kebetulan nasabahnya itu memeriksa rekeningnya dan menyadari bahwa jumlahnya berkurang signifikan..dan terbongkarlah semuanya.. "

Dee menanti kelanjutan cerita Kuti tanpa suara.

Sebuah pesan masuk lagi. " Dana nasabah ditransfer ke sejumlah rekening lain, termasuk rekening pribadinya.. "

Dee menghirup jeruk hangatnya lagi. " Ah begitu rupanya. Dan aku duga..ini bukan kali pertama dia melakukan itu ya? Hanya saja selama ini nasabah tak tahu ada uang yang berpindah sebab jeda waktunya mungkin sebentar saja? Hanya 'dipinjam' sebentar, tapi kali ini menjadi lama sebab terkena dampak di suatu negara yang mengalami bencana alam besar? "

Kuti mengangguk.

" Katanya, nasabah- nasabah dia ini sudah lama dilayani olehnya dan percaya pada dia. Nasabah kaya raya yang berkelimpahan dana itu tak sering memeriksa rekening mereka. Pada banyak saat para nasabah itu bahkan bersedia menandatangani formulir kosong.. Konon sering dana nasabah dia depositokan tapi bunganya diambil masuk kantong sendiri... "

Oh begitu, pikir Dee. Hmm, apapun modusnya, pikiran Dee sederhana saja. Itu namanya mencuri. Mengambil hak orang lain. Dan sepandai- pandai tupai melompat...

" Dia mungkin dulu mulai dengan jumlah kecil ya, " komentar Dee, " Lalu lebih besar, lebih besar, lebih besar lagi... "

Kuti mengangguk. Bisa jadi.

Dee menghirup air jeruknya lagi. Cerita lama, pikirnya. Kejahatan besar selalu dimulai dari kejahatan kecil- kecilan. Ini seperti orang yang menggeser batas yang seharusnya tak dilanggar. Digesernya sedikit. Lalu sedikit lagi. Lalu sedikit lagi. Begitu terus dan tanpa disadari dia sebetulnya sudah melangkah terlalu jauh..dan jurang yang menganga dalam siap menanti di hadapannya tanpa orang tersebut sempat mengerem langkahnya lagi...

p.s. i love you

Jaring Pengaman Itu...

Myanmar gempa.

SAAT kudengar berita tentang gempa terjadi dua hari yang lalu di Myanmar, aku teringat peristiwa beberapa tahun yang lalu ketika pada suatu hari aku dan suamiku berbagi halaman koran.

Ada berita tentang beberapa peristiwa pemberontakan di Myanmar yang kubaca di koran tersebut. Suamiku sendiri, memegang halaman lain dari koran hari itu, entah sedang membaca berita apa.

Aku, sambil masih menatap koran yang kupegang, bertanya pada suamiku, “ Yangon itu aman nggak? “

Suamiku, juga masih sambil membaca baris- baris kalimat dalam halaman koran menjawab, “ Mungkin aman. Kayaknya kerusuhannya di pinggiran, bukan di situ. “

Jeda sejenak.

Aku belum mengatakan apa- apa lagi sama sekali ketika suamiku berkata lagi, “ Kalau kamu ingin kesana, hati- hati. Militer yang berkuasa disana. Disana nanti, kalau dibilang matikan handphone, matikan saja, nggak usah terlalu banyak tanya kenapa, apa alasannya harus dimatikan… “

Haaaaa?

Aku terbahak. Sekian lama menikah dengan suamiku, masih saja aku terkejut dan takjub jika dia seakan dapat membaca pikiranku seperti itu.

Mmm, sambil masih tertawa- tawa kutanyakan padanya, “ Tau darimana aku ingin pergi ke Yangon? “

Suamiku tersenyum tak menjawab. Kembali meneruskan membaca koran.

Aku penasaran.

Memetik Jagung Di...

Cangkul.. cangkul..cangkul yang dalam...

Suara riang lagu kanak- kanak menggema di rumah kayu.

Dee bersenandung mengikuti suara dari kaset yang sedang diputar. Kuti tersenyum menyaksikan istrinya bertingkah seperti itu. Sudah sejak lama Kuti tahu bahwa Dee penikmat lagu kanak-kanak dan penggemar buku cerita anak-anak.

" Adik, ayo ikut nyanyi.. " kata Pradipta pada si kembar, " Cangkul- cangkul - cangkul yang dalaaammmmm..menanam jagung di kebun... "

Belum selesai Pradipta dengan kalimatnya, Dee tiba- tiba tertawa.

jagung



Pradipta berhenti menyanyi dan bertanya, " Kenapa ketawa, Bunda? "

Dee masih dengan tertawa- tawa menjawab, " Dulu waktu bunda masih kecil, kalau nyanyi lagu ini bunda dan teman-teman bunda suka nakal.. "

Pradipta memandang sang bunda dengan rasa tertarik. " Nakal gimana, Bunda? " tanyanya..

" Iya, nyanyinya gini," kata Dee, dan sambil tersenyum lebar dia mulai bernyanyi, " Cangkul..cangkul..cangkul yang dalaaammm.. Menanam jagung di kebun oraaangggg... "

Pradipta menatap Dee lalu tertawa geli, dan dengan segera meniru apa yang dicontohkan Dee barusan. Di depan Nareswara dan Nareswari yang tersenyum lucu menampakkan gusi tak bergigi mereka, Pradipta bernyanyi sambil sekali- sekali tertawa, " Menanam jagung di kebun oraaanggggg... "

***



Kaset terus berputar. Lagu berganti. Pradipta masih bernyanyi mengikuti beragam lagu sambil memegang tangan adik- adiknya secara bergantian, mengajak mereka bertepuk tangan.

Dee tersenyum memperhatikan anak- anaknya. Dia mengamati Pradipta dan mencatat satu fakta dalam hati, bahwa walau tampak seperti main- main dan jahil, tapi bahwa Pradipta tertawa saat mengucapkan kalimat 'menanam jagung di kebun orang' sebetulnya menunjukkan bahwa Pradipta tahu itu hanya gurauan nakal. Dia mengerti bahwa menanam jagung di kebun orang tak bisa begitu saja dilakukan..

Dee tersenyum makin lebar dan berpikir, jika menanam jagung di kebun orang saja tak bisa dilakukan dengan seenaknya, apalagi...

Dee mulai tertawa.

" Bunda, kenapa ketawa- ketawa lagi? " Pradipta bertanya..

" Dipta," kata Dee, " Kalau bukan menanam, tapi memetik jagung... di kebun orang... boleh nggak? "

Pradipta tergelak. Dia cerdik, melihat mata bundanya yang berkilat- kilat dia berpikir sejenak sebelum menjawab, " Boleh aja, Bunda.. "

Dee berlagak terkejut, " Oh, boleh??? "

Pradipta mengangguk, " Boleh dong... Asal ya bilang dulu... "

Dee tertawa, " Cuma bilang? "

Pradipta memengang tangan Nareswari lalu mengajaknya bertepuk tangan, " Bunda lucu ya Dik, masa' gitu aja nggak tau.. Ya harus bilang dan bolehnya cuma kalau yang punya memang sudah bilang boleh doongggg, masa' hanya bilang terus bisa langsung memetik jagung di ladang orang. Aku aja tau kalo orangnya belum kasih ijin ngga boleh begitu.. Bunda ini lucu yaaaa... "

Nareswari dengan matanya yang bening menatap kakaknya dan turut tertawa lebar dengan sangat lucu...

Dee tertawa lagi. " Dipta pintar, " kata Dee. " Itu namanya Dipta pintar betulan..kepalanya pintar dan hatinya baaaa... "

" ... tuk? " sambung Pradipta iseng.

Dee dan Kuti terbahak.. memaklumi darimana keisengan semacam itu diwariskan, ketika kata baik dengan iseng dibelokkan menjadi batuk. Tapi bagaimanapun, mereka semua tetap saling bisa memahami, tahu apa sebenarnya inti percakapan saat itu...

p.s i love you

** gambar diambil dari: www.enviroone.com **

Kangeeennnnn...

Pernah kangen?

Aku yakin kita semua tahu seperti apa rasanya kangen.

Pernah dikangeni?

Aku yakin kita semua juga pernah dikangeni oleh keluarga, kawan, sahabat...

Dan dikangeni ini sangat menghangatkan hati, ya? Tahu bahwa ada seseorang mengingat kita dan/ atau ingin bertemu, tak bisa dipungkiri, sangat menyenangkan.

Begitu pula bagiku.

Kemarin, misalnya, handphoneku berbunyi. Sebuah pesan masuk. Isinya: ' Piye kabare, D? Kapan punya waktu ketemuan, aku kangeeennnnnn...'

miss-u



Aku tersenyum membaca pesan itu. Pengirimnya dulu bertahun yang lalu, adalah anggota teamku. Berselisih usia agak banyak dengannya, aku memanggilnya mbak.

Aku percaya dia kangen padaku, sebab jangankan sekarang saat kami tak lagi sekantor, dulu saja, saat aku pindah unit walau masih di kantor yang sama, jika kebetulan bertemu dalam suatu general meeting, mbak yang cantik ini seringkali dengan serta merta menyeberangi ruangan lalu memeluk dan menciumku, kadang-kadang disertai komentar 'apa kabar, cah ayu?'

Hahaha. Dan aku walau kadangkala merasa diperlakukan seperti bocah usia lima tahun sejujurnya senang dia bersikap begitu. Sama senangnya seperti ketika pada suatu saat aku juga baru saja pindah ke unit lain lagi hal yang mirip terjadi pada mantan anggota teamku yang lain ( jangan pusing ya, kenapa aku kerjanya koq 'jalan- jalan' ke beragam unit begitu..Itu bagian dari kegembiraan kerja bagiku, mempelajari dan mengalami hal yang beragam begitu..)

Aku sedang teleconference saat itu ketika seseorang melewati tempatku melakukan teleconference dan menghampiriku.

Dia memberikan kode: ' Kemana saja? Sibuk? '

Aku mengangguk sambil tersenyum padanya dan menunjuk ke arah telepon, memberitahu dengan bahasa isyarat bahwa aku tak bisa bicara dengannya saat itu karena ada di tengah-tengah conference.

Dia mengangguk mengerti, lalu tanpa basa basi menarik buku catatan yang berada di depanku dan menuliskan sesuatu disana.

Tulisannya besar-besar dan isinya hanya satu kata: KANGEN.

Aku tertawa dan memberikan isyarat lagi bahwa aku akan menghubunginya nanti. Dia mengangguk lagi lalu melambai sambil berlalu.

Ada beberapa cerita serupa lain dari mantan anggota teamku yang lain. Dan bagiku, sungguh, hal paling menyenangkan yang bisa kualami adalah jika mantan anggota teamku masih menghubungi aku, apalagi mengatakan bahwa mereka kangen padaku.

Sebab inilah persahabatan sejati, ketika mereka sebetulnya tak lagi memiliki ketergantungan padaku seperti saat mereka ada dalam teamku dan mereka masih bersikap baik padaku, maka itu artinya hubungan baik antar manusia telah terjadi.

Pagi ini, hal yang sama terjadi juga. Teleponku berdering dan saat kuangkat, kalimat pertama yang kudengar adalah, " Mbak, kapan dooonggggg kita satu kantor lagi? Aku nggak bisa lagi nemu manager semacam mbak.."

Astaga. Aku terbahak.

Penelepon ini, juga mantan anggota teamku, berkata, " Aku kangeeennnnnn... "

Ya ampun. Aku tersenyum geli. Ada- ada saja. Dia bekerja di tempat yang baik dengan jabatan yang baik sekarang dan yang dia inginkan ternyata bekerja dalam teamku lagi..

Dan hatiku menghangat...

***



Tentu saja, tak semua mantan anggota teamku bersikap seperti ini. Ada yang biasa- biasa saja, mungkin adapula yang tak terlalu suka padaku.

Tapi, seperti itulah hidup, bukan? Tak semua sependapat dan sejalan dengan kita. Tak juga kita bisa senantiasa bersikap manis pada semua orang. Ada saat- saat kita harus mengatakan atau melakukan sesuatu yang berat dan mungkin tak enak untuk tujuan jangka panjang yang lebih baik.

But in any case, jika ada orang- orang yang pernah bekerja denganku dan sampai bertahun-tahun kemudian masih juga kangen padaku, bagiku itu salah satu tanda bahwa, mudah-mudahan saja falsafah yang selama ini kujadikan landasan saat melangkah memang kujalankan: bahwa bukan materi, bukan pula jabatan yang terpenting, tapi apakah kita menjalankan segala sesuatu dengan jujur, amanah dan memperlakukan manusia lain dengan sikap yang benar dan adil -- terutama dalam hal ini sikap kita terhadap orang- orang pada siapa kita memiliki otorisasi untuk 'menentukan nasib' mereka..

Sebab, hanya dengan cara itulah akan timbul kemungkinan sekian tahun kemudian hati kita menghangat karena sebuah kata: 'kangeeennnn...' yang diikuti ajakan untuk bertemu sekedar melepas rindu...

p.s: i love you

** gambar diambil dari: thinkcards.com.au **

Yang Tersisa dari 'Copyright Inspirasi Negeri'

ADA diskusi menarik yang berlangsung di beberapa blog blogdetik selang beberapa hari terakhir ini, menyangkut copyright buku 'Inspirasi Negeri' yang digagas eyang Anjari.

Posting ini mungkin sebagai pelengkap atas berbagai posting yang sudah dibuat, seperti kupasan Mou ditinjau dari sisi hukum, paparan padiemas, dan 'kisah fiksi' ala rumahkayu yang dibuat Dee.

copyright

Buku Inspirasi Negeri berawal ketika eyang membuat kontes ngeblog bertema Inspirasi Negeri. Saat itu Eyang menyatakan rencananya untuk menerbitkan kumpulan tulisan dari peserta kontes. Kontes itu mendapat respon yang cukup menggembirakan. Rumahkayu juga ikut, bahkan merupakan peserta pertama.

Lima bulan setelah kontes, postingan peserta dijadikan ebook (minus posting rumahkayu, hehehe ;) ). Saat itu mbak Fa sudah mempertanyakan copyright dari ebook itu (atau tepatnya copyright dari masing-masing tulisan milik peserta kontes yang dirangkum menjadi buku). Ketika itu eyang Anjari menyatakan dirinya tak terlalu paham soal copyright namun menegaskan pihaknya sama sekali tidak mengambil untung dari penerbitan ebook itu.

Berbulan-bulan kemudian, materi kontes yang tadinya dijadikan ebook kemudian dicetak. Kembali mbak Fa mempertanyakan soal copyright, dan eyang (lagi-lagi) mengungkapkan bahwa pihaknya tidak paham soal itu. Jawaban mengambang dari eyang tak membuat mbak Fa puas. Dia kemudian menuliskan keluhannya di blog rumahkayu dan padiemas. Eyang  langsung menanggapi keluhan Mbak Fa dalam sebuah surat khusus.

Sebenarnya, hal ini tak akan berlarut-larut jika sejak awal eyang sudah bersikap tegas dan memberikan jawaban yang memuaskan. Misalnya dengan menyatakan kalau copyright masing-masing tulisan ada pada pihak penulis artikel dan Anjari sebagai penyunting sekaligus penerbit memiliki apa yang disebut sebagai hak milik (artinya pihak lain tak bisa membuat ebook atau menerbitkan buku yang bentuk dan isinya sama persis dengan yang dibuat Anjari).

Oke, tahun lalu eyang mungkin tak paham. Tapi setelah satu tahun, dan bermaksud menerbitkan dalam bentuk cetak, masak sih masih juga  gak paham? Di Google banyak info. Beberapa teman seperti Reza dan Mou juga bisa dimintai masukan. Dan yang terpenting, ketidakpahaman tak bisa dijadikan sebagai dalih pembenaran.

Aku yakin, jika sejak awal ditegaskan bahwa mbak Fa masih tetap memegang copyright untuk tulisannya, dan  memastikan kalau mbak Fa telah menerima dan menyetujui kalau tulisannya akan diterbitkan, hal ini tak akan berlarut-larut.

***



Diskusi pada blog eyang  tak menghasilkan kesimpulan yang jelas. Namun bukan berarti persoalannya selesai.

Lalu apa yang seharusnya dilakukan? Jika itu terjadi pada rumahkayu, jika misalkan (sekali lagi misalkan) rumahkayu akan membuat buku berisi kompilasi semua posting yang diikutkan dalam writing contest, dan jika ada teman yang keberatan, maka dalam sekejap kami akan menghapus tulisan teman yang tak setuju itu. Hanya dalam beberapa detik, tulisan itu bisa hilang dan persoalan juga hilang.

Hal ini yang sebenarnya bisa dilakukan eyang. Karena mbak Fa nampaknya keberatan, kenapa tulisannya tidak dihapus saja?

Aku menduga, eyang enggan menghapus tulisan mbak Fa karena kendala teknis. Jika tulisan mbak Fa dihapus, eyang terpaksa melay-out ulang naskah, menyesuaikan nomor halaman dan memperbaiki bab daftar isi. Sementara, kalau tidak salah, naskah buku sudah masuk ke percetakan. Lay-out ulang memiliki konsekuensi dana dan mungkin juga waktu.

Tapi karena buku Inspirasi Negeri tidak dikejar deadline, maka menarik kembali buku dari percetakan seharusnya bukan sesuatu yang sulit. Menghilangan satu bab, mencocokkan nomor halaman dan mengedit bab daftar isi juga seharusnya tak memerlukan waktu yang lama. ( Dan jika bukunya ditarik kembali, eyang bisa memanfaatkannya untuk melakukan perbaikan, misalnya menghilangkan sejumlah salah ketik sebagaimana yang pernah diungkap Yos).

Bagaimana jika eyang tetap enggan menghapus tulisan mbak Fa? Ya gak apa-apa. Kecuali jika mbak Fa masih tetap tak puas dan secara resmi mengajukan keluhan ke admin blogdetik atau mengungkap dalam rubrik 'Suara Pembaca' di halaman depan detikcom.

Namun untuk selanjutnya, jika persoalan ini tak diselesaikan, cap bahwa buku Inspirasi Negeri bermasalah dalam hak cipta akan tetap melekat. Dan tentu saja hal ini bukan merupakan promosi positif untuk penjualan. Bukan tidak mungkin dialog di bawah ini akan terjadi di masa datang:
A: Hei, kamu udah baca buku Inspirasi Negeri?

B: Yang mana itu?

A: Itu tuh, yang diterbitkan sebuah komunitas yang ngeblog di blogdetik.

B: Oh yang copyrightnya bermasalah itu? Belum aku belum baca...

Apa yang terjadi saat ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama mereka yang ingin mengalihkan posting di blog menjadi buku yang dicetak. Untuk tidak memandang remeh hal-hal yang menyangkut copyright...

***



Ada komentar menarik yang diungkap iasaca pada posting 'surat untuk mbak fa' yang dibuat eyang. Iasaca antara lain menulis:
saya pribadi ikut senang tulisan saya ada di dalam ebook tersebut…selama tidak ada yang diuntungkan secara PRIBADI atas kehadirannya, saya sih hepi2 saja…hehe…

Tentu ada alasannya sehingga iasaca menuliskan kata 'pribadi' dalam bentuk huruf kapital. Pertanyaannya, bagaimana para kontributor seperti iasaca bisa mengetahui kalau uang dari penjualan buku Inspirasi Negeri tidak digunakan untuk keperluan pribadi? Eyang tak menguraikan dengan rinci bagaimana mekanismenya.

Jika merujuk kepada yang dilakukan penerbit besar, yang mengirimkan laporan penjualan  secara berkala kepada pengarang, maka untuk menepis kecurigaan, eyang juga bisa melakukan itu. Secara periodik, mungkin tiga atau enam bulan sekali, eyang bisa mengirimkan email atau surat kepada masing-masing kontributor, dan menguraikan berapa eksemplar yang terjual, dan dipotong biaya operasional maka yang tersisa sekian dan digunakan untuk kegiatan amal seperti apa, kapan dan di mana. (Ringkasan laporan mungkin bisa juga dipapar di FB atau twitter).

Jika hal ini dilakukan, maka kecurigaan akan terpupus, dan nilai mulia yang dijadikan sebagai tujuan awal kegiatan ini akan tetap terjaga...

p.s

I love you......

*ilustrasi gambar diambil dari japaninc*

Ulang Tahun RT, Lomba Kursi dan Kontes Menulis

Senja hari…

DEE duduk di beranda rumahkayu dengan Nareswari di atas pangkuan, sementara saudara kembarnya Nareswara duduk di pangkuan Kuti.

Pradipta, seperti yang banyak terjadi di hari- hari lain, bermain dengan sepedanya, berkeliling di seputar halaman rumahkayu.

Dee menatap dengan senang hati pohon mangga yang tumbuh di halaman. Pohon itu berbunga banyak sekali. Beberapa buah mangga tampak mulai bergelantungan di sana- sini.

“ Lihat ‘yang, “ kata Dee pada Kuti, “ Mangganya berbuah banyak sekali…”

Kuti mengangguk. “ Iya Dee, kayaknya lebih lebat dari tahun lalu ya? “

Dee mengangguk.

Jeda sejenak, lalu suara Dee terdengar lagi.

“ ‘yang… “ katanya pada Kuti, “ ‘yang… seandainya pada suatu hari, katakanlah acara ulang tahun RT kita, aku mengadakan lomba… “

Kuti tercengang. Ulang tahun RT? Memangnya kapan ulang tahun RT 07 di lingkungan tempat mereka tinggal ini ? Dan kenapa pula Dee tiba- tiba bicara tentang lomba?

Kuti menatap Dee. Dee tampak serius tapi matanya gemerlap penuh tawa. Dengan segera Kuti mengerti apa yang terjadi.

Baiklah, pikir Kuti, tak penting urusan ulang tahun RT itu, Dee bisa saja menggantinya dengan timing lain, ulang tahun kadal yang biasa lewat di halaman mereka, misalnya,  atau bahkan ulang tahun pernikahan kupu- kupu biru yang dia sukai. Apapun.

Dan lomba…

rose-chair



Nilai Persahabatan di Balik Shabu Artis...

Tentang makna persahabatan...

DEE dan Kuti, seperti biasa, asyik berselancar di dunia maya. Jika tak mengurusi urusan rumahtangga, keduanya memang memilih menjelajahi dunia maya, guna mencari informasi sekaligus bersenang-senang...

"Wah, ini ada berita dari detikhot tentang personil grup band Padi yang mengunjungi teman mereka yang ditahan karena narkoba," kata Kuti.

padi

"Emang apa istimewanya?" balas Dee. "Wajar kan jika sesama personil band mengunjungi rekan mereka yang ditahan?"

"Aku menganggap ini menarik, karena tak semua bisa melakukan hal itu. Kamu ingat ketika Sammy, vokalis Kerispatih ditangkap karena narkoba? Tak berapa lama para personil dan manajemen Kerispatih langsung mengadakan konferensi pers dan mengumumkan bahwa Sammy dipecat..."

"Hmmm. Tapi mungkin itu sudah menjadi kebijakan manajemen. Karena personil band yang menggunakan narkoba adalah publisitas yang buruk," kata Dee.

"Kamu benar, 'yang. Itu publisitas yang buruk. Namun simak yang diperlihatkan grup band Padi. Secara terbuka mereka menyatakan dukungan pada Yoyo, drummer yang kedapatan mengkonsumsi narkoba. Dukungan tentu bukan pada aktifitasnya pada narkoba, namun dukungan moril sebagai teman. Bahkan mereka menyatakan tak akan memecat Yoyo..."

"Jadi maksud kamu?"

"Maksud aku, para personil Padi telah memperlihatkan bagaimana makna sebuah persahabatan. Bahwa mereka tidak meninggalkan teman yang dirundung masalah. Bahwa mereka tetap menerima teman yang terjerumus ke lubang yang dalam. Bahwa mereka mampu hadir bukan hanya di masa senang namun di kala susah..."

Kuti menarik nafas sebentar, dan melanjutkan 'pidatonya'. "Mengkonsumsi narkoba adalah kesalahan. Kesalahan fatal. Namun itu seharusnya tidak dijadikan sebagai alasan untuk memutus pertemanan. Justru mereka yang terperosok itu harus terus dikuatkan. Didampingi. Dan bukannya dijauhi..."

"Aku setuju, 'yang," kata Dee. "Dan kasus Yoyo Padi ini memberi pelajaran penting, bahwa  teman yang sejati akan terlihat ketika kita dirundung masalah. Ketika berada dalam kondisi terpuruk. Betul begitu?"

"Iya. Betul. Seperti kata orang: 'Teman di waktu senang mudah didapat. Teman di waktu susah, sukar didapat'. Teman yang sejati akan memperlihatkan diri di saat kita terpuruk atau mendapat masalah. Mereka akan menguatkan, menghibur dan memberikan solusi. Teman yang sekedar teman umumnya memilih menjauh dan mencari aman..."

"Tapi, 'yang, kita tentu aja tak perlu mengkonsumsi narkoba untuk mengetahui siapa teman sejati bukan?" Dee berkata sambil tersenyum.

"Oh iya. Tentu saja. Mengkonsumsi narkoba merupakan perbuatan bodoh, dan pelakunya harus diproses hukum, sebagai pembelajaran dan juga memberikan efek jera. Dan kita tentu saja tak perlu mengkonsumsi narkoba untuk mencari tau siapa teman dan sahabat sejati..."

"Dan sebaliknya, kita tak perlu menunggu hingga teman, atau saudara atau tetangga kita mengonsumsi narkoba untuk memperlihatkan bahwa kita adalah teman sejati bukan?"

"Persis. Asalkan kita tetap hadir, memberikan bahu sebagai tempat sandaran, menyediakan telinga sebagai tempat berkeluh kesah, dan tidak lari dan pura-pura sibuk atau tuli. Karena di saat kesusahanlah persahabatan itu diuji...."

p.s i love you...

Skotel Makaroni

Burung- burung menyanyi. Sang Surya menyebarkan sinarnya.

DEE baru saja selesai memandikan dan mengganti baju si kembar Nareswara dan Nareswari dan bersiap- siap hendak memberi mereka makan ketika telepon berdering.

" Sebentar sayang, ya, " kata Dee pada kedua bayinya, " Bunda angkat telepon dulu. "

Nareswara tertawa menatap bundanya. Nareswari menjawab sapaan itu dengan bunyi- bunyi lucu dari mulutnya. Dee dengan gemas menjawil pipi bayinya dan bergerak mengangkat telepon.

" Oh, ya tentu Kak, boleh. Datang saja... " terdengar suara Dee menjawab pertanyaan dari ujung sana.

Cintya, keponakan Dee rupanya yang menelepon.

" Kakak libur apa? " tanya Dee lagi. Lalu tampak dia mendengarkan jawaban di sana. " Ooo... anak kelas 3 sedang ujian? Ya sudah, ayo mainlah kesini," jawab Dee.

Lalu tampak dia mendengarkan lagi dan menjawab kembali, " Boleh... berapa orang temanmu? Dua? Oh ya, boleh dong... "

Cintya rupanya meminta ijin pada Dee untuk mengajak dua orang kawannya turut datang ke rumah kayu.

macaroni12



Tentang Tuduhan...

Senja menangis...

DEE dan Kuti sedang bersantai sambil mendiskusikan beberapa hal. Banyak hal yang dibicarakan. Mulai dari bagaimana nantinya ending cersil di padepokan, apakah semua tokohnya ditewaskan saja (ahh gak deng, bukan ini yang kita diskusikan tadi ya? hehehe), dan juga 'huruhara' yang terjadi akhir-akhir ini.

"Aku masih gak habis pikir kenapa Yos menuduh kita menjelek-jelekkan sebuah komunitas," kata Dee. Ketika menanggapi posting padiemas tentang koalisi konstruktif PKS-Golkar, Yos berkata:
Hehehehe postingan sahabat lu si KUTI & DEE yg jelek-jelekin satu komunitas gak loe komentarin…

"Iya. Membingungkan memang. Karena dia bilang Kuti dan Dee maka artinya kita menjelek-jelekkan komunitas itu di rumahkayu dan atau padepokan," kata Kuti.

tuduhan

"Padahal, hehe, Yos gak tau kan..."

"Iya. Yos gak tau bahwa sejak lebih dari setahun terakhir, kita sudah memutuskan untuk tak pernah menuliskan nama komunitas itu di semua postingan di rumahkayu. Kalau toh menyebut komunitas, kita memilih menggunakan istilah bloggerdetik. Jadi logikanya, bagaimana mungkin kita menjelek-jelekkan sebuah komunitas padahal kita bahkan sudah memutuskan untuk tak pernah menuliskan nama komunitas itu di rumahkayu?"

"Atau... Hahahaha..." Dee tak dapat menahan tawa. "Kalau di rumahkayu gak mungkin, jangan-jangan ada satu episode di padepokan yang dinilai menjelek-jelekkan sebuah komunitas? Hahahaha..."

Keduanya tertawa. Tak bisa membayangkan bagaimana mungkin ada episode fiksi di padepokan kemudian dianggap menjelek-jelekkan sebuah komunitas.

"Kalau di rumahkayu dan padepokan gak mungkin, kayaknya yang dituju adalah blog s3l. Karena dulu aku beberapa kali menulis tentang komunitas itu..."

"Tapi gak mungkin 'yang," sergah Dee. "Yos jelas-jelas menulis 'Kuti dan Dee'. Sementara blog s3l itu punya kamu pribadi kan? Jadi kalau toh ada posting di s3l yang dianggap menjelek-jelekkan, itu bukan Kuti dan Dee dong. Itu Kuti doang..."

"Iya," kata Kuti. "Makanya membingungkan juga. Yos itu kan blogger baru, mungkin gak tau sejarahnya blog s3l, dan gak bisa membedakan mana blog solo dan duet..."

"Iya sih. Tapi ketidaktahuan bukan berarti bisa dijadikan alasan untuk seenaknya memfitnah kan? Sok tau tapi justru terkesan bego kan?"

Kuti tersenyum. "Udahlah 'yang. Kita kembali saja ke tujuan semula kita ngeblog di blogdetik. Yakni bersenang-senang. Jadi kita lupakan saja yang mengganjal. Seperti bunyi iklan, kita 'moving forward' aja... Mending kita bikin padepokan..."

"Iya. Episode 26 kapan tayangnya?"

"Bentar lagi..." Kuti membuka laptopnya, dan menuliskan alinea pertama cersil Darah di Wilwatikta episode 26.

Malam itu malam biasa, sama seperti malam lain. Bunyi jangkrik bersahutan, ditingkahi nyanyian burung hantu. Di angkasa, bintang gemintang samar disaput mega.

Hanya malam biasa. Namun Dhanapati sama sekali tak menyangka kalau malam itu akan mengubah hidupnya. Selamanya...

Tiba-tiba handphone Kuti berbunyi.

"Halo?"

.......

"Oh OK. Aku segera kesana..." Dia kemudian menatap Dee.

"Kantor barusan telpon. Katanya ada rapat."

"Rapat apa?"

"Mereka gak bilang. Moga-moga bukan rapat rolling," ujar Kuti sambil mengedipkan mata...

p.s

Kalau episode 26 belum muncul di padepokan, artinya rapat yang diikuti Kuti belum berakhir, hehehe... ;)

i still love you...

Buku Puisi, Puding Coklat dan Persahabatan

Buku puisi, puding coklat dan hangatnya persahabatan…

ITULAH yang dibawa Hes, Wicak dan kedua anaknya yang lucu saat bertandang ke rumah keluarga kami di dunia nyata hari ini.

Mudah diduga bahwa ini adalah janji lama yang baru terpenuhi, sebab kunjungan semacam ini sudah lama kutawarkan dan juga sudah lama dijawab dengan janji bahwa itu akan terjadi.

Buku puisi, puding coklat dan hangatnya persahabatan…

buku-manterakata



Lama sebelum kami sendiri, Hes dan aku, menjadi dekat, aku sudah selalu terserap dalam keindahan puisi- puisi di blog manterakata yang dimilikinya berdua dengan Wicak, suaminya. Ada satu hal yang tak pernah berubah dari manterakata, yaitu bahwa setiap saat aku mengunjunginya, aku seperti tersihir, dan terserap masuk begitu dalam pada keindahan kata- kata yang bertebaran disana.