Keseimbangan Kerja dan Keluarga

work-life-balance

Suatu siang di sebuah kantin...

DEE ada di sana, berdua berhadapan dengan seorang kawan yang duduk di seberang meja. Seorang kawan lama yang menghubunginya tadi dan mengajaknya bertemu saat makan siang.

Jadwal hari ini kebetulan tak terlalu padat. Karenanya dengan gembira Dee mengiyakan tawaran untuk bertemu. Selalu menyenangkan untuk bertemu kawan lama seperti itu.

Seperti biasa, pembicaraan dibuka dengan pertanyaan melompat-lompat ke beragam arah, termasuk urusan kantor.

Dee memperhatikan kawan itu. Vinny namanya. Dulu pernah sekantor, kini tidak lagi. Mereka sama- sama telah pindah ke kantor lain.

Vinny tampak agak lelah. Mukanya agak pucat dan lingkaran hitam tampak di bawah matanya.

Dengan mudah Dee menduga bahwa dia sedang terlibat dalam pekerjaan yang sangat menyita waktu.

Vinny pandai. Rajin. Dan ambisius . Dia menduduki posisi penting di sebuah perusahaan besar dan seperti biasa menjadi tangan kanan para atasannya.

Tak ada yang salah dari semua itu sebab Dee tahu Vinny bekerja dengan penuh kejujuran dan menjaga integritasnya. Dia juga tulus hati dan bukan hanya pada atasan, dia juga bersikap baik pada para anak buahnya.

Vinny yang Dee kenal adalah orang yang selalu berusaha untuk menaikkan limit usaha dan pencapaiannya. Dia membuat dirinya sendiri untuk bekerja lebih dari porsi normal. Menurut Dee, Vinny memang berhak mendapatkan posisi yang diraihnya sekarang.

***



" Sedang sibuk di kantor, Vin? " tanya Dee pada Vinny.

Vinny mengangguk cepat. " Ya, Dee. Ampun deh.. "

Ampun?

Dee tertawa mendengar apa jawaban Vinny. Ampun, katanya? Vinny yang selama ini tampak selalu riang gembira menelan seberapapun banyak dan sulit pekerjaannya kini menggunakan kata 'ampun' untuk mengungkapkan apa yang sedang dihadapinya?

" Tumben, Vin.. " kata Dee, " Tak biasanya kamu mengeluh seperti ini. Sedang mengerjakan apa? "

Vinny belum lama pindah ke kantor baru, dengan lingkup pekerjaan yang lebih besar. Seperti biasa, dia ingin hasil pekerjaan yang sempurna. Hanya saja ada kendala di sana sebab rupanya sistem penunjang yang dibutuhkan tak cukup tersedia. Karenanya dia harus banyak melakukan pekerjaan manual yang membuatnya bekerja hingga larut malam, bahkan dini hari. Dan itu terjadi hampir setiap hari.

Dee sudah lama mengenal Vinny. Dia tahu bahwa jika hanya itu saja hambatannya, Vinny tak akan mengeluh.

" Anak- anak protes tidak, ibunya pulang malam terus? " tanya Dee.

Pertanyaan yang tepat pada sasaran rupanya. Sebab Vinny kembali mengangguk.

" Itulah. Anakku yang besar, anjlok nilai- nilai sekolahnya Dee. Yang kecil... "

Vinny menghela napas panjang sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. " Aku sudah beberapa minggu ini berturut- turut pulang menjelang atau lewat tengah malam, Dee. Tita anakku yang kecil setiap sore menghubungiku dan memintaku untuk tak pulang terlalu larut tapi sebab pekerjaan menumpuk, tak bisa kupenuhi permintaan itu. Week end, seringkali aku juga harus bekerja. Lalu tadi pagi... "

Vinny berhenti sejenak lagi sebelum bicara.

" Tadi pagi saat Tita bangun dan hendak mandi, kuhampiri dia dan aku berkata 'aih anak mama, sini mama peluk, kangen sekali deh rasanya..' , "

Vinny berhenti bicara lagi dan suaranya terdengar sangat sedih saat dia berkata, " Tahu tidak Dee, apa reaksinya? Tita berbalik membelakangiku dan menangis sambil berkata 'aku nggak mau dipeluk mama...mama ini kerja melulu, nggak pernah ngurusin aku.'

Hmmm.

Dee mengerti, Vinny pasti terpukul dengan apa yang terjadi itu. Dee tahu persis, Vinny mencintai suami dan anak- anaknya. Dia juga bukan type perempuan yang 'aneh- aneh'. Jika dia berangkat pagi dan pulang larut malam, itu semata karena pekerjaannya.

Dee tahu bahwa Vinny bukan jenis orang yang senang mampir kesana kemari, clubbing atau bersenang-senang seusai bekerja. Tapi jabatan dan ambisinya memang membuat dia selalu bekerja dengan jam kerja yang panjang semacam itu.

" Gimana ya, Dee? " kata Vinny pada Dee.

Vinny kawan lamanya. Dan pada dasarnya Dee biasa bicara terus terang. Dia tak bisa berbasa- basi dengan mengatakan pada Vinny bahwa tak ada yang salah dengan semua itu. Dalam hal ini ukuran Dee sederhana, apakah keluarganya bahagia dengan apa yang dilakukannya. Jika tidak, maka ada sesuatu yang harus ditinjau kembali.

Dee sendiri biasa menempatkan suami dan anak- anaknya sebagai barometer standar apakah apa yang dia lakukan baik adanya. Sebab kadangkala tanpa disadarinya, apa yang dia lakukan ternyata mengganggu perasaan mereka.

Kuti suami yang sangat toleran. Mereka berbagi pekerjaan domestik dan Kuti memahami jika sekali- sekali Dee harus pulang terlambat karena pekerjaannya. Pradipta sebenarnya juga berusaha mengerti. Walau bukan tak pernah protes. Sebab pernah suatu saat dulu ketika Dee beberapa hari berturut- turut pulang terlambat, si kecil Pradipta menyentilnya.

Si kembar belum hadir diantara mereka ketika itu. Hanya ada mereka bertiga. Kuti yang sudah terlebih dahulu pulang sedang berbaring- baring di tempat tidur, mengobrol dengan Pradipta.

Dee menyegerakan mandi begitu tiba di rumah. Dia lelah, dan lapar, tapi lebih dari semua itu, dia merindukan suami dan anaknya. Karenanya dia mandi agar dapat bergabung dengan suami dan anaknya dengan tubuh yang segar.

Lalu ketika dia selesai mandi dan menghampiri tempat tidur dimana Kuti dan Pradipta berada, didapatinya si kecil sudah memejamkan matanya. Pradipta belum tidur tapi jelas sudah sangat mengantuk.

Dee menyapanya riang ketika itu, " Hai.. gimana di sekolah tadi, sayang? Jadi ulangan matematika? Dah oh, tadi olah raga ya? Apa olah raganya? "

Pradipta menjawab, tapi bukan jawaban tentang sekolah yang diberikannya.

" Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Silahkan mencoba beberapa saat lagi, " begitu jawabnya.

Dee terbahak mendengarnya. Dia menggelitik Pradipta dan berpura-pura menancapkan sesuatu. " Ah, habis baterai niiihhhh.. Dicharge dulu, deh.. "

Dee ingat, Pradipta menggeleng. " Bukan, bunda. Aku bukan habis baterai, koq. Cuma bunda sih, datangnya telat. Aku sekarang sudah ada di maglev mau pergi ke tempat lain, bunda baru datang ngajak aku ngobrol... "

Dee tertawa lagi. " Maglev? Maglev itu apa? Dan mau pergi kemana ? "

Suara Pradipta terdengar lagi. " Maglev, bunda.. Magnetic levitation train. Aku naik itu biar cepat tidurnya.. "

Dee terbahak. Pradipta yang cerdas dengan daya imajinasi yang tinggi rupanya mengkhayal naik kereta yang disebutnya maglev itu untuk segera dapat menuju alam mimpi. Dengan segera Dee dapat menduga bahwa kereta yang dipercakapkan Pradipta adalah kereta berkecepatan tinggi.

" Tahu darimana tentang maglev itu, Dipta? " tanya Dee pada anaknya.

" TV, bunda. Makanya Bunda jangan pulang malam terus supaya bisa nonton TV sama aku. Nanti aku kasih tahu bunda acara yang ada maglev-nya itu. "

Dan Pradipta tertidur.

Dee memandangi anaknya yang tampak sangat manis saat tertidur seperti itu.

Cara Pradipta bicara padanya lucu. Dan Dee selalu takjub melihat apa yang diketahui si kecil serta bagaimana daya khayalnya berkembang seperti itu. Tapi tentu tak lucu jika dia harus sering- sering dikomentari Pradipta dengan 'aku sudah naik maglev siap- siap mau berangkat ke tempat lain, bunda baru datang ngajak ngobrol aku... "

Dia berjanji dalam hati untuk sebisanya mengatur waktu kerjanya agar tak lagi harus disindir oleh Pradipta.

***



Dee menghirup minumannya. Lalu membuka mulutnya. Singkat saja yang dikatakannya, " Jika anakmu sudah protes seperti itu, Vin..mungkin sudah waktunya ditinjau kembali apa yang harus dijadikan prioritas. Apa yang harus difokuskan, apa yang bisa didelegasikan atau bahkan tak perlu dikerjakan. Kembalikan pemikiran pada: untuk apa saya bekerja? At the end of the day , tak akan pernah sebanding jabatan dan materi yang didapatkan jika keluarga kita tak bahagia. Apalagi jika sampai anak kita bahkan menolak untuk kita peluk. Tinjau kembali jadwalmu dan seimbangkan lagi semuanya.. "

Vinny mengangguk. Dee tahu, dia tak perlu menjelaskan secara teknis apa yang harus dilakukan. Vinny sudah akan tahu dengan sendirinya.

Ah Vinny, semoga dia bisa segera menemukan keseimbangan hidupnya kembali..

p.s:

maglev, atau magnetic levitation train adalah kereta yang digerakkan dengan daya angkat magnetik. kereta ini tak beroda, bergerak 'melayang' sekitar beberapa inci di atas rel.

secara sederhana dapat dijelaskan dengan konsep dua magnet yang satu kutub akan tolak menolak, kereta ini melayang sedikit di atas rel karena magnet di rel dan di bawah kereta tolak menolak.

ada beberapa negara yang memiliki kereta jenis ini, contohnya jepang serta jerman. cina dan korea juga mengembangkan penggunaan maglev untuk alat transportasi masal di negaranya. maglev tercepat saat ini ada di jepang dengan kecepatan sekitar 581 KM/jam



** gambar diambil dari: corporatelifecoach.blogspot.com **




5 comments:

marthauli said...

Betul sekali, keluarga adalah segalanya, tanpa mereka kita akan terasa hampa. Materi msh bisa kita cari, tapi kebahagian keluarga lebih utama dari segalanya. Harus jaga keseimbangan kerja & keluarga.

farez bin hisham said...

maaf saudari marthauli, saya tidak setuju bahwa keluarga adalah segalanya karena allah swt lah yang segalanya. ingat tauladan nabi ibrahim yang siap menyembelih putranya sendiri karena perintah allah swt.

andi tenrie said...

Saudara Fares, memang betul Allah SWT adalah segalanya karena DIAlah yang menciptakan bumi dan langit beserta isinya! Tapi keluarga kita adalah ciptaannya dan anak kita adalah titipan dan amanah dan wajib dijaga dengan segalanya, menelantarkan mereka berarti kita juga mengabaikan tugas dan titipanNYA!

Mengenai Nabi Ibrahim yang siap menyemblih anak/putranya sendiri itulah adalah tugasnya dari Allah SWT, karena beliau seorang Nabi utusan Tuhan! Mana bisa kita menyamakan/menyetarakan diri kita dengan Para Nabi Utusan Allah Yang Maha Kuasa...........

dian said...

alhamdulillah ya.. masuk posting pilihan..
emang paling sedih ketika anak-anak menunjukkan sikap kurang senang ketika urusan pekerjaan terlalu menyita waktu...Saya sendiri daripada harus pulang terlambat dan mendapati anak2 sdh pada tidur atau dalam keadaan mengantuk, lebih memilih pulang tepat waktu sambil bawa pulang pekerjaan yang mungkin bisa kita garap di rumah ketika anak2 sudah tidur.

Telekinesis said...

Levitation is amazing. Love it.

Post a Comment