Selangkah Kemuka...

Satu langkah.. dua langkah.. dua puluh langkah?

AKU tersenyum membaca komentar sukangeblog dalam posting yang kubuat. Tanpa sengaja, komentar tersebut menyentuh suatu topik yang memang sudah kuniatkan untuk kutulis dalam posting  lanjutannya.

Yaitu bahwa ukuran satu langkah bagi seseorang dengan orang lain mungkin tidak sama.

Ibarat bermain catur, mungkin saja para grand master itu tidak berpikir dua puluh langkah ke depan, tapi hanya satu langkah. Namun satu langkah yang dipikirkan para grand master tersebut karena logika, latihan dan pengalaman serta pemahaman yang dimilikinya setara dengan dua puluh langkah bagi orang lain...

catur1



One Hundred Steps Ahead

Tentang berpikir jauh ke depan...

MENARIK sekali membaca posting di blog Karel Anderson beberapa waktu yang lalu tentang bagaimana inisiatif dan kemampuan untuk mengantisipasi dan menganalisa situasi akan berdampak pada pencapaian prestasi yang cemerlang dalam pekerjaan.

Aku menyetujui apa yang dikatakan Karel itu, pun memahami pola pikir berlandaskan falsafah ‘begin with the end in mind’.

Begin with the end in mind, adalah cara berpikir yang tidak dimulai dari titik dimana kita berada saat ini, tapi titik akhir yang ingin kita tuju. Lalu dari titik itulah semua ditarik mundur ke belakang. Jadi, tujuannya dulu ditetapkan lalu setelah itu, baru beragam detail rencana teknis dan strategi untuk mencapai tujuan itu disiapkan.

step-ahead



Dengan begini, langkah- langkah yang diambil memang akan menjadi lebih efisien dan terfokus, karena tujuannya jelas...

Apa yang Ditabur Itu yang Dituai...

Senja mengintip...

KUTI baru saja pulang kantor. Dia kini duduk santai sambil membaca koran sore. Dee yang masih cuti, beres-beres ala kadarnya di rumah. Mumpung sepasang bintang kembar sedang tidur. Pradipta yang semenjak menjadi kakak tak sudi lagi dipanggil 'si kecil' sedang bermain sepeda di rumah Mark.

"Eh 'yang, kamu udah tahu? Pak Kusno Dipuromanggolo  masuk rumah sakit. Kamu gak mau menjenguk?" Kata Dee sambil membawa secangkit teh panas.

Kuti melipat korannya. "Oh ya? Sakit apa dia?"

hospital



Ketika Rasa Sportivitas dan Persaingan Sehat Semakin Langka...

Dan gadis remaja itu menunjukkan pada kita seperti apa sebenarnya sportivitas.

SEPERTI apa seharusnya kompetisi yang sehat.

Aku sedang berada di depan komputer, membaca email dan dokumen- dokumen yang dikirimkan Kuti padaku. Belakangan ini ada beberapa hal tertentu yang sedang kubicarakan bersama Kuti dan sehubungan dengan itu aku perlu membaca email serta dokumen darinya.

Saluran internet di rumahku ada di ruangan yang sama dengan ruang dimana televisi berada. Karenanya sambil membaca email serta dokumen yang dikirimkan Kuti dan berusaha mencerna isinya, pada saat yang sama aku juga menyaksikan Grand Final Indonesia Mencari Bakat di layar televisi.

competition1



Dan harus kukatakan, kita harus mengacungkan jempol pada kedua finalis acara tersebut, baik Klantink maupun Putri Ayu. Bukan hanya kepada mereka, tapi patutlah pula kita mengangkat topi pada pembuat konsep acara tersebut.

Cinta itu Berbagi. Cinta itu Kebersamaan.

Snorkeling, karang laut, ikan- ikan dan cinta...

KARANG- karang cantik dan ikan yang berwarna warni itu memanjakan mata kami.

Aku, dan kedua anakku.

Kami berada di Bunaken saat itu.

bunaken



Udara cerah. Langit biru. Laut di sekitar kami beriak tenang. Dan bertiga, kami berenang bersisian menyusuri pantai taman laut di Bunaken. Menjauh dan makin menjauh dari perahu yang mengantarkan kami menyeberang dari Manado ke sana.

Berulang kali kami terkesiap takjub.

Keindahan karang- karang itu. Beragam ikan yang kami lihat. Bermacam bentuk tanaman laut dan berjuta keindahan yang kami saksikan saat itu, hanya membuktikan satu hal saja: Kebesaran Tuhan.

Tak ada yang lain dari itu.

Indah, sungguh indah.

Kami bergerak perlahan, berenang tanpa tergesa.

Pemandangan yang tampak di sekitar kami makin, dan makiiin indah.

Aku menunjuk ke sebuah titik yang terlihat dari tempat kami berada. Tampak ada beberapa orang ada di sekitar situ. “ Di situ, katanya bagus sekali, “ ujarku. Informasi tersebut tadi aku dapatkan dari pengemudi perahu kami.

Bergeraklah lagi aku dan kedua anakku menuju titik tersebut. Sebentar lagi saja, tempat itu sudah akan tercapai. Dan ketika itulah salah satu anakku tiba- tiba berhenti berenang...

Fiksi yang Merasuk ke Dalam Angan

Suatu hari ketika helai- helai kapuk putih beterbangan di angkasa…

PERANG bantal guling! “ seru adikku.

Aku terbahak.

Kami berada di dalam mobil, di sekitar Kebun Raya Bogor ketika itu.

Mobil membelok dan adikku dengan penuh minat memperhatikan nama- nama jalan di seputar area itu. Ketika kutanyakan apa yang dia cari, pertanyaan itu dijawabnya dengan, “ Rumah Tia. Di sekitar sini kan, mestinya? “

Kembali aku tergelak.

“ Memang di sini ya rumahnya? “ tanyaku. Adikku mengangguk. “ Jalan Salak, kan? “ katanya. Aku menggelengkan kepala. Tidak ingat, jawabku.

“ Iya, jalan Salak, “ jawab adikku. Lalu dia menyebutkan sebuah nomor yang konon adalah rumah Tia yang disebutnya tadi.

***



Siapa Tia?

Oh bukan, dia bukan kawan kami. Bukan seseorang yang dikenal sehari- hari oleh adikku maupun aku.

novel



Yang Ringan dan Yang Lucu Tentang ASI...

Air Susu Ibu itu…

MEMBERIKAN Air Susu Ibu (ASI) pada bayi sungguh melibatkan banyak rasa. Ada berlimpah senang, bahagia, haru, dan di lain pihak, tak terhitung pula ‘kehebohan’ yang terlibat…

Benar- benar ‘rasanya rame’ !

mothers-love2



Jika ditambah dengan urusan menampung ASI, kehebohan dan beragam rasa itu menjadi berlipat ganda. Apalagi bagi ibu bekerja seperti aku.

Mari kita mulai cerita dengan menengok isi tas.

Karena Aku Cinta Padanya...

Masih tentang ASI.

AIR Susu Ibu.

Dan bicara tentang ASI, bagiku, tak kan dapat dipisahkan dengan ingatan akan berbotol-botol ASI beku di dalam freezer.

ASI beku?

Ya. ASI beku.

Aku adalah seorang ibu bekerja. Dan karenanya, setiap kali setelah melahirkan seorang bayi saat menjelang kembali ke kantor, ada satu ‘ritual’ khusus yang kulakukan.

Yaitu: menampung ASI.

asi



Sekitar sebulan, atau paling sedikit tiga minggu menjelang tanggal aku harus kembali kekantor, saat ada jeda ketika sang bayi sedang tidur, aku menampung ASI-ku. Memasukkannya ke dalam botol susu steril,lalu kuberi nomor, tanggal dan jam. Kemudian membekukannya.

ASI beku yang terkumpul inilah yang kelak akan diberikan pada bayiku saat aku sudah harus kembali ke kantor.

Cinta Yang Mengalir Deras Itu...

Cinta yang mengalir deras itu…

BERNAMA Air Susu Ibu.

ASI.

Menulis serial tentang si kembar Nareswara dan Nareswari di rumah kayu merlemparkanku pada ingatan tentang situasi yang ( beberapa kali ) kuhadapi di tahun- tahun silam.

Seperti yang dikatakan Kuti, dalam kehidupan nyata, aku tak memiliki anak kembar. Ide tentang kehadiran bayi kembar di rumah kayu adalah satu dari sekian ide ’ iseng tapi produktif ’ yang terjadi saat gurauan atau pemikiran error salah satu dari kami disambut gembira dan alih- alih ditolak malah diterima dan dikembangkan menjadi error pangkat dua ( atau error kembar? ha ha ha !) oleh yang lain.

Tapi sungguh, tak perlu memiliki bayi kembar untuk mengalami situasi dimana bahkan sekedar untuk mandi dan makanpun seorang ibu yang baru melahirkan bayinya harus mencuri waktu. Karena begitu memiliki bayi, jika ibu tersebut memutuskan untuk merawat sendiri bayinya dan memberinya ASI, maka jadwal hidup sang ibu akan tergantung dan diatur oleh bayinya, bukan sebaliknya.

breastfeeding



Dan itulah yang terjadi padaku saat bayi- bayi mungil dikaruniakan dalam rumah tangga kami – aku dan suamiku.

Bagaimana Membedakan Sang Bintang Kembar?

Pagi yang sejuk.

EMBUN masih menggantung di ujung daun. Di kejauhan, gunung dan hutan cemara terlihat samar karena tertutup kabut.

Dee duduk di dekat jendela. Menikmati semilir angin yang menyapa kulit. Memandangi hutan cemara sambil memberikan ASI pada salah seorang bayinya yang mulai kenyang dan mengantuk.

Di sisi lain rumah kayu, Kuti juga berdiri di depan jendela. Menggendong bayi yang seorang lagi. Dari jendela dimana Kuti berdiri tampak sederetan pohon jacaranda dengan bunga- bunga ungu yang memenuhi pohon.

jacaranda



Refleks, Kuti menoleh ke arah Dee. Pohon berbunga ungu itu ditanam di halaman rumah mereka atas permintaan Dee yang sejak lama jatuh cinta pada jenis bunga tersebut. Ternyata secara kebetulan, pada saat yang sama istrinya juga sedang memberikan kode pada Kuti dengan mengangguk pada bayi yang tadi sedang diberinya ASI.

Kembar Dua, Kembar Tiga...

Tentang kembar


ADA kesibukan baru di rumah kayu. Apalagi kalau bukan kehebohan gara-gara lahirnya bayi kembar. Sebagai penulis, aku dan Dee juga ikut 'heboh'. Maklum, ini pertama kalinya kami menulis sesuatu yang bukan berdasarkan pengalaman pribadi.


Di dunia nyata, aku dan Dee tidak punya anak kembar (atau mungkin lebih tepat 'belum punya' ya? Karena bisa saja kapan-kapan....). Jadi beberapa posting yang dibuat asli imajinasi kami, baik berdua maupun sendiri-sendiri.



triplets1



Sesungguhnya, ide untuk memunculkan bayi kembar juga datang nyaris tanpa rencana. Hanya bincang iseng melalui sms, dan akhirnya diputuskan kalau adik Pradipta itu jumlahnya dua orang. Meminjam istilah Erry Andriati, 'beli satu gratis satu', atau seperti yang dikatakan Pradna sebelumnya, beli satu dapat dua, hehehe.

Girls Will be Girls...

Bintang bernyanyi dan menari

ITU yang terjadi di langit malam.

Sementara itu, di rumah kayu, kedua bintang kembar haus dan menangis…

Dee membuka matanya. Rasanya baru sebentar sekali dia terlelap ketika rengekan salah satu dari dua bayi kembar itu membangunkannya (lagi).

Dan seperti biasa, saat salah satu terbangun, tak lama kemudian saudara kembarnya akan pula terbangun serta mulai merengek. Bayi yang terbangun belakangan ini yang akan perlu ditenangkan dulu oleh Kuti sambil menanti Dee selesai memberi ASI pada bayi yang pertama.

Hari- hari seperti berlari.

Repotnya Mengurus Bayi Kembar

Tawa dan tangis. Dan bingung


RUMAHKAYU kini semakin semarak. Hadirnya dua anggota baru membuat kesibukan di rumahkayu bertambah. Pradipta adalah sosok yang paling gembira. Dia sangat bangga telah menjadi kakak. Dan adiknya dua pula. Pradipta biasanya langsung 'sewot' jika salah satu adik bayinya menangis.



twinbaby_basket



Dua hari lalu, Pradipta diberi tugas menjaga adiknya karena sang Bunda hendak ke kamar kecil. Dan tiba-tiba salah satu bayi menangis. Pradipta berusaha membujuk. Dengan membunyikan mainan. Bertepuk tangan. Mengelus hingga mengusapkan tangan membelai. Namun adik bayi tetap menangis. Dengan panik Pradipta memanggil bundanya yang terasa sangat lamaaaaaa sekali membuang air (yang seharusnya) kecil.

Cobek, Ulegan, Kopi, dan...

Sinar mentari melimpah menghangati rumah kayu…

Dee dan Kuti duduk di ruang tamu rumah mereka, masing- masing memangku seorang bayi. Pradipta, si sulung, berlarian keluar masuk rumah. Menyapa kucing abu- abu kesayangannya, mengelus- elusnya sebentar lalu berlari ke halaman bermain sepeda. Kemudian dengan peluh membasahi muka dan badan masuk lagi ke rumah, meneguk segelas air, menghampiri Dee dan Kuti serta memeluk dan mengecup pipi kedua orang tuanya sejenak lalu secepat kilat berlari kembali ke halaman rumah.

Obrolan ngalor ngidul dengan para tamu dimulai lagi. Urusan kue pancong dan awug kembali muncul, ditambah dengan percakapan mengenai beragam jenis jajanan kaki lima yang sering mereka kunjungi bersama.

Saat mengobrol tentang beragam jajanan itulah salah seorang kawan Dee tiba- tiba teringat sesuatu. Dia mengeluarkan telepon genggamnya lalu menunjukkan sebuah gambar yang konon diambilnya saat dia sedang makan di kaki lima akhir minggu yang lalu.

Gambar seorang anak lelaki.

Dee terpana.

cobek-ulegan


Kue Pancong, Awug dan Persalinan...

Pagi yang ramah.


Matahari bersinar hangat, dan dari ruang tamu di rumah kayu terdengar percakapan riang diselingi senda gurau.


Dee dan Kuti sedang mengobrol dengan beberapa kawan lama Dee. Kawan- kawannya dari masa sekolah dulu. Kebanyakan dari mereka sudah pernah bertemu dan diperkenalkan Dee pada Kuti. Hanya ada seorang yang baru pertama kali ini bertemu dengan Kuti.


Mudah diduga, percakapan diisi beragam topik. Dari soal bayi ke pekerjaan di kantor, sampai anak yang mogok sekolah. Dari masalah jalan yang rusak hingga mantan pacar jaman dahulu.


Dan..


‘Reuni kecil’ itu juga dimeriahkan dengan hadirnya oleh- oleh yang dibawa oleh kawan- kawan Dee berupa penganan tradisional yang dulu sering mereka beli di saat istirahat sekolah.


bandros


Dee senang sekali. Kawan- kawannya membawakan kue pancong dan awug. “ Tukang kue pancongnya masih yang dulu Dee, Bapak- bapak yang sama dengan jaman kita sekolah dulu, “ kata salah seorang kawan Dee.


Kehadiran Suami di Ruang Bersalin Itu...

Mentari bersinar hangat.

Dee dan Kuti duduk bersisian, masing- masing memangku seorang bayi. Pradipta duduk di dekat mereka, memperhatikan kedua adiknya.

“ Bunda, “ kata Pradipta, “ Adik tahu kalau aku pegang tangannya, setiap aku sentuh, adik langsung pegang jariku… “

Dee dan Kuti tersenyum.

twins



“ Ya, Dipta, “ jawab Dee pada Pradipta yang kini telah menjadi kakak, “ Bayi- bayi semua begitu, itu gerak refleksnya. “

Kuti memperhatikan Pradipta dan tatkala dilihatnya si kecil itu mengangguk, dia tak menambahkan apapun pada kalimat Dee. Anggukan Pradipta menunjukkan bahwa dia mengerti arti kata ‘refleks’. Biasanya jika tak mengerti arti suatu kata, Pradipta akan menanyakan arti kata tersebut.

Bagaimana Kita Bisa Begitu Tak Perduli?

Gemas, dan geram.

Itu yang kurasakan saat beberapa hari yang lalu melihat kejadian ini di dalam KRL ekonomi menuju Jakarta.

Kami naik dari stasiun pertama setelah Bogor. Artinya, itu stasiun ke dua jika Bogor dihitung sebagai stasiun pertama. Kami yang aku maksud adalah aku dan anakku.

Masih ada sedikit space tersisa di deretan bangku yang saling berhadapan. Jadi aku duduk ‘nyempil’ diantara ibu- ibu di suatu sisi, dan anakku duduk di sisi yang lain. Bisa mendapat tempat duduk seperti itu dalam KRL ekonomi, sungguh suatu kemewahan.

Di sisi anakku, duduk seorang bapak setengah baya. Mungkin berusia limapuluhan, atau kurang. Entahlah. Di sampingnya, lagi, berderetan empat orang anak lelaki yang aku duga berusia sekitar 8-10 tahun yang saling mengobrol sesamanya. Seperti layaknya kanak- kanak, mereka tampak gembira dan menikmati perjalanan itu.

Karena duduk persis di depanku, penampilan keempat anak lelaki itu langsung dapat terlihat. Salah satu dari mereka mengenakan celana seragam SD berwarna merah yang sudah agak lusuh, dengan kaus berwarna orange, yang juga sama lusuhnya. Anak di sebelahnya, tak jauh berbeda.

Dan ah… kusadari kemudian bahwa keempat anak itu, walau tak seragam, tapi semua menggunakan kaos berwarna orange. Barangkali mereka baru saja menghadiri acara tertentu di sekolah, atau memang saling berjanji untuk menggunakan baju yang sewarna? Aku tak tahu.

Kereta berhenti lagi di stasiun berikutnya. Stasiun ke tiga dari arah Bogor.

Masuk ke dalam kereta dua orang ibu dengan tiga anak perempuan yang dengan sekejap dari penampilan mereka bisa kunilai kondisi ekonominya. Kedua Ibu itu bersih, pakaiannya bagus dan rapi. Salah seorang diantaranya menggendong ransel -- pasti milik anaknya – yang bertuliskan Ipin dan Upin. Artinya, ransel itu usianya belum terlalu tua, karena Ipin dan Upin baru populer akhir- akhir ini.

Kereta mulai bergerak, dan…

Haruskah suami mendampingi istri melahirkan?

Mengenang detik-detik jelang persalinan...

KUTI menatap bubur yang dikirimkan Hes dengan penuh minat. Walau biasanya tak suka, namun melihat bubur berbentuk hati yang dikirimkan tak urung membuat Kuti penasaran. Apakah rasanya seindah bentuknya?

Tapi Hes jelas-jelas mengatakan bubur ini untuk syukuran. Jadi dia harus menahan diri, pikir Kuti. Toh jika saatnya tiba, dia akan mendapat kesempatan mencicipi. Dua bintang masih terlalu kecil untuk mencicipi bubur yang dibuat 'tante Hes'.

Bubur kiriman Hes merupakan rangkaian kejutan demi kejutan yang terjadi menjelang dan selama persalinan. Sekaligus menjadi bagian yang sangat membahagiakan.

the-twin



Kuti ingat bagaimana paniknya dia ketika melihat baju hamil dee bernoda darah. Kuti tak tahu persis bagaimana proses persalinan seorang perempuan, namun firasatnya mengatakan bercak darah itu bukan pertanda baik.